Translate

Jumat, 17 Desember 2010

Mentoring Keren | Makin Keren dengan mentoring! Gak percaya? Coba aja! ;)


http://mentoringkeren.wordpress.com/
Ini nih gaweannya tim MK Forkom Alims..., good job gan!!

Mentoring yang dimaksud di sini adalah mentoring agama Islam, sebuah kegiatan yang rutin diadakan per minggu di SMAN 1 Bogor. Mentoring dilaksanakan di tiap-tiap kelas, dipisah antara siswa laki-laki dan perempuan. Harapannya, dengan adanya mentoring, siswa SMAN 1 Bogor bisa bertambah pemahaman Islamnya, bertambah baik akhlaknya, dan jadi pemuda/pemudi yang mencerminkan kerennya Islam. Singkatnya, jadi MAKIN KEREN dengan mentoring ;)

Kegiatan mentoring kelas ini diisi dengan tilawah, materi dari aa/teteh mentor, dan sharing antar sesama peserta mentoring. Jadi kalau ada yang lagi punya masalah, bisa dibagi di mentoring, sehingga bisa meringankan beban dan insya Allah dapet solusi. Kegiatan mentoring banyak variasinya kok! Kadang ada games, ada masak-masak, main futsal, jalan-jalan, dan suka ada makanannya loh! Hehehe. Intinya insya Allah semuanya bermanfaat! :)

Nah, blog ini insya Allah akan diisi dengan cerita seputar mentoring di SMAN 1 Bogor, dan juga Mentoring Online 4 U (MOU). Wah, apaan lagi tuh MOU? Jadi, MOU itu adalah konten mentoring online yang biasanya dipublish kalau SMAN 1 Bogor lagi libur. Bentuknya cerpen, kadang komik dan gambar-gambar. Ada tokoh-tokohnya juga loh! Silakan dilihat di postingan berikutnya.

Selasa, 14 Desember 2010

Kemana Muslimah Melangkah?

Rating:★★★★
Category:Other
Bismillah....
Assalamu'alaikum...

Masih ingat postingan saya yang judulnya : MUSLIMAH! JANGAN PERNAH BERHENTI MELANGKAH, BERGERAKLAH! TERUSLAH MEMBADAI BANGUN PERADABAN [http://bungaoktora.multiply.com/reviews/item/62] ???

Di postingan itu saya menyebutkan kalau dalam artikel yang saya dapatkan dari dakwatuna.com saya mendapatkan jawaban atas sejauh mana peran seorang muslimah dalam membangun peradaban, sejauh apa muslimah bisa bergerak membadai... Nah, berikut saya posting kembali lanjutan artikelnya.

Semoga bermanfaat untuk kita semua dan dapat menguatkan langkah-langkah kita, menghilangkan segala kegamangan, dan menjadikan kita muslimah yang semakin produktif, pro aktif, dan berperan aktif dalam dakwah dan peradaban...

Kemana Muslimah Melangkah? (Bagian Kedua)
Mar'ah Muslimah
22/1/2007 | 03 Muharram 1428 H | Hits: 7.365
Oleh: Sitaresmi S Soekanto

dakwatuna.com – Masalahnya adalah untuk saat ini dan saat mendatang apa yang bisa dilakukan muslimah? Bagaimana caranya untuk berjuang mewujudkan gagasan mulia menegakkan syariat Allah di muka bumi. Yang jelas tak mungkin berjuang seorang diri tanpa program yang matang, jelas dan terarah serta tanpa adanya amal jama’i yang terorganisir.

Bukankah Allah berfirman dalam QS. 61:4 bahwa Ia menyukai orang-orang yang berjuang di jalan-Nya dalam barisan yang rapi seolah-olah menyerupai bangunan yang kokoh. Ali r.a. pun pernah berucap: “Kebenaran yang tidak tertata, terorganisir secara rapi akan mampu dikalahkan oleh kebatilan yang terorganisir dengan baik.”

Shalan Qazan mengutarakan bahwa gagasan yang mulia tidak bisa secara serta merta diwujudkan begitu saja, karena sehebat apa pun sebuah gagasan jika tidak diwujudkan dalam sebuah pergerakan dan diperjuangkan oleh para pendukungnya pasti akan segera lenyap dan dilupakan orang.

Keberhasilan sebuah gagasan sangat ditentukan oleh sejauh mana aktivitas, ketangguhan dan kemampuan para pendukungnya dalam merekrut massa serta kemudian membentuk sebuah pergerakan yang terdiri dari sekelompok manusia yang dikendalikan oleh suatu kepemimpinan beserta struktur organisasinya.

Oleh karena itu terlihat perbedaan yang sangat mencolok antara gagasan Jamaluddin al Afghani, Muhammad Abduh, Abdurrahman Al-Kawakibi dengan gagasan Hassan Al-Banna dan Sa’id Nursi. Mereka semua sama-sama reformer yang memiliki gagasan pembaharuan, tetapi gagasan al Afghani, M. Abduh dan al Kawakibi hanya menjadi gagasan yang tak terdokumentasikan dalam sejarah. Sementara gagasan Hasan Al-Banna terus bertahan karena melembaga dalam jamaah Ikhwanul Muslimin dan Sa’id Nursi dengan jama’ah An-Nur.

Sayyid Quthub dalam bukunya Hadzad Dien juga meyakini bahwa konsep hanya dapat direalisasikan bila didukung oleh sekelompok manusia yang mempercayainya secara utuh, konsisten dengannya sebatas kemampuannya dan bersungguh-sungguh mewujudkannya dalam hati dan kehidupan orang lain.

Hal ini yang dilalaikan wanita pada masa lalu walau pun penyebab utama kemunduran wanita adalah penyimpangan persepsi tentang wanita itu sendiri. Wanita dibelenggu, dilecehkan dan dizhalimi tetapi tak ada yang dapat menyelamatkannya baik laki-laki maupun dirinya sendiri. Sampai akhirnya Islam membebaskan perempuan tanpa peran perempuan itu sendiri. Pembebasan itu terjadi karena Islam mendirikan bangunan pergerakan yang kuat lagi solid di atas landasan ideologis yang sangat kuat dan wanita ikut masuk ke dalam pergerakan itu sebagai mitra laki-laki.

Bila pengaruh Quran dalam diri individu-individu atau skala negara melemah, maka yang terjadi akan bertambahlah belenggu yang melilit wanita. Hanya orang bodoh atau berpura-pura bodoh yang menganggap Islamlah yang membelenggu wanita sehingga muslimah harus memberikan kontribusi berarti dalam upaya memulai kembali kehidupan yang islami karena hanya dalam kondisi tersebut ia akan merasakan kemerdekaan yang hakiki.

Dan agar pengaruhnya terasa lebih kuat dan hasilnya pun lebih cepat, efisien, tahan lama dan kokoh, hal itu hanya bisa direalisir melalui amal islami haraki jama’i.

Banyak dalil dalam Al-Qur’an seperti 3:104, 61:4, 16:96, 9:71 serta hadits Nabi SAW. “Innama nisa’u syaqaaiqu ar rijal” (sesungguhnya wanita saudara kandung laki-laki), yang menunjukkan bahwa wanita pun memiliki hak dan kewajiban yang setara dalam perjuangan menegakkan syari’at Allah dan membangun masyarakat Qur’ani.

Islam adalah agama yang merupakan rahmatan lil ‘alamin termasuk untuk wanita. Dan ketika Islam menginginkan kemerdekaan mentalitas perempuan tidak lain karena hendak membangun mentalitas pendobrak atau anashirut taghyir yang mampu membedakan antara yang hak dan yang bathil, menentang kebatilan dan berinteraksi dengan kebenaran berdasarkan tolok ukur nilai-nilai Rabbani.

Islam ingin memuliakan wanita menjadi wanita aktif yang berinteraksi dengan realitas baru, berpartisipasi memeliharanya dan ikut ambil bagian dalam pengembangan Islam menuju universalitasnya.

Ajaran Islam yang berkaitan dengan masalah kewanitaan ditujukan untuk mencetak wanita haraki (aktivis) yang aktif dalam pembinaan diri, keluarga, pekerjaan dan masyarakatnya. Bila ia berhasil menjadi wanita yang aktif lagi positif, wanita baru akan merasa nilai dan kedudukannya yang hakiki sebagai wanita.

Sosok itulah yang insya Allah ada dalam diri muslimah. Mereka memiliki kekhasan-kekhasan yang menjadikannya istimewa, yakni:

1. Kepribadian yang khas lagi kuat.
2. Keberanian dan kepercayaan diri
3. Berpikir rasional dan sistematis, memiliki kemampuan intelektual dalam mengkritik, mengevaluasi, membangun, menantang dan memilih.
4. Kemandirian.

Gerakan Islam Akan Menghasilkan Muslimah yang Tidak Gamang Dalam Melangkah

Islam memang piawai dalam mencetak mentalitas muslimah, namun hal tersebut akan nampak semakin nyata bila mereka melibatkan diri secara aktif dalam sebuah pergerakan/harakah. Ada beberapa manfaat nyata dari keterlibatannya tersebut, antara lain:

1. Menyadarkan muslimah dan wanita pada umumnya akan nilai dan kedudukannya di tengah masyarakat. Ia akan berpartisipasi aktif dalam menyelesaikan problematika umum di masyarakat.

2. Memperoleh wawasan yang ideal, memadai dan selektif.

3. Menghilangkan keengganan, kegamangan, kepasifan dan ketergantungan pada orang lain.

4. Membersihkan kabut dan karat dalam pemikiran muslimah karena adanya stagnasi pemikiran dan sifat-sifat buruk seperti individualis, egois, apatis.

5. Menghindarkannya dari kejenuhan karena ia disibukkan dengan aktivitas-aktivitas yang bermanfaat untuk dakwah Islam. Ia juga akan terhindar dari kegiatan sia-sia seperti bergunjing, bersenda gurau dan menyebarkan desas-desus.

6. Membantunya meningkatkan ketinggian spiritual.

7. Mendidik muslimah untuk gemar bekerja sama dalam hal-hal yang bermanfaat.

8. Menjauhkan perhatiannya dari hal-hal yang kurang berarti seperti mode dan dandanan make up untuk menggoda laki-laki dengan mengandalkan penampilan fisik.

9. Menumbuhkan keberanian dalam diri muslimah untuk memerangi adat dan tradisi usang yang bertentangan dengan nilai-nilai islami.

10. Berta’aruf, berinteraksi dan saling membina, mendidik dengan saudara-saudara seiman dan sefikrah.

11. Berani melawan kemungkaran dan mampu menanggung beban, kesulitan dan derita dengan sabar.

12. Menjadikan urusan-urusan hidupnya terprogram, teratur dan tertata dengan baik.

13. Menyebabkan terasah dan tergalinya kemampuan intelektual, kreativitas berpikir dan keterampilan tangannya dengan kreasi dan potensi yang tidak hanya berguna untuk dirinya saja.

14. Mempertajam sikap kemandirian muslimah tetapi tetap dalam koridor syar’i.


Pengaruh Gerakan Islam bagi Proses Perubahan di Masyarakat

Paling tidak ada tiga pilar utama perubahan di tengah masyarakat yakni:

1. Gagasan yang benar dan sesuai dengan fitrah manusia.
2. Aktivis-aktivis yang tidak kenal lelah dalam mendukung dan menyebarluaskan gagasan tersebut.
3. Kepemimpinan yang baik, kokoh, memiliki kapabilitas memadai dan dapat diteladani.

Munculnya sebuah pergerakan dalam proses perubahan masyarakat menuju ke arah yang lebih baik akan memunculkan pengaruh-pengaruh positif yang nyata. Di antaranya ialah masyarakat jadi terdorong untuk segera berada dalam proses perubahan. Kemudian banyak individu yang tergerak untuk ikut serta dalam gerakan perubahan sehingga dapat menjadi alat untuk membedakan mana anggota masyarakat yang baik, hanif dan siap diajak berubah serta mana yang tidak.

Selain itu pergerakan juga akan mampu menyingkirkan musuh-musuh perubahan dan pembaharuan di masyarakat serta sebagai gantinya menumbuhsuburkan semangat pergerakan dan pembaharuan di dalam masyarakat.

Selanjutnya harakah atau pergerakan akan memungkinkan terbukanya pintu ijtihad, menumbuhkan kesadaran umum dan menggoyahkan sendi-sendi diktatorisme, sekularisme dan atheisme.

Akhirnya sebuah harakah akan sangat membantu proses lahirnya individu-individu muslim, rumah tangga muslim dan masyarakat muslim serta membuat rencana jitu untuk mengobati penyakit-penyakit yang ada di tengah masyarakat.

Info terbaru: rel kereta antara stasiun bogor dan cilebut ada yang PATAH sehingga lalu lintas kereta terhambat... baguuusssss... setelah banyak kereta yang tidak beroperasi sehingga terjadi penumpukkan penumpang dalam kereta layaknya ikan pepes (sungguh tidak manusiawi); sekarang ditambah lagi dengan kerusakan rel-nya, hei!!! gimana nasibku dan para pengguna kereta lainnya???

Rabu, 01 Desember 2010

Keikutsertaan Muslimah Dalam Aktivitas Politik Pada Era Nabi Muhammad SAW

Rating:★★★★★
Category:Other
Oleh: Aba AbduLLAAH

MUSYAARAKAH AN-NISAA’ FIS-SIYAASAH FII ‘AHDIN NABIY SHALLAALLAHU ‘ALAIHI WASALLAM

Sebagian orang telah bersikap permisif/berlebih-lebihan (ifraath) dalam mensikapi keikutsertaan wanita dalam masalah-masalah politik, sehingga mereka membiarkan para wanita campur-baur (ikhthilaath) dengan para laki-laki di tempat-tempat umum tanpa ada batas serta membuka aurat (tabarruj) sehingga keluar dari aturan-aturan (dhawabith) syar’iyyah. Inilah sikap orang-orang yang sekular pada masa ini, sikap seperti ini adalah salah satu bentuk perilaku wanita jahiliyyah sebagaimana kaum musyrikin sebelum Islam, yang disebut oleh DR Muhammad Quthb sebagai Al-Jahiliyyah fil Qarnil ‘Isyrin (jahiliyyah abad-20).

Sementara sebagian kelompok lainnya bersikap overprotektif/berkurang-kurang-an (tafriith) dalam mensikapi para wanita muslimah, sehingga seolah-olah dunia ini hanyalah milik para laki-laki (Rijal), sementara para wanita harus berdiam di rumah, tidak boleh beraktifitas ke luar rumah dan hanya boleh bertemu laki-laki asing (ajnabi) 3 kali saja seumur hidupnya, yaitu saat ia dilahirkan (waktu diadakan ‘aqiqah-nya), saat ia akan menikah (ta’aruf) dan saat ia dibawa ke kuburnya, maka ini adalah sikap kelompok ghulllat (ekstremis), yang menurut DR Yusuf Al-Qaradhawi disebut sebagai zhahiriyyah-jadiidah (neo-tekstualis).

Islam jauh dari kedua sikap ekstrem tersebut, Islam mensikapi wanita secara adil dan moderat (wasathiyyah) yang jauh dari ifraath maupun tafriith. Demikianlah pemahaman As-Salafus Shalih, dan demikian pula pemahaman AL-IKHWAN kepada peran dan posisi wanita dalam Islam. pada tulisan ini ana berusaha menjawab pertanyaan seorang ukhti al-muslimah tentang keikutsertaan wanita dalam berbagai aktifitas politik, seperti dalam muzhaharah (demonstrasi), dll. Apakah yang demikian itu dibenarkan oleh syariah? Ana akan coba jawab secara ringkas insya ALLAH ta’ala, ALLAHul musta’an..

1. KEIKUTSERTAAN WANITA MUSLIMAH DALAM AKTIFITAS POLITIK SAMPAI KE LUAR-NEGERI

“Sesungguhnya orang yang diwafatkan malaikat dalam keadaan menzhalimi dirinya sendiri, Malaikat bertanya : Kenapa kalian ini? Mereka menjawab : Kami adalah orang-orang tertindas di negeri ini. Maka kata Malaikat : Bukankah bumi ALLAH itu luas sehingga kalian dapat berhijrah? orang-orang seperti itu tempatnya adalah di neraka Jahannam dan Jahannam itu adalah seburuk-buruk tempat kembali. Kecuali orang-orang yang tertindas baik laki-laki atau wanita atau anak-anak yang tidak mampu dan tidak mengetahui jalan untuk berhijrah. Barangsiapa yang keluar dari rumahnya untuk berhijrah kepada ALLAH dan Rasul-NYA, lalu ditimpa kematian maka sungguh pahalanya telah tetap disisi ALLAH. Dan ALLAH adalah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.” (QS. An-Nisaa’, 4/97-100)

Az-Zain Al-Munayyir berkata : “Ayat tersebut tidak menunjukkan bahwa yang lemah dan tertindas itu hanya berlaku bagi kaum wanita saja, melainkan ayat tersebut menunjukkan adanya persamaan antara lelaki dan wanita.”[1]

Al-Hafizh Ibnu Hajar berkata : “Wanita-wanita yang ikut hijrah ke Habasyah (Ethiopia) adalah Ruqayyah (putri Nabi SAW), Sahlah binti Sahl (istri Abu Hudzaifah), Ummu Salamah binti Abu Umayyah (istri Abu Salamah), Lailat binti Abu Hitsmah (istri Amir bin Rabi’ah) [2]. Adapun wanita yang hijrah pada hijrah kedua mencapai 12 orang, diantaranya Ummu Habibah (putri Abu Sufyan), Asma’ binti Umais, Haminah binti Khalaf al-Khuza’iyyah.” [3]

Dari Marwan dan Al-Miswar bin Makhramah ra, keduanya bercerita tentang para sahabat RasuluLLAH SAW, ketika Suhail bin Amru menulis perjanjian pada hari itu (Hudhaibiyyah), “…tidak ada satupun dari kaum laki-laki yang datang pada Nabi SAW kecuali beliau SAW kembalikan mereka (pada kaum Qurasiy) pada saat itu juga, meskipun ia seorang muslim. Suatu hari datanglah beberapa orang wanita mu’minat sebagai muhajirat, diantaranya Ummu Kultsum binti Abi Mu’aith diantara mereka. Maka datanglah keluarganya meminta agar mereka dikembalikan, tetapi Nabi SAW tidak mengembalikannya kepada mereka.” [4]

Aisyah ra bertanya (kepada seorang budak wanita yang selalu berkata: “Ketahuilah bahwa ALLAH telah menyelamatkanku dari negeri kufur”), kata Aisyah ra: “Kenapa tiap kali kamu duduk disampingku selalu berkata demikian?” Kemudian wanita itu menceritakan kisahnya[5]. Al-Hafizh berkata: “Di dalam hadits itu ada dalil yang menyuruh seseorang keluar dari satu negeri jika ia menghadapi cobaan di negeri tersebut ke negeri yang lebih baik baginya, juga terdapat dalil mengenai hijrah dari negeri kufur.” [6]

Secara lengkap disebutkan dalam berbagai kitab sejarah [7] As-Salafus Shalih pembahasan tentang hijrahnya sejumlah akhwat ke Madinah, diantaranya Ummu al-Fadhl (istri Al-Abbas), Ummu Salamah binti Abu Umayyah, Laila binti Abu Hitsmah, Umaimah binti Abdul Muthalib, Zainab binti Jahsy, Ummu Habibah binti Jahsy, Judamah binti Jandal, Ummu Qays bintoi Muhshin, Ummu Habibah binti Nabatah, Umamah binti Raqisy, Hafshah binti Umar, Fathimah binti Qays, Subai’ah al-Aslamiyyah, dan Ummu Ruman. Tepat sekali perkataan Imam az-Zuhri yang menyatakan: “Kami belum pernah mengetahui tentang adanya salah seorang wanita yang murtad dari agamanya setelah mereka berhijrah.” [8]

2. KEIKUTSERTAAN WANITA MUSLIMAH DALAM JANJI SETIA PADA PEMIMPIN NEGARA YANG ISLAMI

“Hai Nabi, jika datang kepadamu wanita-wanita yang beriman untuk berjanji setia bahwa mereka tidak akan syirik pada ALLAH, tidak akan mencuri, tidak akan berzina, tidak akan membunuh anak-anak mereka, tidak akan berdusta yang mereka adakan diantara tangan dan kaki mereka, dan tidak akan mendurhakaimu dalam urusan yang baik, maka terimalah janji setia mereka dan mohonkanlah ampunan bagi mereka dari ALLAH, sesungguhnya ALLAH MAHA Pengampun lagi Maha Penyayang.” (QS. Al-Mumtahanah, 60/12)

Janji setia seorang warga masyarakat pada pemimpinnya adalah urusan politik (as-siyasah), jika seadainya Islam menempatkan kaum wanita untuk hanya diam di rumah saja maka mengapakah mereka harus juga diminta untuk ber-janji setia pada pemimpin negaranya? Bukankah berarti saat itu ia harus keluar rumahnya dan nampak oleh orang lain yang bukan mahram-nya? Demikianlah Islam mendudukkan hak politik wanita dalam berbagai hal sama dengan hak politik laki-laki (ana katakan dalam berbagai hal, karena tidak berarti semuanya adalah sama, karena ulama salaf telah sepakat tidak membenarkan wanita menjadi kepala negara, karena demikianlah sebagaimana dalam hadits-hadits shahih).

Sehingga sikap kita dalam masalah ini adalah mengambil hukum sesuai dengan asasnya, lalu melakukan qiyas (analogi) yang benar sesuai illat-nya, tidak memperluasnya tetapi juga tidak menyempitkannya. Demikianlah mawaqif as-salafus-shalih, semoga ALLAH SWT meridhoi mereka semua. Jika dikatakan bahwa janji setia dalam ayat ini khusus bagi wanita dan berbeda dengan janji setia kaum laki-laki, maka hal tersebut tertolak dengan hadits shahih [9] yang diriwayatkan oleh Ubadah bin Shamit ra, ia berkata:

“Suatu hari Nabi SAW berkata dimana disekelilingnya ada sejumlah sahabat ra: “Marilah kalian semua berjanji setia kepadaku, yaitu bahwa kalian tidak akan syirik kepada ALLAH dengan sesuatupun, tidak akan mencuri, tidak akan berzina, tidak akan membunuh anak-anak kalian, tidak akan berdusta yang kalian ada-adakan antara tangan dan kaki kalian, dan tidak akan mendurhakaiku dalam hal kebaikan..” Lalu Ubadah ra berkata : “Aku berjanji setia pada beliau SAW berdasarkan ketentuan-ketentuan tersebut.” Demikianlah janji setia para sahabat tersebut sama dengan janji setia para sahabat wanita (shahabiyyah) dalam ayat di atas. ALLAHu ‘alam.

Jika dikatakan bahwa janji setia dalam ayat di atas adalah janji setia dalam urusan agama saja dan bukan masalah pemerintahan (politik), maka pernyataan tersebut tertolak, karena dalam ayat di tersebut bukan hanya memuat masalah agama (dalam arti sempit saja), melainkan juga masalah politik (agama dalam arti luas), berdasarkan salah satu isi dari janji setia dalam ayat tersebut di atas yaitu: “…DAN MEREKA tidak AKAN MENDURHAKAIMU dalam URUSAN KEBAIKAN…” (QS Al-Mumtahanah, 60/12), dan tafsirnya sebagaimana disebutkan dalam hadits shahih [10] yaitu sabda Nabi SAW : “Ketaatan itu hanya dalam urusan yang baik.” Dan ini adalah masalah kepemimpinan dalam negara dan politik. Ini juga diperkuat dengan berbagai peristiwa politik dalam sirah nabi SAW lainnya yang mengikutsertakan para wanita, di antaranya hadits keikutsertaan janji setia para wanita Anshar dalam peristiwa ‘Aqabah kedua, yaitu Ummu ‘Ammarah binti Ka’ab (wanita bani Mazin) dan Asma binti Amr bin Adi (salah seorang wanita Bani Salamah) – semoga ALLAH SWT meridhoi mereka berdua – [11]. ALLAHu a’lam.

Jika dikatakan : Benar, kami setuju bahwa para wanita tersebut berjanji setia dalam urusan politik bukan hanya urusan agama, tapi tetap kepergian mereka untuk berjanji setia tersebut semuanya adalah bersama para suaminya, jadi tidak merupakan hak mereka secara individu. Maka ana katakan bahwa pernyataan ini pun tertolak oleh atsar yang shahih, diantaranya berdasarkan riwayat dari Imam At-Thabari dari Ibnu Abbas ra[12] : “Demi ALLAH, mereka pergi bukan karena benci pada suaminya, demi ALLAH mereka pergi bukan karena tidak suka pada negerinya lalu ingin pindah ke luar negeri, demi ALLAH mereka pergi bukan karena mengejar dunia, demi ALLAH mereka tidak pergi selain karena mencintai ALLAH dan Rasul-NYA.” Dalam atsar ini dijelaskan secara eksplisit bahwa sebagian mereka pergi dengan tanpa suaminya, sehingga janji setia tersebut adalah untuk diri mereka sendiri. ALLAHu a’lam

3. KEIKUTSERTAAN WANITA DALAM JIHAD FII SABILILLAH

“Sesungguhnya laki-laki dan wanita yang muslim, laki-laki dan wanita yang mu’min, laki-laki dan wanita yang taat, laki-laki dan wanita yang benar, laki-laki dan wanita yang sabar, laki-laki dan wanita yang khusyu, laki-laki dan wanita yang bershadaqah, laki-laki dan wanita yang shaum, laki-laki dan wanita yang memelihara kehormatannya, laki-laki dan wanita yang banyak mengingat ALLAH, maka ALLAH telah menyiapkan bagi mereka ampunan dan pahala yang besar.” (QS Al-Ahzab, 33/35)

Imam Ibnu Katsir dalam tafsirnya [13] menyebutkan riwayat dari Ibnu Abbas ra [14] bahwa ayat ini turun berkenaan dengan pertanyaan para wanita: “Mengapa dalam Al-Qur’an disebutkan para laki-laki sementara para wanita tidak?” Maka turunlah ayat ini. Imam Al-Qurthubi menambahkan dalam tafsirnya [15] bahwa makna al-qanuut diantaranya adalah ath-tha’aat fil makrah wal mansyath (ketaatan baik dalam malas maupun semangat).

Islam tidak membedakan kaum muslimah dengan kaum muslimin dalam jihad melawan kuffar, dalam hadits yang diriwayatkan oleh seorang sahabat wanita terkemuka Ar-Rubayyi’ binti Mu’awwidz ra berkata [16]: “Kami pernah bersama nabi SAW dalam peperangan, kami bertugas memberi minum para prajurit, melayani mereka, mengobati yang terluka, dan mengantarkan yang terluka kembali ke Madinah.” Jika dikatakan bahwa hadits tersebut hanya dalam peperangan yang dekat-dekat dengan Madinah saja dan tidak ke luar negeri, maka hal tersebut terbantah dengan hadits Ummu Haram ra, yang diriwayatkan oleh Anas bin Malik ra [17], dimana ia berkata:

“Nabi SAW bersabda : “Sejumlah orang dari ummatku menawarkan dirinya sebagai pasukan mujahid fi sabiliLLAH. Mereka mengarungi permukaan lautan bagaikan raja-raja di atas singgasananya.” Lalu tiba-tiba Ummu Haram ra berkata: “Ya RasuluLLAH, doakan saya termasuk diantara mereka itu.” Lalu Nabi SAW mendoakannya…”

Maka ketahuilah jika hal tersebut (berjihad) terlarang bagi para wanita, maka tidaklah Nabi SAW akan mendoakan Ummu Haram ra, yang jihadnya tersebut sampai jauh ke luar negeri. ALLAHu a’lam

Ketahuilah ikhwah wa akhwat fiLLAH sekalian, jika jihad perang (qital) saja dibolehkan bagi para wanita, apalagi yang lebih rendah bahayanya dari itu, seperti ikut serta mendengarkan pidato politik dari pemimpin di lapangan/tempat terbuka, sebagaimana hadits AbduLLAH bin Rafi’ dari Ummu Salamah ra [18] bahwa suatu ketika Ummu Salamah ra sedang disisir, lalu terdengar Nabi SAW berseru dari atas mimbar: “Ayyuhan Naas!” Maka Ummu Salamah ra berkata pada tukang sisirnya: “Rapikan segera rambutku [19]!” Pembantunya berkata: “Seruan itu hanya untuk kaum laki-laki dan bukan kaum wanita.” Maka jawab Ummu Salamah ra: “Aku juga adalah seorang manusia (an-naas)!”

Jika dikatakan bahwa hukum tersebut khusus untuk mendengar pidato politik dari qiyadah-’ulya (pemimpin negara) saja dan bukan pemimpin selainnya, maka hal tersebut dibantah oleh hadits Zainab ra dalam diskusinya dengan khalifah Abubakar ra yang diriwayatkan oleh Qays bin Abu Hazim ra [20] dimana ia ra bertanya: “Siapakah yang disebut para pemimpin itu?” Jawab Abubakar ra: “Bukankah kaummu memiliki para pembesar dan tokoh yang apabila mereka memerintahkan sesuatu lalu kaumnya mentaatinya?” Jawab Zainab: “Ya, benar.” Kata Abubakar ra: “Mereka itulah pemimpin bagi semua orang.”

Jika dikatakan bahwa mengapa AL-IKHWAN membiarkan para akhwat muslimah ikut memutuskan masalah-masalah politik dan tidak memberikan hak tersebut sepenuhnya pada laki-laki? Maka ana jawab bahwa hal tersebut pun sering dilakukan pada masa Nabi SAW dan Salafus Shalih, di antaranya yang paling terkenal adalah saran Ummu Salamah ra pada Nabi SAW dalam mengatasi masalah politik (yaitu ketidaktaatan para sahabat ra) di hari Hudhaibiyyah [21], lalu saran Ummu Sulaim ra pada Nabi SAW saat peperangan Hunain [22], dll. Jika dikatakan bahwa hal tersebut khusus bagi Nabi SAW saja, maka ana jawab tidak demikian, lihat juga hadits saran Hafshah ra pada saudaranya (Ibnu Umar ra) setelah peristiwa penusukan Umar ra di mesjid [23], juga sarannya saat perang antara Ali ra dan Mu’awiyyah ra [24], teguran Asma binti Abubakar ra pada Al-Hajjaj bin Yusuf ats-Tsaqafi [25]. ALLAHu a’lam.

Demikianlah, sebagian hadits dan atsar salafus shalih dalam masalah ini (musyarakah siyasiyyah lin nisaa’ / keterlibatan wanita dalam masalah politik) baik di dalam ruangan (seminar, diskusi politik, memutuskan perkara-perkara politik ummat) maupun di luar ruangan (berdemonstrasi, dan sebagainya), bahkan para sahabat ra tidak mengingkari keterlibatan Ummul Mu’minin ra dalam peperangan Jamal, dan sebagian diantara mereka ikut dalam pasukannya [26]. Sepanjang semua itu dilakukan dengan menjaga etika syariat (adabusy-syar’iyyah), seperti tidak bersentuhan lelaki dengan wanita, tidak saling memandang dan menikmati, atau bercanda dengan yang bukan mahram-nya, dan seterusnya. Demikian ukhti al-muslimah, ALLAHu a’lamu bish Shawab…

REFERENSI:

[1] Fathul Bari’ Syarah Shahih Bukhari, III/425

[2] Fathul Bari’, VIII/186

[3] Ibid, hal 187-189. Lih. Juga Ad-Durar fi Ikhtishar Al-Maghazi was Siyar, Ibni Abdilbarr, hal. 21-25.

[4] HR Bukhari, Kitab Syarat, Bab Syarat dan Hukum yang Dibolehkan dalam Islam dan Pemjanji setiaan, VI/240.

[5] HR Bukhari, Kitab Shalat, Bab Tidurnya seorang wanita di mesjid, II/79.

[6] Fathul Bari’, II/81

[7] At-Thabaqat Al-Kubra’, Ibnu Sa’d, VIII/276 dan 313; juga Ad-Durar fi Ikhtishar al-Maghazi was Siyar, Ibni Abdilbarr, hal. 45-47.

[8] HR Bukhari, Kitab Syarat, Bab Syarat2 dalam Berjihad dan Berdamai, VI/281.

[9] HR Bukhari, Kitab Manaqib, Bab Delegasi Anshar kepada Nabi SAW dan Janji setia ‘Aqabah, VIII/222.

[10] HR Bukhari, kitab Hukum2, Bab Patuh dan Taat pada Imam Selama tidak Menyangkut Maksiat. XVI/241; HR Muslim, Kitab Kepemimpinan, Bab Kewajiban Mentaati Pemimpin pada Hal yang Bukan Maksiat dan Haram Mentaati Mereka dalam Soal Maksiat, VIII/220.

[11] Fathul Bari’, VIII/220.

[12] Fathul Bari’, XI/345

[13] Mukhtashar Libni Katsir, Ash-Shabuni, III/123

[14] Ibid, haditsnya di-takhrij oleh Imam Ibnu Jarir dari Ibnu Abbas ra.

[15] Tafsir Ahkamil Qur’an, XIV/163

[16] HR Bukhari, Kitab Jihad, Bab Kaum Wanita Merawat Orang yang Terluka dalam Peperangan, VI/420.

[17] HR Bukhari, Kitab Jihad, Bab Mendoakan Supaya Bisa Berjihad dan Mati Syahid baik bagi Pria maupun Wanita, VI/350; HR Muslim, Kitab Kepemimpinan, Bab Keutamaan Berperang di Laut, VI/50.

[18] HR Muslim, Kitab Keutamaan, Bab Menetapkan Telaga Nabi SAW dan Sifat2nya, VII/67.

[19] dalam riwayat lain : Minggirlah segera dariku! (Ibid).

[20] HR Bukhari, Kitab Manaqib, Bab Hari2 Jahiliyyah, VIII/149.

[21] HR Bukhari, Kitab Syarat, Bab Syarat2 dalam Berjihad dan Berdamai dengan Musuh, VI/257, 269, 276.

[22] HR Muslim, Kitab Jihad, Bab Kaum Wanita Berperang Bersama Kaum Pria, V/196.

[23] HR Muslim, Kitab Kepemimpinan, Bab Menunjuk Khalifah dan Membiarkannya, VI/5.

[24] HR Bukhari, Kitab Peperangan, Bab Perang Khandaq/Ahzab, VIII/466.

[25] HR Muslim, Kitab Keutamaan2 Shahabat, Bab Kebohongan Bani Tsaqif dan Kecurangannya, VII/190.

[26] HR Bukhari, Kitab Cobaan, Bab Utsman bin Haitsam Menceritakan Kepada Kami, XVI/167.


Sumber:

http://www.al-ikhwan.net/keikutsertaan-wanita-muslimah-dalam-aktifitas-politik-pada-era-nabi-muhammad-saw-33/


Suara Dari Dalam Hati: Renungan tentang Ukhuwah, Tajarrud dan Tsiqah

Rating:★★★★
Category:Other
Oleh Prof. DR. Mohammed Badi’

Penerjemah: Abu ANaS

TSIQOH terhadap janji ALLAH dan dukungannya…
apakah sudah bergeser rukun ini?!
Marilah kita bangkit untuk memeliharanya dan memperbaiki apa yang telah terjadi..

Tsiqah terhadap perlindungan Allah pada jamaah yang penuh berkah ini yang mana kita hidup di dalamnya dengan penuh keberkahan dan keikhlasan, sehingga tumbuh benih di dalamnya diiringi doa bagi siapa yang mencintainya, dan kita bahagia berada di bawah naungannya, dan kita telah menyaksikan dan mendengar akan pengorbanan para penerusnya baik laki-laki maupun wanita, yang belia maupun yang dewasa; mereka mengorbankan harta dan jiwa mereka di jalan Allah dan sama sekali mereka tidak merasa lemah dan tidak pernah menyerah

فَالَّذِينَ هَاجَرُوا وَأُخْرِجُوا مِنْ دِيَارِهِمْ وَأُوذُوا فِي سَبِيلِي وَقَاتَلُوا وَقُتِلُوا لأكَفِّرَنَّ عَنْهُمْ سَيِّئَاتِهِمْ وَلأدْخِلَنَّهُمْ جَنَّاتٍ تَجْرِي مِنْ تَحْتِهَا الأنْهَارُ

“Maka orang-orang yang berhijrah, yang diusir dari kampung halamannya, yang disakiti pada jalan-Ku, yang berperang dan yang dibunuh, pastilah akan Ku-hapuskan kesalahan-kesalahan mereka dan pastilah aku masukkan mereka ke dalam surga yang mengalir sungai-sungai di bawahnya”.
(Ali Imran:195).

Bukankah ada sebagian dari jamaah ikhwanul Muslimin yang hijrah dan diusir dari rumah dan tempat tinggal mereka?

Bukankah ada diantara mereka yang disiksa dan dihukum mati?

Bukankah diantara mereka ada yang berjihad melawan penjajahan, pendudukan zionis dan pasukan salib, lalu ada yang berhasil membunuh dan terbunuh?

Bukankah ada diantara mereka yang mati syahid di bawah pecutan penyiksaan? Ada yang digantung diatas tiang gantungan? Sama sekali tidak ada kesalahan yang mereka lakukan kecuali hanya mengatakan Tuhan kami adalah Allah?!

Bukankah ada diantara mereka yang menjadi orang yang lemah, menjanda, dan yatim, dan ada diantara mereka yang tetap bersabar baik laki-laki maupun wanita berada di dalam penjara dan penangkapan sepanjang pertikaian antara yang hak dan bathil di semua tempat?!

Inilah jamaah kita…
dan begitulah kemuliaannya…
Demikianlah sejarah kita…

APAKAH MASIH ADA KERAGUAN AKAN TSIQOHMU TERHADAP JAMAAH INI???

APAKAH MASIH ADA KERAGUAN AKAN TSIQOHMU TERHADAP MANHAJ DAN USLUB JAMAAH INI???

Bahwa kami senantiasa mengikuti manhaj yang bersih sebagai undang-undang yang paten untuk merubah politik dan mengembalikan hak dan kemerdekaan.

Apakah masih ada keraguan terhadap tsiqah pada inti perubahan –dan juga terhadap sarana-sarana eksternal- ketahuilah bahwa ini merupakan sarana perubahan internal yang ada dalam jiwa; untuk memperbaiki apa yang ada padanya dengan Allah SWT, terhadap dirinya dengan ikhwannya, terhadap dirinya dengan umat manusia seluruhnya bahkan terhadap dirinya dengan alam semesta sehingga menjadikannya sebagai kebenaran sebagaimana yang dimiliki oleh Rasululullah saw sebagai pembawa rahmat bagi semesta alam?!

Marilah kita bangkit memelihara rukun ini dan memperbaiki apa yang telah terjadi.

Kemudian tsiqah terhadap qiyadahmu.. marilah kita berikan nasihat untuk mereka karena ia merupakan agama; karena AGAMA ADALAH NASIHAT, dan dapat dimulai pada para pemimpin umat Islam dan masyarakat secara umum. Karena itu TSIQOH BUKAN BERARTI PENGKULTUSAN dan BUKAN BERARTI TIDAK ADA NASIHAT, BUKAN BERARTI ADA TUDUHAN YANG TIDAK BERDASAR, bukan berarti tidak berfikir pada sesuatu yang lebih baik, karena kita akan diberikan ganjaran terhadap pemikiran yang lebih baik, bahkan sekalipun dihadapan Rasulullah saw seperti yang terjadi pada perang Badr.

Adapun tajarrud adalah timbangan internal yang sangat sensitive sekali, membersihkan jiwa dari hawa nafsu dan tidak cenderung pada sisi kanan atau sisi kiri…

يَا دَاوُدُ إِنَّا جَعَلْنَاكَ خَلِيفَةً فِي الأرْضِ فَاحْكُمْ بَيْنَ النَّاسِ بِالْحَقِّ وَلا تَتَّبِعِ الْهَوَى فَيُضِلَّكَ عَنْ سَبِيلِ اللَّهِ إِنَّ الَّذِينَ يَضِلُّونَ عَنْ سَبِيلِ اللَّهِ

“Hai Daud, Sesungguhnya Kami menjadikan kamu khalifah (penguasa) di muka bumi, Maka berilah keputusan (perkara) di antara manusia dengan adil dan janganlah kamu mengikuti hawa nafsu, karena ia akan menyesatkan kamu dari jalan Allah”. (Shad:26)

Tajarrud dalam mengeluarkan hukum (kebijakan)..

Apakah anda telah mencobanya saat menghadapi berbagai permasalahan pada dirimu? Bagaimanakah pertimbanganmu? Apakah anda mendengar dua sisi permasalahan dengan logika seorang jaksa yang memegang tegas prinsip keadilan?

Apakah anda menyadari bahwa jika terjadi kesalahan dalam suatu kebijakan maka kembali pada pertimbangan untuk memperbaikinya adalah solusi yang tepat?

مرني بحسن الأداء، ومُرْه بحسن الطلب

“Perintahkan saya untuk selalu baik menunaikannya, dan perintahkan pada dirinya untuk selalu baik dalam menuntut”

Itulah wasiat Rasulullah saw, tahukah engkau untuk siapakah wasiat tersebut? Itu adalah untuk Umar bin Al-Khattab, khalifah yang adil. Maka bagaimanakah dengan kita?!

Ya Allah anugrahkanlah kepada kami kejujuran dalam berkata-kata, keikhlasan dalam beramal, kebenaran pada saat marah dan ridha, berjihad di jalan Allah, tidak takut karena Allah terhadap celaan orang yang mecela sampai kami dapat berjumpa dengan Tuhan kami dalam berukhuwah yang saling mencintai, bukan dalam kesesatan dan menyesatkan, tidak dalam kehinaan dan penyesalan, tidak berubah, tidak memfitnah dan membawa fitnah. Amin, amin ya rabbal alamin.

sumber:

http://www.al-ikhwan.net/suara-dari-dalam-hati-14-renungan-tentang-ukhuwah-tajarrud-dan-tsiqah-2-4100/

Senin, 29 November 2010

[Kompilasi Iseng] Opera Sakit Hati

Sekian lama mendung masih disini
Belum permisi tinggalkan pengap didada
Kecewanya hatiku hilangkan relung hati

Kembalikan lagi senyumku yang manis seperti dulu
Ku rasa kini aku tertahan
Menahan luka yang amat dalam

Kembalikan lagi senyumku aku tak betah begini
Semenjak hati dan jiwa luka
Ku kehilangan senyum

Hampa kesal dan amarah
S'luruhnya ada dibenakku
Tandai seketika

Kuingin marah, melampiaskan tapi kuhanyalah sendiri disini
Ingin kutunjukkan pada siapa saja yang ada
Bahwa hatiku kecewa...

Kamu takkan mengerti rasa sakit ini

Tak mau lagi aku percaya
Pada semua kasih sayangmu
Tak mau lagi aku tersentuh
Pada semua pengakuanmu

Pergilah kau
Pergi dari hidupku
Bawalah semua rasa bersalahmu
Pergilah kau
Pergi dari hidupku
Bawalah rahasiamu yang tak ingin kutahui

Tak mau lagi aku terjerat
Pada semua janji-janjimu
Tak mau lagi aku terkait
Pada semua permainanmu

Mungkin pernah ku menangis
mungkin diriku pernah tersakiti
namun diriku kini kembali
coba nikmati indahnya dunia
tiada lagi bayangan dirimu
yang selalu mencoba menahanku

Bersama mentari ku bernyanyi
mewarnai hari-hari
bersama pelangi ku menari
menyambut bebasnya hati ini
tiada lagi yang mampu menghalangi
aku takkan berhenti melangkah
'cause i'm moving on

Kumeniti pelangi
Dan kuarungi misteri
Tanggalkan mimpi

Kuingin mencari
Kedamaian yang abadi
Di hati ini ..

Created by:
Melly Goeslaw [Kembalikan Lagi Senyumku]
Bunga Citra Lestari [Kecewa]
Sherina [Pergilah Kau]
Andien [Moving On; Meniti Pelangi]

Rabu, 24 November 2010

Bertahan karena Didekap Ukhuwah

Bismillaahirrohmaanirrohiim

Assalamu'alaikum Wr Wb,

Seseorang pernah berujar, jika keimanan membuatmu bergerak, maka ukhuwah yang membuatmu bertahan. Sebuah quote yang membuatku merenung beberapa saat, membuat pikiranku menerawang ke beberapa tahun silam. Tiba-tiba ingatanku kembali menghadirkan saudara-saudariku seperjuangan dulu, para ikhwah militan, mereka yang berada di garda terdepan dalam perjuangan. Yaa.. mereka... orang-orang yang telah bergerak demikian gesit disaat aku masih merangkak dan belajar berdiri, mereka yang telah berlari disaat aku masih tertatih, mereka yang jauh lebih awal menapaki jalan ini. Kini, ku hadirkan kembali mereka dalam memoriku, beberapa kini sudah terbang lebih tinggi, melesat dalam pergerakan dakwah yang semakin dinamis, mereka lah yang istiqamah... Lalu sebagian lagi kini entah ada dimana, adakah dunia telah mengalihkan idealismenya? Begitu murahkah surga baginya hingga ia rela menukarkan dengan kerajaan dunia? Dunia yang begitu menyibukkan hingga waktumu tak lagi tersisa untuk memikirkan tentang dakwah? 

Ahh,, tidak, aku tahu, aku tahu, kalian yang berpaling dari jalan ini dan memilih jalan yang lain. Jalan itu terlihat lebih mulus, lebih nyaman, lebih menyenangkan bukan? Apalagi di sana kamu menemukan saudara-saudara baru yang mau mendengarkan keluh kesahmu, di sana kamu menemukan saudara-saudara yang bersedia ada untukmu setiap saat, di sana kamu menemukan saudara-saudara yang lebih memahamimu, betul kan? Sedangkan kami di sini, saudara-saudaramu di jalan ini, terlalu sibuk dengan tumpukkan amanah, terlalu sibuk dengan jadawal syuro, terlalu sibuk dengan agenda-agenda, hingga kami lupa sekedar untuk menanyakan kabarmu,, sekedar untuk menyapamu, apalagi untuk bisa mendengarkan isi hatimu... Aahhhh,, aku tahu ini semua kesalahan kami, padahal dalam arkanul baiah termaktum kata 'ukhuwah', namun ternyata kami masih gagal menunaikannya terhadap saudara seperjuangan kami sendiri. Hingga kini, kalian pergi mencari saudara-saudara lain yang bisa memenuhi hak ukhuwahnya... 

Benarlah jika dikatakan ukhuwah mampu membuat seseorang bertahan, tanpa ukhuwah di saat paling penat, di saat futur melanda siapa yang akan mengingatkanmu? siapa yang bisa merangkulmu? 

Sebuah tamparan keras untukku, ternyata begitu banyak hak-hak saudariku yang belum mampu ku tunaikan.. Adakah kepergiannya dari jalan ini adalah karena andil kita? Dia yang yang penat dengan amanah yang begitu menumpuk dan kita yang masih bisa tidur berjam-jam? Dia yang terlalu lelah dan kita yang tak mau peduli, hingga ia pun berlari pergi....
Atau mungkin kita yang membiarkannya menjadi pengangguran dakwah hingga dia punya banyak kesempatan untuk lalai hingga futur dan tak ingin kembali lagi?

"Maukah kalian aku tunjukkan akhlak yang paling mulia di dunia dan akhirat? Memberi maaf orang yang mendzolimi, memberi orang yang menghalangimu dan menyambung silaturrahim orang yang memutuskanmu." (HR. Baihaqi)

"Maukah kalian aku tunjukkan amal yang lebih lebih besar pahalanya daripada shalat dan shaum?" Sahabat menjawab, " Tentu saja!' Rasulullah pun kemudian menjelaskan, " engkau damaikan yang bertengkar, menyambungkan persaudaraan yang terputus, mempertemukan kembali saudara-saudara yang terpisah, menjembatani berbagai kelompok dalam Islam, dan mengukuhkan ukhuwah di antara mereka, (semua itu) adalah amal yang besar pahalanya. Barangsiapa yang ingin dipanjangkan usianya dan dibanyakkan rezekinya, hendaklah ia menyambungkan tali persaudaraan." (HR. Bukhori-Muslim)

Dari hadits di atas dapat direnungkan bahwa betapa besar nilai sebuah jalinan persaudaraan. Karena itu, memperkokoh pilar-pilar ukhuwah islamiyah merupakan tugas penting bagi kita.

Agar ruh ukhuwah tetap kokoh, rahasianya terletak pada sejauhmana kita mampu bersungguh-sungguh menata kesadaran untuk memiliki kalbu yang bening bersih dan selamat. 

Sekarang, mari tanyakan kepada diri sendiri, adakah kita saat ini tengah merasa tidak enak hati terhadap adik, kakak, atau bahkan ayah dan ibu sendiri? Adakah saat ini kita masih menyimpan kesal kepada teman? Adakah saat ini kita masih menyimpan rasa ghill terhadap saudara seiman sesama ikhwah?

Kemuliaan akhlak tidak akan pernah berpadu dengan hati yang penuh dengki, iri, ujub, riya, dan takabbur. Di dalam qalbu yang kusam dan busuk inilah justru tersimpan benih-benih tafarruq (perpecahan) yang mengejawantahkan dalam aneka bentuk permusuhan dan kebencian terhadap sesama muslim.

Nyatanya, kekuatan ukhuwah hanya bisa dibangkitkan dengan kemuliaan akhlak. Oleh karena itu, kita amat merindukan pribadi-pribadi yang menorehkan keluhuran akhlak.

Tatapan matanya adalah tatapan bijak bestari sehingga siapa pun niscaya akan merasakan kesejukan dan ketentraman. Wajahnya adalah cahaya cemerlang yang sedap dipandang lagi mengesankan karena menyemburatkan kejujuran itikad. 

Senyumnya tak pernah lekang menghias bibirnya  adalah sedekah yang jauh lebih mahal nilainya daripada intan mutiara. 

Tak akan pernah terucap dari lisannya, kecuali untaikan kata-kata yang penuh hikmah, menyejukkan, membangkitkan keinsyafan, dan meringankan beban derita siapapun yang mendengarkannya.

Jabat tangannya yang hangat adalah jabat tangan yang mempertautkan seerat-eratnya dua hati dan dua jiwa yang tiada terlepas, kecuali diawali dan diakhiri dengan ucapan salam. Kedua tangannya teramat mudah terulur bagi siapa pun yang membutuhkannya. Bimbingan kedua tangannya selalu bermuara di majelis-majelis yang diberkahi Allah.

Memiliki qalbu yang bersih dan selamat agar kita mampu mengevaluasi diri dengan sebaik-baiknya dan menatap jauh ke depan agar Islam benar-benar dapat termanifestasikan menjadi Rahmatan Lil 'aalamiin dan umat pemeluknay benar-benar menjadi "sebaik-baik umat" yang diturunkan di tengah-tengah manusia. Wallhu a'lam



Bogor, 25 November 2010

11:11 AM

-Bunga Karang-

Minggu, 21 November 2010

Positiveness dan Akibat Melubangi Kapal

Rating:★★★★★
Category:Other
Mukadimah

Positiveness perseorangan merupakan sesuatu yang terpuji jika dituangkan dalam positiveness jamaah. Kharisma perseorangan merupakan tuntutan jika memberi sumbangan dalam membangun kharisma organisasi. Dalam rangka mempersofikasi nilai-nilai ini, Rasulullah SAW menyuguhkan perumpamaan indah kepada kita yang menggambarkan adanya TANAZU' (tarik menarik, kontradiksi) antara positiveness perseorangan dan positiveness jamaah. Beliau juga menyuguhkan ‘ilaj nabawi yang mujarab yang meleburkan egoisme perseorangan ke dalam kemanfaatan organisasional, yang bertolak dari munthalaq tarbawi yang memberikan hak pribadi secara sempurna dan tanpa dikurangi, namun sekaligus menggebuk tangan pribadi itu dengan kuat jika thumuhat (obsesi)-nya menjadi besar yang berakibat melampaui legalitas jamaah dan hak jamaah dalam merealisasikan hasil-hasil umumnya.


Empat Peringatan:

Tidak ada seorang pun hidup di alam ini sendirian, walaupun ia dipenjara seorang diri di dalam sebuah sel gelap. Setiap individu hendaklah memahami bahwa Allah SWT menciptakan manusia agar saling ta’aruf (mengenal), ta’awun (bantu membantu), tadhamun (solider) dan sebagian mereka memberikan khidmah (pelayanan) kepada yang lain.

Sebagian manusia terhadap yang lainnya, baik Arab maupun non Arab, saling memberikan khidmah. Walaupun tidak mereka rasa
(Sebagaimana pernyataan seorang penyair)

Hanya saja, sebagian individu mempunyai ego berlebih, mereka selalu merasa –menurut diri mereka sendiri- yang terbaik, paling afdhal, paling pintar, dan paling berhak –dibanding yang ada- untuk menjadi qiyadah, pelopor, memberi kesaksian, dan memimpin, termasuk kalau saja kapasitas mereka belum sampai pada level berbagai tanggung jawab ini, bahasa hal-nya selalu mengatakan –di mana pun- pernyataan yang pernah dilontarkan oleh professor filsafat egoisme, yaitu Iblis saat mengira bahwa unsur api lebih baik daripada unsur tanah, maka ia berkata, “aku lebih baik dari padanya (Adam AS), Engkau ciptakan aku dari api, sementara Engkau ciptakan dia (Adam AS) dari tanah”. [Al-A'raf: 12], [Shad: 76].

Termasuk walaupun ia tidak memaksudkan khairiyah (sisi unggul kebaikan)-nya dalam arti unsur, sebab ia meyakini dalam dirinya al-khairiyah al-hadhariyyah (sisi kebaikan peradaban) yang memberinya kelayakan untuk memunculkan berbagai cara kreatif dalam menyelesaikan berbagai problem dan melewati berbagai aqabat (rintangan) sebagaimana yang “diusulkan” oleh salah seorang penumpang kapal yang digambarkan dalam hadits Nabi SAW, yaitu dari An-Nu’man bin Basyir RA dari Rasulullah SAW, beliau bersabda,

“Perumpamaan seseorang yang komitmen berada dalam batas-batas Allah dan yang terperosok ke dalamnya adalah semisal satu kaum yang mengundi pada sebuah kapal, maka sebagian mereka mendapatkan tempat di bagian atas kapal dan sebagiannya mendapatkan bagian di bagian bawah kapal. Orang-orang yang berada pada bagian bawah kapal, jika mengambil air mesti melewati orang-orang yang berada di bagian atas, lalu mereka berkata: ‘kalau saja kita membuat lubang pada jatah kita, sehingga kita tidak mengganggu yang di atas kita’, maka, jika mereka membiarkan maksud membuat lubang itu, niscaya seluruh penumpang kapal akan celaka, dan jika mereka memegang tangan yang bermaksud membuat lubang itu, niscaya mereka yang membuat lubang selamat dan selamat pula seluruh penumpang kapal”. (HR. Bukhari dan Muslim)


Jika berbagai riwayat hadits ini kita himpun –dengan perbedaan redaksinya, namun tetap menegaskan satu makna- kita akan melihat satu “kanvas kenabian” yang indah yang memuat puluhan pelajaran tarbawi yang hari ini sangat kita perlukan, namun, saya hanya akan memberikan isyarat kepada empat pelajaran saja yang secara langsung mempunyai hubungan dengan tema ijabiyah, sementara pelajaran-pelajaran lain kita tinggalkan terlebih dahulu sampai datang momentumnya yang tepat pada kesempatan yang lain.


Pelajaran I: Anda Menjadi Penumpang Bersama Kami

Ya, semua kita adalah musafir, dan semua kita adalah penumpang sebuah kapal. Sangat tidak logis kalau kapal itu tidak memiliki nakhoda. Dan menjadi suatu bentuk kegilaan dan kepandiran jika nakhoda kapal itu lebih dari satu,

“Jika di langit dan di bumi ada banyak Tuhan selain Allah, hancur binasalah langit dan bumi itu”.

Dan sudah menjadi sunnatullah, musafir itu berbeda-beda kelasnya, kelas I, II, III dan kelas terakhir. Posisinya pun juga berbeda, ada yang di depan, belakang, sisi kanan, sisi kiri, tengah, di atas dan di bawah. Service dan fungsinya juga berbeda, ada nakhoda, pembantu nakhoda, penanggung jawab kenyamanan penumpang, distributor koran, makanan dan minuman, security, pengatur lalu lintas perjalanan di dalam kapal, … dst.

Ada juga penumpang yang memanfaatkan waktu luang perjalanan untuk “menjual” berbagai hadiah. Ada juga yang memanfaatkan keberadaan “beberapa tokoh terkenal” untuk berkenalan dengan mereka, tukar menukar kartu nama, nomor telepon, dan alamat tinggal. Ada juga yang sedang bernasib mujur, maka ia dapatkan seorang “tetangga” yang merupakan peluang seumur hidup, lalu ia tidak menyia-nyiakan kesempatan tersebut. Dan seterusnya.

Yang penting, semua itu tadi adalah logis dan dapat diterima, dan semua itu merupakan tabiat sebuah perjalanan dan konsekuensi dari ta’aruf dan manfaat lain dari sebuah perjalanan.

Hanya saja ada sebagian penumpang yang memiliki ego berlebih yang melampaui semua hal yang wajar dan maqbul tadi, di mana ia melakukan berbagai percobaan untuk memaksakan “keinginannya” kepada semua penumpang, termasuk kepada kru kapal. Upaya-upaya kekanak-kanakan ini seringkali tampil dalam berbagai bentuk, namun, intinya sama, yaitu: mengganggu kenyamanan kehidupan orang-orang yang sedang bepergian. Di antara bentuk-bentuk ini ialah:

• Percobaan menyusup ke dalam kabin kendali untuk mengganggu nakhoda dan berusaha ikut terlibat dalam mengendalikan kapal, pertama dengan cara ngledek sang nakhoda sebagai pimpinan yang gagal …

• Berusaha menempati kursi yang bukan haknya, misalnya ingin menduduki kelas I. tujuannya adalah untuk menciptakan kekacauan dalam organisasi kapal. Juga untuk menanamkan kesan negatif terhadap kemampuan pengelola kapal dalam menunaikan hak kepada yang empunya .. dan juga dalam menempatkan penumpang sesuai dengan kelasnya ..

• Berusaha melubangi kapal untuk mengambil air dengan mudah dari bawah kakinya, agar ia tidak capek-capek naik turun untuk keperluan air ini …

• Mondar mandir secara mencolok di antara para penumpang, berjalan ke sana kemari, menimbulkan berbagai suara gaduh, mengarang berbagai cerita dan mengobral berbagai isu untuk menciptakan kekacauan di tengah-tengah penumpang, dan terkadang sampai ke tingkat menciptakan tasykik (keraguan) tentang keselamatan kapal, atau tasykik tentang kemampuan dan kecakapan sang nakhoda dan kru-nya, atau tasykik terhadap peta perjalanan, arah yang dituju, posisi dan tujuan .. yang intinya adalah mengesankan kepada para penumpang bahwa perjalanan yang ditempuh telah mengalami inhiraf (penyimpangan) dari jalur yang seharusnya ditempuh … dst.


Banyak upaya dilakukan, yang terpenting bagi kita adalah nash (teks) yang ada dalam hadits nabi yang menjadi kajian kita, yang intinya adalah bahwa pemilik gagasan “membuat lubang” lupa bahwa ada ribuan penumpang bersama dengannya dalam point yang disebutnya jatah-nya itu. Padahal, kursi yang Anda duduki bukanlah milik Anda secara utuh. Dan Anda tidak memiliki kebebasan mutlak yang bisa seenaknya menyelonjorkan kaki, sehingga mengganggu yang di belakang Anda, depan Anda, dan samping Anda, yang mana mereka juga memiliki “hak” atas lokasi yang telah disediakan untuk setiap penumpang.


Hadits nabi menyatakan, “Lalu mereka berkata: ‘kalau saja kita membuat lubang pada jatah kita…’. Pertanyaannya: adakah seorang penumpang bersama jamaah mempunyai jatah? Khusus dalam sebuah kendaraan perjalanan? Dan apakah seseorang yang tanggung jawabnya adalah menakhodai kapal, mencukupkan diri dengan sekedar memegang kendali kemudi, menginjak pedal gas dan ream? Adakah orang yang bertanggung jawab atas makanan dan minuman penumpang cukup membagikannya kepada kelas I saja? Adakah termasuk hikmah jika para penumpang mendiamkan saja sikap orang-orang yang ingin melubangi kapal, lubang pada titik yang diyakininya sebagai jatah-nya itu dengan alasan supaya tidak mengganggu penumpang yang di atasnya atau yang berada di sampingnya?

Jawaban atas berbagai pertanyaan ini datang dalam sebuah kalimat yang sangat mendalam dari sang murabbi pertama, yaitu Rasulullah SAW, saat beliau bersabda, “ maka, jika mereka memegang tangan yang bermaksud membuat lubang itu, niscaya mereka yang membuat lubang selamat dan selamat pula seluruh penumpang kapal”

Subhanallah!!

• Mereka telah menyelamatkannya, dengan cara memegang tangan yang bermaksud membuat lubang dan mencegahnya melakukan pelubangan. Dan dengan cara ini, mereka telah menyelamatkan diri mereka, dengan sebuah kerja ta’awun

• Namun, jika mereka diam (membiarkan), mungkin karena takut, atau tamak, maka pembiaran ini akan mencelakakan sang pelaku pelubangan dan berdampak pula bagi kecelakaan yang lainnya, sebab mereka menumpang di kapal yang sama

Tidakkah sudah saya katakan: Kita ini menumpang satu kapal? Tidakkah telah aku katakan: Pukul tangan setiap orang yang bermaksud membuat lubang dalam kapal, maka, dengan memukul ini akan terwujudlah kemaslahatannya dan kemaslahatan semua penumpang?! Kemudian yang terakhir, tidakkah telah aku katakan kepada pemilik gagasan melubangi kapal: Bahwa kami menjadi penumpang bersamaku wahai saudaraku, dan engkau pun menjadi penumpang bersama kami wahai saudaraku!


Pelajaran II: Mas-ul Perjalanan Tidak Sama Dengan Penumpang

Ada perbedaan mencolok antara mas-ul perjalanan dengan penumpang.
Bagi penumpang, yang terpenting baginya adalah tiga hal asasi, sebab ia inilah haknya, sedangkan selebihnya bersifat tambahan

1. Yang terpenting baginya adalah mendapatkan kenyamanan dalam perjalanan, baik dari sisi rehat maupun service.

2. Yang terpenting baginya adalah semua haknya terpenuhi, dimulai dari hak atas tempat duduknya yang sah

3. Yang terpenting baginya adalah sampai ke tujuan dengan selamat dan membawa keberuntungan

Jika pengelola perjalanan berbaik hati memberikan tambahan service, lalu mereka memberikan berbagai hadiah, peta negara tujuan, bantuan money changer, alamat berbagai hotel dan tempat-tempat wisata dan budaya … dst, maka semua ini lebih baik dan menarik simpati pelanggan baru, dan bisa jadi hal ini menjadi model iklan yang membuat sang pengelola semakin populer dan menjadi pilihan penumpang untuk perjalanan selanjutnya, jika mereka terus menjaga kualitas pelayanan yang bagus ini.

Jika semua hal di atas adalah hak setiap penumpang, maka perlu diketahui bahwa penumpang juga memiliki kewajiban. Di antaranya: menghormati tata tertib dan aturan biro perjalanan dan cara kerjanya. Terlebih lagi adalah menghormati orang-orang yang mengorganisir perjalanan mereka dan juga kepada mereka yang memberikan pelayanan kepada seluruh penumpang.

Juga kepada mereka yang bertanggung jawab atas kenyamanan dan keamanan perjalanan mereka … agar aspek keamanan dan kenyamanan dapat direalisasikan

Jika muncul dari para penumpang –walaupun dari kelas I- orang yang bermaksud merubah dirinya dari sekadar penumpang dan ingin menjadi pemilik kapal, atau ingin menjadi penanggung jawab perjalanan, sementara para pengelola kapal dan para penanggung jawab kapal dan penumpangnya diam … mendiamkan perilaku para penumpang yang bermaksud demikian tadi, niscaya akan terjadi kekacauan pada kapal, urusan menjadi bercampur baur tidak jelas, dan jadilah nasib setiap penumpang terancam tenggelam. “Dan jika mereka membiarkan orang yang bermaksud melubangi kapal itu, niscaya para penumpang kapal akan binasa, dan binasa pula mereka yang membuat lubang itu”.


Adapun kewajiban para penanggung jawab perjalanan, yaitu 3 hal tersebut di atas yang menjadi hak para penumpang, ditambah dengan dua kewajiban lainnya, sehingga totalnya menjadi lima kewajiban, yaitu:

1. Menciptakan suasana yang menyenangkan selama perjalanan, baik dari sisi rehat (kenyamanan) maupun service

2. Memberikan hak setiap penumpang, baik dari sisi tempat duduk, makanan, minuman dan istirahat.

3. Mengantarkan seluruh penumpang ke tempat tujuan.

4. Menegakkan kedisiplinan yang semestinya dan menciptakan iklim saling menghormati di antara sesama penumpang dan kru kapal

5. Berusaha semaksimal mungkin untuk mengamankan perjalanan, baik dalam cara mengemudikan kapal serta interaksi yang baik terhadap semuanya.


Namun, lima kewajiban ini harus diimbangi dengan berbagai hak, yang dengan hak-hak ini akan terciptalah suasana perjalanan yang baik, serta memberikan jaminan keamanan dan keselamatan. Di antara hak terpenting dan paling mendesak bagi pihak kru kapal adalah hendaklah setiap penumpang komitmen dengan etika perjalanan, sebab, hampir semua serikat perjalanan di seluruh dunia melarang para penumpang untuk merokok sepanjang perjalanan, sebab hal ini mengganggu para penumpang. Dan beda jauh antara gangguan yang ditimbulkan oleh asap rokok dengan gangguan yang disebabkan oleh asap fitnah!


Pelajaran III: Masyarakat Islam itu Salimus-Shadr

Kita semua berada dalam satu kapal. Bagi kita, kapal itu “milik” bersama. Karenanya, kewajiban kita yang pertama adalah menjaga kapal ini dari khuruq (infiltrasi), syuquq (perpecahan), tsuqub (lubang-lubang) dan segala upaya irbak (kekacauan), za’za’ah (mengguncang ketsiqahan) dan tasykik (upaya untuk menanamkan keraguan). Hal ini diperlukan dalam rangka menjamin terwujudnya dua sasaran besar:

1. Mengamankan perjalanan dari segala ancaman, internal dan eksternal.

2. Menjaga kapal itu sendiri dari segala bentuk khuruq atau tsuqub

Biasanya, dalam Suatu Perjalanan, Ada 3 Tipe Manusia:

1. Orang-orang yang berdiri tegak pada batas-batas Allah SWT. Bagi mereka yang terpenting adalah mashlahat umum. Semangat mereka adalah keselamatan seluruh penumpang dan keamanan mereka. Juga keselamatan dan keamanan kapal dan kru-nya. Karena inilah kita dapati mereka:
a. Tetap berjaga saat semua orang tidur. Menegakkan amar ma’ruf dan nahi munkar.
b. Bersemangat untuk menempatkan penumpang sesuai dengan kedudukannya.
c. Mengedepankan dan menyuguhkan berbagai pelayanan semestinya demi kenyamanan dan keselamatannya..
Tidak ada yang diinginkan dari balik semua ini, baik balasan maupun ucapan terima kasih.

2. Orang-orang yang memaksakan kehendaknya kepada seluruh penumpang, seakan-akan kapal itu adalah “milik babenya”, sementara yang lainnya mereka pandang sebagai perompak atau pencari uang. Penilaian paling mendingan dari kelompok ini terhadap para penumpang adalah “‘abiru sabil” (orang-orang yang numpang lewat). Karena inilah sepanjang perjalanan, mereka ini berjalan hilir mudik ke sana ke mari, menciptakan suasana tidak nyaman dalam kehidupan para penumpang dengan berbagai tindak tanduk yang tidak ada hubungannya dengan adab-adab perjalanan

3. Orang-orang yang diam mencari selamat. Mencoba bersikap baik dengan para kru kapal dan bersikap baik pula kepada kelompok kedua. Mereka berdiam “sabar” terhadap pihak kru di satu sisi dan terhadap perilaku kelompok kedua di sisi yang lain, sambil menunggu datangnya solusi dalam waktu dekat.


Sebenarnya, ijabiyah tidak menerima sikap “damai” dan “berbaik-baik” kecuali dalam tempo yang singkat saja, sehingga menjadi jelas, mana benang putih dan mana benang hitam. Dan sehingga diketahui hakikat dan niat kru kapal maupun kelompok kedua yang mengacau itu. Bahkan, keselamatan semua penumpang berawal dari disiplin setiap penumpang untuk duduk sesuai dengan tempat yang masih tersedia, atau sesuai dengan nomor tiket yang dibawanya, atau sesuai dengan hasil “kocok atau undi”, sebagaimana yang disebut dalam hadits, “Sesungguhnya ada satu kaum yang mengundi naik kapal”, dengan demikian, setiap tempat duduk itu menjadi definitif berdasar ketentuan “kocok atau undian”, maka, hendaklah setiap penumpang menghormati legalitas “kocok atau undian” dan ridha terhadap cara Allah SWT membagi kepadanya, sehingga kapal akan sampai daratan dengan aman.


Pelajaran IV: Titanic dan Gunung Es

Titanic adalah sebuah kapal besar. Namun, gunung es yang ada di bawahnya lebih besar. Gunung es ini telah menghancurkan kapal besar tersebut. Ini maknanya:

1. Kekuatan kapal, betapa pun ia, tidak boleh menjadikan pemiliknya terkena ghurur, lalu melajukan kapal di lautan secara membuta tanpa memprediksikan berbagai kemungkinan mendadak, di mana kekuatan itu tidak akan mampu bertahan di hadapannya. Sebab ghurur itu musuh kekuatan. Bersandar pada sarana secara menyeluruh tanpa memberi perhatian yang semestinya kepada aqidah tawakal kepada Allah, ujung-ujungnya sangatlah menyedihkan.

2. Ghaflah dari Allah SWT, bersantai-santai di atas kursi yang empuk dalam perjalanan kehidupan yang berjalan dalam hembusan angin yang baik, tidak akan berlangsung lama. Sebab, setelah angin baik tersebut akan datang badai yang membangunkan semua yang tidur, mengingatkan yang lalai, serta mencekokkan banyak pelajaran keras bagi mereka yang kegirangan dengan perhiasan dunia dan kelezatan kehidupan yang mereka miliki. Dan hal ini adalah sunnatullah pada hamba-hamba-Nya, “Dialah Tuhan yang menjadikan kamu dapat berjalan di daratan, (berlayar) di lautan, sehingga apabila kamu berada di dalam bahtera, dan meluncurlah bahtera itu membawa orang-orang yang ada di dalamnya dengan tiupan angin yang baik, dan mereka bergembira karenanya, datanglah angin badai, dan (apabila) gelombang dari segenap penjuru menimpanya, dan mereka yakin bahwa mereka telah terkepung (bahaya), maka mereka berdoa kepada Allah dengan mengikhlaskan ketaatan kepada-Nya semata-mata, (mereka berkata), “Sesungguhnya jika engkau menyelamatkan kami dari bahaya ini, pastilah kami akan termasuk orang-orang yang bersyukur”. Maka tatkala Allah menyelamatkan mereka, tiba-tiba mereka membuat kelaliman di muka bumi tanpa (alasan) yang benar. (Q.S. Yunus: 22 – 23)

Subhanallah ..

Inilah tabiat manusia, tidak berubah, tidak berganti dan tidak berpaling dari gaya intihazi (opportunis)-nya:

- Jika angin berhembus baik, mereka bergembira dengannya.

- Jika datang angin badai, mereka panik terhadap apa yang terjadi

- Jika terkepung oleh gelombang dari berbagai penjuru, mereka ingat Allah (mereka berdoa kepada Allah dengan mengikhlaskan ketaatan kepada-Nya semata-mata, (mereka berkata),

“Sesungguhnya jika engkau menyelamatkan kami dari bahaya ini, pastilah kami akan termasuk orang-orang yang bersyukur”). (Yunus: 22).

- Jika Allah SWT berikan keselamatan, keamanan dan lolos dari mara bahaya, mereka lupa “baiat”-nya kepada Allah SWT,

“Sesungguhnya orang-orang yang berbaiat kepadamu (wahai Muhammad) pada hakikatnya mereka berbaiat kepada Allah” (Al-Fath: 10),

mereka melepaskan perjanjian mereka, berlepas dari komitmen mereka untuk bersyukur dan mengakui nikmat Allah, dan mereka bergerak di muka bumi dengan berbagai “proyek” pelanggaran hak, “ Maka tatkala Allah menyelamatkan mereka, tiba-tiba mereka membuat kelaliman di muka bumi tanpa (alasan) yang benar. (Yunus: 23)

Hasilnya sudah dapat ditebak, sebagian orang mengetahuinya dan sebagiannya lagi tidak mengetahuinya. Atas mereka tertimpa berbagai bencana di dunia, dan pada hari kiamat, hisab mereka di sisi Allah SWT sangatlah sulit, “Hai manusia, sesungguhnya (bencana) kelalimanmu akan menimpa dirimu sendiri; (hasil kelalimanmu) itu hanyalah kenikmatan hidup duniawi, kemudian kepada Kami-lah kembalimu, lalu Kami kabarkan kepadamu apa yang telah kamu kerjakan”. (Yunus: 23)


Simpulan:

Dari kisah agung ini dapat ditarik kesimpulan, bahwa:

1. Setiap tempat duduk penumpang, telah ditentukan oleh hasil qur’ah (undian)

2. Setiap penumpang dalam organisasi kapal, hendaklah menerima apa pun hasil undian itu.

3. Setiap penumpang hendaklah menempati tempat duduknya sesuai dengan yang telah ditetapkan Allah SWT untuknya dan sesuai dengan angka undian yang didapatkannya dalam sebuah proses undian yang bebas.

4. Setiap penumpang hendaklah komitmen dengan adab bepergian, demi terjaminnya kenyamanan bersama

5. Sesama penumpang hendaknya saling menghormati, menghargai yang berada di atas dan juga yang berada di bawah.

6. Setiap penumpang bekerja sama dalam menggebuk tangan seseorang yang bermaksud membuat lubang kapal – sebuah perbuatan yang didasarkan pada ijtihad yang salah, namun ia menduga bahwa dengan ijtihad-nya ini ia telah berbuat baik kepada yang berada di atas dan yang berada di bawah—sebab, tidak semua ijtihad bisa diterapkan. Jika prinsip ini tidak dipahami, maka kita akan terperosok kepada ijtihad seekor beruang yang ingin mengusir lalat yang menempel di wajah anaknya, namun ia mengusirnya dengan melemparkan batu besar ke arah wajah anaknya itu (dalam sebuah kisah yang populer).
Ijabiyah yang jelas terdapat dalam kisah tarbawi yang indah ini terdapat dalam sabda Rasulullah SAW, “’kalau saja kita membuat lubang pada jatah kita, sehingga kita tidak mengganggu yang di atas kita’”. Jadi, niatnya baik, yaitu ingin menghindari gangguan, hanya saja, akibatnya sangat-sangat fatal jika semua penumpang lainnya tidak memukul dengan kuat tangan-tangan yang berusaha membuat lubang di dalam kapal, sebab yang akan binasa bukan hanya nakhoda dan kru-nya, akan tetapi, seluruh kapal akan tenggelam dengan seluruh isinya, termasuk seluruh penumpangnya.


Siapa saja yang mendengar hadits ini dan menyaksikan film Titanic, ia tidak memerlukan lagi seorang pemberi mauizhah yang berkata kepadanya, “Sesungguhnya lubang satu jarum akan mampu menenggelamkan kapal segede Titanic”.


Dan bahwasanya diamnya para penumpang yang membiarkan sang pembuat lubang di dalam kapal, yang bisa jadi “dengan niat baik” itu, adalah sikap salbi (pasif) yang akibatnya juga fatal, yaitu binasanya seluruh penumpang, baik yang melubangi, maupun yang dibuatkan lubang.

La haula wala quwwata illah billah


Sumber: http://www.ikhwan.net/vb/showthread.php?t=71078

Ya Allah… Jika kekayaan bisa membeli cinta, tentu orang-orang akan rela mengeluarkannya untuk menebus cinta mereka yang menjeda. “…dan Yang mempersatukan hati mereka (orang-orang yang beriman). Walaupun kamu membelanjakan semua (kekayaan) yang berada di bumi, niscaya kamu tidak dapat mempersatukan hati mereka, akan tetapi Allah telah mempersatukan hati mereka. Sesungguhnya Dia Maha Gagah lagi Maha Bijaksana.” [http://www.dakwatuna.com/2010/rekonsiliasi-jeda-cinta-yang-menepi/]

Selasa, 16 November 2010

Ya Allah anugerahkanlah kepada kami kejujuran dalam berkata-kata; keikhlasan dalam beramal; kebenaran pada saat marah dan ridha; berjihad di jalan Allah; tidak takut karena Allah terhadap celaan orang yang mencela sampai kami dapat berjumpa dengan Tuhan kami dalam berukhuwah yang saling mencintai, bukan dalam kesesatan dan menyesatkan, tidak dalam kehinaan dan penyesalan, tidak berubah, tidak memfitnah dan membawa fitnah. Amin, amin ya rabbal alamin.

Catatan di Hari Raya

Bismillahirrohmanirrohiim....

10 Dzulhijjah 1431 H,
Sejak sehari sebelum hari ini datang saya sudah cukup grasak grusuk heboh sendiri, apalagi sejak dapat info hari senin telah dilakukan wukuf di arafah. Pertanda hari itu kita disunnahkan menjalankan shaum arafah dan keesokkan harinya melaksanakan shalat Ied, itu idealnya. Tapi tampaknya pemerintah kita punya gaya sendiri, meski ini adalah hari raya haji tapi tidak mengikuti sebagaimana rangkaian kegiatan haji di Mekkah... Dampaknya, tanggal merah tak berubah, tetap mangkal di tanggal 17 November 2010, tak bergeming... dan di hari ini rutinitas tetap harus berjalan -_-"

Kembali ke hari senin, setelah dilakukan rapat keluarga, antara saya, ayah, dan ibu, kami sepakat melaksanakan shalat Ied pada tanggal 16 November 2010, tapi masalahnya dimana tempat yang menyelenggarakan pelaksanaan shalat Ied pada tanggal segitu?? Info yang berkembang di lapangan sempur dan di IPB Baranang Siang... Hmmm,,,

Saat malam semakin larut dan kami semua sudah masuk kamar, adikku datang membawa berita, "besok shalat Ied di Al-Hurr ajaaa."

Saya: " emang ngadain?"
Ade: "ngadain dong!"

Akhirnya malam itu diputuskan kami akan melaksanakan shalat Ied di masjid Al-Hurriyah IPB Darmaga, itu mah sekalian nganterin si ibu ngantor, hehhehehe *ibu yang paling girang deh :p

Dari pagi buta rasanya sudah tak sabar menyambut Idul Adha, sayang di sekitar rumah belum bergema takbir, jadi auranya belum terlalu berasa.

Jam 5.45, kami sekeluarga melaju ke Al-Hurriyah, wuihhhh rameeeeee.... rame anak IPB pastinya :p

Memasuki Masjid, saya melihat banyak bidadari bidadari cantik, anggun-anggun, walaupun bukan di kampus sendiri tapi feel like home, hangaaatt, hehe... Pas banget, di barisan tepat di depanku ternyata ada keluarga ust. Ahmad, ada istrinya, anak-anaknya yang juga adik-adik kelasku, Jannah dan Uswah, juga 2 adik perempuan mereka. Tak lama melintas Izzah, adik kelasku yang lain, hihihi.. kalau diperhatikan di sana ternyata banyak wajah-wajah yang ku kenal, hohoho...

Imam Shalat hari ini adalah Ust. Asep yang juga dosen agama Islam di IPB... tadi sebelum masuk saya sudah sempat bertemu dengan beliau, dan bertegur sapa, karena ternyata beliau dan ibuku saling mengenal (secara sesama dosen).

Seusai shalat dilanjutkan khutbah, isinya diawali dengan flash back kisah Nabi Ibrahim dan Nabi Ismail, tentang asal muasal jazirah Arab yang dulunya hanya dihuni 3 manusia, dan kini telah dihuni jutaan manusia dan disambangi milyaran manusia tiap tahunnya... tentang janji Nabi Ibrahim yang sempat terucap bahwa beliau rela mengorbankan anaknya saat beliau belum dikarunia anak. Dan ternyata janji itu ditagih oleh Allah disaat rasa sayangnya pada Ismail memuncak. Tentang doa-doa Nabi Ibrahim yang kini telah diijabah Allah.

Kisah itu berlanjut pada peranan Islam, Islam sebagai masa depan yang pasti, pedoman hidup yang abadi, pandangan yang shahih, dan satu-satunya sistem yang sempurna. Sistem-sistem yang berkembang saat ini takkan mampu bertahan lama karena ketidaksempurnaannya. Namun, majunya peradaban Islam tergantung kepada usaha umat muslim, tergantung amal dan kerja nyata kita, bukan hanya sekedar berpangku tangan terjajah dalam belenggu kekuasaan manusia. Kabar baiknya adalah takkan ada yang mampu menahan laju gelombang berbondong-bondongnya warga Eropa, Amerika, dan China untuk memeluk agama Islam, meskipun berbagai tuduhan terorisme dan fundamentalis dilekatkan pada kaum muslimin, nyatanya hidayah Allah takkan bisa dibendung oleh konspirasi licik manusia.

Sebenarnya isi khutbahnya sangat berbobot, tapi sayang saya tidak mencatatnya dan ternyata memori saya tak cukup kuat menampungnya, padahal banyak poin-poin menarik, hukz... saya rasa memori di kepala saya tadi sudah dipenuhi dengan bahan UTS yang diselenggarakan siangnya, fufufufufu....

Rangkaian kegiatanpun berakhir, saatnya kembali ke rutinitas, meskipun iri melihat anak-anak IPB yang diliburkan hari ini, huuuuuuu....

Adikku dengan senangnya bisa langsung pulang dan istirahat di rumah, tapi akuuu? harus langsung ke kampus, hikz... HARE GENE MASIH KULIAH???? hikz... tapi lebih menyedihkan lagi mengetahui fakta kalau HARI INI SAYA UTS, YAELAH, HARE GENE MASIH UTS? TELAT BANGEEDDDDD DAH, fyuuuhhh.... khusus fakultasku memang selalu telat, hikz hikz hikz....

Udah ah, sampai di situ aja, males cerita soal UTS mah, hehehehe... Tapi Alhamdulillah kondisi kereta hari ini sangat bersahabat, hehehe.... barokah idul adha kali yaaa :D :D :D

Oia, buat ayahku tercinta, makasih ya udah mau nganterin ke stasiun di detik-detik terakhir, di saat hampir telat, sampe2 ayah ga sempet ganti baju kantor, masih pake baju koko,  hehehe.., untung baju kantornya ga lupa dimasukkin ke mobil,  makin cinta deh sama ayahku,,

MUSLIMAH! JANGAN PERNAH BERHENTI MELANGKAH, BERGERAKLAH! TERUSLAH MEMBADAI BANGUN PERADABAN

Rating:★★★★★
Category:Other
Saya menemukan artikel yang sangat menarik, sangat inspiratif, sangat menyentuh sisi keakhwatan dalam diri saya dan artikel ini benar-benar berhasil menjawab segala tanda tanya yang sempat membuncah di dada, menjawab segala kegelisahan dan kepiluan hati atas ketidakberdayaan diri menatap bumi yang semakin kacau balau. Dimanakah peran kaum wanita? Kemanakah ia harus bergerak? Langkah apa yang harus ditempuh? Apa yang bisa kaum hawa perbuat atas berbagai kerusakan di muka bumi ini????? Apakah ia harus terpenjara dalam rumah saja? Bolehkah wanita berkiprah di luar??? Dunia membutuhkanmu wahai akhwat sejati! Dunia memanggilmu wahai mujahidah tangguh! Terjunlah ke medan juang tanpa keraguan... Majulah!!

Berikut artikelnya:

Kemana Muslimah Melangkah? (Bagian Pertama)
Mar'ah Muslimah
Oleh: Sitaresmi S Soekanto

dakwatuna.com – Indah sekali perumpamaan yang diutarakan Syaikh Yusuf Qardhawi dalam bukunya Fiqhul Aulawiyaat atau skala prioritas gerakan Islam jilid satu, ‘Bunga-bunga’ itu tidak tumbuh mekar selain karena laki-laki ingin selalu memaksakan kemauannya, juga karena akhwat muslimahnya yang tidak mau atau memiliki keberanian untuk melepaskan diri dari keterikatan tersebut.

Ya, seharusnya bunga-bunga itu tumbuh mekar dengan leluasa untuk turut mengharumkan jalan perjuangan yang suci ini. Akhwat seyogianya mulai berani memikirkan dan mengambil alih permasalahan-permasalahan mereka sendiri, membuka lahan-lahan dakwah dan amal serta menangkis dengan tegas suara-suara sumbang wanita-wanita feminis yang diselipkan ke dalam aqidah umat, nilai-nilai dan syariat-syariat Islam.

Dan suara-suara mereka cukup vokal, sekalipun hanya mewakili segelintir manusia yang tidak ada bobotnya di dunia apalagi dalam agama. Namun dalam kenyataannya menurut Yusuf Qardhawi pula, aktivitas dakwah Islam di bidang kewanitaan saat ini masih lemah. Hal tersebut nampak dari lemahnya kepemimpinan wanita untuk mampu berdiri sendiri menghadapi arus sekularisme, marxisme dan feminisme secara tangguh.

Kondisi tersebut boleh jadi disebabkan oleh dua kemungkinan, yang pertama ialah sikap ananiyah atau egoisme laki-laki yang selalu berusaha mendominasi, mengkomando, mengarahkan dan menguasai urusan akhwat. Mereka tidak memberi kesempatan dan peluang kepada para akhwat untuk membina bakat, keterampilan dan kemampuan untuk berjalan sendiri tanpa dominasi para rijal.

Penyebab kedua datangnya justru dari diri akhwat sendiri yang tidak memiliki keberanian dan kepercayaan diri yang cukup serta kurang kuatnya kerja sama di kalangan mereka.

Padahal menurut Yusuf Qardhawi kepeloporan dan kejeniusan bukan hanya milik laki-laki saja. Bahkan dalam pengamatan beliau selaku dosen, mahasiswi-mahasiswi umumnya berprestasi akademik lebih baik dibanding mahasiswa-mahasiswanya karena lebih tekun. Sehingga selayaknya mereka bisa eksis bila mampu menunjukkan kepeloporan dan kepiawaiannya dalam bidang dakwah, ilmu pengetahuan, pendidikan, sastra dan lain sebagainya.

Satu hal yang kontras dengan semangat awal Islam yang memuliakan dan memberdayakan muslimah, ditemui Yusuf Qardhawi justru di zaman kiwari ini. Beliau mengkritik menyusupnya pemikiran ekstrim mengenai hubungan laki-laki dan wanita serta peranan wanita di tengah masyarakat. Aliran pemikiran ini mengambil pendapat yang paling keras sehingga mempersempit ruang gerak wanita. Sehingga dalam pertemuan beliau dengan akhwat di Manchester, Inggris dan di Aljazair, beliau mendapati kondisi tersebut bahwa akhwat dibatasi dalam mengikuti forum-forum diskusi yang luas dan bahkan sekadar untuk menjadi moderator di acara yang khusus untuk mereka pun masih dianggap harus digantikan laki-laki.

Padahal sejak permulaan lahirnya dakwah, gerakan Islam telah memberikan porsi bagi peranan wanita. Dan di sebuah gerakan dakwah Islam terkemuka seperti Ikhwanul Muslimin yang didirikan di Mesir, ada seksi khusus wanita yang disebut Al Akhwat Al Muslimat.

Namun orang-orang yang berhaluan keras memakai dalil surat al Ahzab ayat 33, “waqarna fibuyuutikunna…” mereka berdalih, “kenapa kalian menuntut wanita agar memegang peran yang menonjol dalam gerakan Islam? Ikut bergerak dan memimpin serta menampakkan keberadaannya dalam gerbong amal islami, padahal mereka telah diperintahkan untuk tinggal di rumah-rumah mereka. ”

Sebagian ahli tafsir mengatakan ayat tersebut khusus berlaku untuk para istri Nabi karena kesucian dan keistimewaan mereka yang berbeda dari wanita-wanita lain pada umumnya. Sementara ahli tafsir yang lain mengatakan seandainya pun ayat tersebut ditujukan untuk para wanita pada umumnya, maka hal tersebut lebih merupakan arahan stressing keberadaan wanita yang harus lebih banyak di rumah. Namun tentu saja bukan berarti tidak boleh keluar rumah untuk menuntut ilmu, bermasyarakat dan mengerjakan kebajikan-kebajikan.

Tetapi kenyataan di lapangan atau di dunia realitas tidaklah sesederhana itu, terutama justru bagi akhwat yang sudah menikah. Mereka gamang dalam melangkah. Kadang ia sampai bertanya-tanya sendiri, “istri milik siapa sih?”
Karena selama ini ia tumbuh dalam tarbiyah dan medan harakah ia tidak bisa lagi tutup mata bersikap cuek, apatis atau masa bodoh dengan persoalan-persoalan umat Islam baik skala nasional maupun internasional.

Tantangan-tantangan eksternal umat Islam benar-benar membuatnya geram. Ia sadar benar adanya makar atau konspirasi internasional yang senantiasa menghadang umat Islam (QS. 8:30, 2:120, 2:109, 2:217, 3:118 dan 4:76). Ia pun paham, nubuat atau prediksi Rasulullah SAW bahwa akan tiba suatu masa di mana umat Islam akan menjadi mangsa empuk yang diperebutkan musuh-musuh Islam. Hal itu disebabkan karena umat Islam hanya unggul secara kuantitas tetapi minim dari segi kualitas sehingga membuat mereka tidak lagi disegani oleh musuh-musuh Islam. Ditambah lagi mereka mengidap penyakit wahn yakni cinta dunia dengan cinta yang berlebihan dan takut mati.

Berita-berita di media massa maupun tayangan berita di layar teve kerap membuatnya menangis dan sekaligus ingin memekik menyaksikan kezhaliman Israel Yahudi dan antek-anteknya yang kian merajalela di dunia Islam. Ia ingin berbuat…, ia ingin berdakwah…, ia ingin bergerak….

Namun apa daya persoalan internal yang dihadapi belum juga beres. Selama ini ia sudah bekerja keras menyeimbangkan tugasnya di dalam rumah tangga dengan aktivitas mengikuti ta’lim, mengisi ta’lim, mengikuti baksos untuk orang-orang yang terkena musibah banjir karena jika tidak sigap para missionaris begitu cekatan membantu dengan sekaligus paket pembaptisan. Tetapi rupanya sifat ananiyah (egoisme) dan sense of belonging (rasa kepemilikan) suaminya begitu besar. Tiba-tiba saja ia diminta menghentikan semua aktivitas amal shalehnya dan berdiam di rumah melayaninya dan anak-anak sebagai jalan pintas menuju surga, “Kamu tidak usah repot-repot ngurusin orang, sementara ada jalan pintas menuju surga dengan berbakti pada suami dan keluarga.” akhwat ini pun sebenarnya tak ingin membantah perkataan suaminya, karena ia juga tahu kebenaran tentang besarnya pahala berkhidmat di rumah tangga. Namun apa jadinya dengan sebuah dunia luar yang ingin ia sediakan sebagai bi’ah yang baik bagi anak-anaknya, generasi mendatang. Bukankah ia harus ikut juga berperan untuk itu. Apalagi selama ini ia meniatkan pernikahan adalah satu noktah dari garis perjuangan yang panjang, sehingga menikah harusnya justru akan meningkatkan perjuangannya. Kenyataannya?

Ia sering merasa sedih sementara ia dan banyak akhwat lainnya masih berkutat dengan urusan-urusan internal, para wanita feminis, marxis, liberalis dan missionaris begitu gegap gempita dengan kiprahnya. Mereka memang kecil, sedikit tetapi terorganisir rapi dan memiliki link atau jaringan internasional yang kuat.

Hal tersebut juga terungkap dari pengalaman langsung Yusuf Qardhawi saat berinteraksi dengan para akhwat di Mesir dan Aljazair. Ia banyak menemukan ukhti-ukhti daiyah atau akhwat daiyah yang gesit dan aktif di medan haraki sebelum menikah, tetapi setelah menikah dengan ikhwah yang juga dikenalnya melalui dakwah ia dilarang aktif atau tidak diridhai keluar rumah. Suami-suami seperti ini telah mematikan bara api yang semula menyala menerangi jalan bagi putri-putri Islam.

Sampai ada gadis aktivis dakwah di Aljazair yang menulis surat kepada beliau menanyakan apakah haram hukumnya bila ia melakukan mogok kawin karena takut bila menikah akan menyebabkannya tercabut dari jalan dakwah.

Beberapa akhwat yang pernah penulis temui seusai acara liqa’at ruhiyah akhwat di masjid Al Azhar Jakarta mengutarakan bahwa belakangan ini mereka semakin takwa saja. “Oh ya?”, tanya penulis, berharap itu bahwa dampak positif ikut pertemuan tersebut. “Iya mbak, makin takwa makin takut walimah. Habis takut dapat suami ikhwah yang picik sehingga kita tidak bisa merasakan lagi nikmatnya pertemuan-pertemuan seperti ini.” “Oooh…” gumam penulis, lalu beristighfar berulang kali.

Setiap akhwat insya Allah menyadari bahwa kewajiban terhadap suami dan anak-anak adalah tarikan fitrah yang memang berguna memagarinya agar tidak melesat keluar dari garis fitrahnya selaku istri dan ibu.

Tetapi haruskah hal itu dibenturkan dengan keinginan suci berjihad membela agama Allah? Bahkan Allah SWT berfirman dalam QS. at Taubah ayat 24, bahwa cinta kepada Allah, Rasul-Nya dan jihad di jalan-Nya harus diprioritaskan di atas segala-galanya termasuk di atas suami dan anak-anak.

Bagaimana halnya dengan wanita-wanita Afghanistan yang ditemui Zainab al Ghazali di barak-barak pengungsi di Pakistan saat invasi Uni Soviet dulu, mereka telah mempersembahkan segala-galanya, suami, anak-anak, harta dan tanah air mereka demi perjuangan tetapi mereka masih lagi bertanya, “Apa lagi yang bisa kami berikan, korbankan untuk jihad fisabilillah, ya Ibu?” Zainab al Ghazali menjawab dengan penuh rasa haru, “Ada…, kalian masih senantiasa memiliki cinta. Berikanlah cinta, simpati dan doa kalian untuk setiap mujahid yang berjuang di jalan Allah.” Subhanallah! Adakah yang salah dengan mereka, dengan obsesi-obsesi mereka yang luar biasa untuk habis-habisan di jalan Allah?

Belum lagi kisah-kisah indah yang terukir di periode awal Islam ketika Khansa mempersembahkan semua putranya sebagai syuhada di jalan Allah dan bersedih karena tak memiliki lagi putra yang akan dipersembahkannya di jalan Allah.

Begitu pula saling dukung di antara Ummu Sulaim dan abu Thalhah. Agar suaminya tak gundah dan menunda keberangkatannya untuk jihad di jalan Allah, Ummu Sulaim yang hamil tua pun ikut ke medan jihad.

Demikian juga Asma binti Abu Bakar yang sedang mengandung Abdullah bin Zubeir. Di saat hamil tua itu ia berjihad membantu proses hijrah yang sangat luar biasa beratnya. Zubeir bin Awwam sang suami ikut mendukung dan tidak protes, “Ah Asma, kamu tidak realistis, hamil tua seperti ini ikut dalam misi yang sangat berbahaya.”

System Islam yang tegak begitu mendukung kiprah perjuangan muslimah, ditambah team work dan dukungan yang baik di dalam keluarga inti dan dilengkapi pula dukungan sinergis dari komunitas yang ada saat itu. Di saat-saat perang, wanita dan anak-anak yang ikut dikumpulkan di satu tempat dan dikawal ketat oleh beberapa petugas. Dan muslimah-muslimah yang bertugas sebagai tenaga medis dan dapur umum dapat berjihad dengan tenang, sementara anak-anak mereka dijaga oleh wanita-wanita yang sedang tidak bertugas ke medan jihad.

Melihat kisah-kisah indah di atas, seharusnya tak ada ruang tersisa bagi keegoisan dan keapatisan dari ikhwah maupun akhwat.

Kisah-kisah tersebut mengajarkan pada kita dua tugas mulia yakni berbakti di dalam rumah tangga dan berjihad di jalan Allah bukan dua hal yang harus dibenturkan atau dipertentangkan satu sama lain. Dan kebajikan yang satu tak harus meliquidir kebajikan yang lainnya, melainkan menjadi sesuatu yang seiring sejalan secara sinergis.

Sehingga tak ada lagi cerita akhwat yang dipojokkan dan menjadi memiliki guilty feeling (perasaan bersalah), “Ah, dia terlalu aktif sih… jadi anak-anaknya tak terurus.” Atau, “Awas, lho…. Jangan aktif-aktif, nanti suaminya diambil orang.”

Ironis memang, sesama muslimah yang harusnya saling membantu dan mendukung malah memojokkan dan menakut-nakuti kaumnya sendiri yang aktif di medan haraki. Sementara wanita-wanita feminis, marxis, lebaris kompak bersatu menyebarkan kemungkaran.

Tetapi akhwat tak boleh menyerah. Ia memang tak perlu segera menyalahkan pihak-pihak lain yang kurang atau tidak mendukung. Lebih baik ia berpikir positif membangun citra diri akhwat muslimah yang baik, berjiddiyah menjaga keseimbangan dan memiliki kemampuan mengatur skala prioritas. Ia juga harus memiliki kondisi fisik, aqliyah dan ruhiyah yang prima karena ia bekerja di luar kelaziman wanita-wanita lain pada umumnya. Karena ia tidak egois, karena ia memikirkan umat, karena ia punya cita-cita mulia yakni menegakkan syariat Islam dan tentu saja …. karena ia ingin masuk surga dengan jihad di jalan-Nya.

Kisah-kisah indah dalam sirah memang perlu sebagai batu pijakan. Sejarah dapat menjadi sumber inspirasi dan ibrah. Tetapi kita tidak bisa berhenti hanya pada nostalgia-nostalgia kejayaan masa silam, seperti: “Enak ya di zaman Rasulullah wanita benar-benar dihargai dan diberi kesempatan ikut berkiprah dan berjuang. Senang ya, para wanitanya juga saling dukung…”

Secara waqi’, riil yang kini kita lihat dan hadapi adalah kondisi realitas kontemporer yang penuh dengan tantangan-tantangan global. Era globalisasi membuat the world has turned into a small village, dunia sudah berubah menjadi sebuah desa kecil. Laiknya sebuah desa kecil proses interaksi dan saling mempengaruhi terjadi begitu intensif, apalagi teknologi informasi yang berkembang pesat kadang membuat dunia Islam dibanjiri informasi seperti air bah yang juga membawa kotoran-kotoran. Tanpa proses filterisasi, bagaimana jadinya anak-anak kita, wajah generasi mendatang.

Dapatkah kita bersikap apatis pada lingkungan dan dunia luar? Sementara al insan ibnul bi’ah (manusia anak atau bentukan lingkungannya). Jika kita tidak ikut berjuang menghadirkan sebuah lingkungan yang kondusif bagi keimanan dan ketakwaan serta keshalihan anak-anak kita, bagaimana kelak pertanggungjawaban kita kelak di hadapan Allah SWT?

Bukankah Rasulullah pernah mengingatkan para orangtua, “Didiklah anakmu karena ia akan hidup di zaman yang berbeda dengan zamanmu”. Seorang wartawati muslimah yang menghadiri konferensi wanita sedunia yang diselenggarakan PBB tahun 1995 di Beijing mengatakan bahwa konferensi ini merupakan sebuah perang mahal (menghabiskan dana sekitar 68,7 milyar rupiah), besar (dihadiri 25.000 orang dari sekitar 170 negara) dan berbahaya walau tanpa senjata dan luka.

Karena selain menjadi ajang pertarungan kepentingan-kepentngan politik individu-individu dan negara-negara tertentu, serta konflik berkepanjangan antara negara-negara maju (utara) dan negara-negara berkembang (selatan), juga menjadi sarana bagi para penganut paham everything goes (permisivisme) untuk meluluhlantakkan nilai-nilai suci kehidupan perkawinan dan keluarga.

Mereka menghendaki pasangan-pasangan lesbi ataupun gay juga diakui bentuk keluarga yang normal dan sah karena kebebasan orientasi seksual (apakah hetero atau homo) adalah hak asasi. Mereka juga menghendaki legalisasi aborsi dan pendidikan seks yang independen tanpa campur tangan orang tua bagi remaja.

Melihat begitu berat dan kompleksnya tantangan zaman saat ini, dimana akhwat? Haruskah ia tinggal diam, aman dan suci di rumahnya yang indah dan nyaman sementara dunia terus menjadi bobrok dan mengalami proses pembusukan?

Bukankah seharusnya kita takut jika berhenti menjadi wanita shalihah belaka tetapi tidak mushlihah yang melakukan ishlahul ummah. Karena pernah ada satu negri yang akan dihancurkan Allah seperti yang ada dalam QS. 7:4-5, malaikat berucap bahwa masih ada satu orang shalih yang berdzikir, Allah SWT tetap menyuruh negri itu dihancurkan dan justru dimulai dari orang yang shalih tersebut.

Hendaknya kita juga mawas diri terhhadap firman Allah QS. 25:30 bahwa kita harus takut terhadap bencana yang tidak hanya menimpa orang-orang yang zhalim saja. Jika kita bersikap pasif dan defensif dalam melihat kemungkinan-kemungkinan di depan mata, kita (seperti dikatakan dalam sebuah hadits) seperti berada di sebuah kapal besar dan berdiam diri melihat orang-orang sibuk melubangi kapal tersebut sehingga akhirnya kita ikut karam bersama kapal tersebut.

Akankah kita terus tinggal diam karena sibuk berkutat dengan urusan keluarga dan dalam negeri yang tak pernah selesai? Percayalah bahwa Allah akan menolong semua urusan kita termasuk keluarga kita jika kita menolong agama Allah (QS. 47:7) karena keberkahan, khairu katsir (kebaikan yang banyak) akan senantiasa melingkupi perjalanan hidup seorang akhwat.



Selasa, 09 November 2010

Bidadari Surga pun Cemburu Padamu, duhai ukhti sholihah....

Bismillaahirrohmaanirrohiiim.....

Assalamu'alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh....

Di tengah hiruk pikuk kedatangan mr.obama ke kampusku dan kesempatan liburan mendadak karenanya, ingin rasa hati merangkai kata demi kata, menyusun baris demi baris kalimat, meski tak sempurna namun inilah persembahan hati teruntuk muslimah nan selalu mempesona....



Duhai ukhti,
Senyummu mampu tenangkan hati yang gelisah dideru ombak di lautan,,
tutur katamu lembut menyentuh kalbu,
namun tetap tegas manjaga izzah di hadapan ikhwan,
perangaimu mempesona, kesederhanaan membuatmu tampak semakin istimewa...
Bukan emas permata yang menghiasimu, tapi air wudhu yang memancarkan cahaya di wajahmu, begitu menyilaukan...
Bukan bermahkotakan berlian yang meninggikan kehormatanmu, tapi jilbab lebar dan pakaian yang menutupp rapi seluruh auratmu... sangat mempersona....

Hijab diri, hijab hati, amat rapi membalutmu duhai ukhti, tak kau biarkan lelaki bebas memandangmu, tak kau biarkan pria menyentuhmu, tak kau biarkan ikhwan mengotori hatimu yang suci...

Pandanganmu lekat penuh kehangatan kepada saudarimu namun tertunduk pada lawan jenis yang bukan mahrammu....

Lincah gerakmu, cepat pergerakanmu, medan dakwah kau terjang meski harus berhadapan dengan onak duri dan kejamnya fitnah.... semua kau lalui dengan ikhlas tanpa banyak mengeluh... hanya senyum terindah yang kau hadiahkan kepada mereka yang ada di sekitarmu...

Amanah yang kau pikul membuatmu semakin terlihat kurus, ukhti... meski aktivitasmu begitu padat namun shaum sunnah tak pernah kau tinggalkan...
Di 2/3 malam yang dingin, di saat sebagian besar manusia terlelap dalam mimpi indah, dirimu yang sudah teramat lelah malah terbangun, menunaikan shalat qiyamullail, bermunajat kepada Rabb-mu, memohon kekuatan atas setiap beban yang tengah kau pikul... Memohon energi untuk menjalani hari-hari yang semakin berat... Menangis mengadu, hanya kepada Allah-lah seorang ukhti mengadu, memohon pertolongan, memohon kekuatan, bersandar.. karena Dia-lah satu-satunya tempat bersandar...

Ukhti,, bibirmu tak pernah kering dari dzikrullah, selalu mengingat Rabb-nya dimanapun dirimu berada,, lantunan ayat-ayat suci Al-Qur'an mengalir lancar dari mulutmu, tilawahmu tak pernah kurang dari 1 juz/ harinya... 

Ukhti, harimu begitu padat, ada yang sibuk menimba ilmu di bangku sekolah, ada yang sibuk menimba ilmu di bangku kuliah, ada yang sibuk mengais rezeki di kantor-kantor, ada yang sibuk mendulang rezeki dari usaha dagangnya.. Kalian sungguh sibuk, namun nafas dakwah tak pernah terpisah dari kehidupan kalian,, amanah dakwah yang kalian emban amatlah berat, kalian para ADS, ADK, ADM, mentor, murobbiyah, ustadzhah, dan berbagai peran yang kalian jalani...

Semua kalian jalani dengan tawadzun, tanpa melupakan dakwah di keluarga sendiri,, kalian ummahat pencetak generasi Robbani, kalian kakak yang mampu membina adik-adiknya mengenal indahnya Islam dengan kasih sayang, kalian adik manis yang mampu mengajak kakak-kakaknya menjalankan syariat Islam, kalian anak yang mampu membujuk orangtuanya mengaji bersama dan membuat program-program keluarga yang Islami, kalian juga istri yang mampu menyokong aktivitas dan produktivitas dakwah suaminya, kalian benar-benar membuat para bidadari surga cemburu...

Hadirmu selalu dinanti, saat kau pergi semua merindukan kembalimu..., sungguh berarti keberadaamu duhai ukhti sholihah...

Ukhti,, lembut perangaimu, jujur kata-katamu, terjaga lisanmu, hangat senyummu, lincah gerakmu, lurus akidahmu, indah akhlakmu, terjaga ibadahmu, sungguh istimewa dirimu.... Engkau bahkan lebih baik dari bidadari surga, ukhti.....

Imam Ath-Thabrany mengisahkan dalam sebuah hadist, dari Ummu Salamah radhiyallahu ‘anha, dia berkata,

“Saya berkata, ‘Wahai Rasulullah, jelaskanlah kepadaku firman Allah tentang bidadari-bidadari yang bermata jeli’.”
Beliau menjawab, “Bidadari yang kulitnya putih, matanya jeli dan lebar, rambutnya berkilai seperti sayap burung nasar.”

Saya berkata lagi, “Jelaskan kepadaku tentang firman Allah, ‘Laksana mutiara yang tersimpan baik’.” (Al-waqi’ah : 23)
Beliau menjawab, “Kebeningannya seperti kebeningan mutiara di kedalaman lautan, tidak pernah tersentuh tangan manusia.”

Saya berkata lagi, “Wahai Rasulullah, jelaskan kepadaku firman Allah, ‘Di dalam surga-surga itu ada bidadari-bidadari yang baik-baik lagi cantik-cantik’.” (Ar-Rahman : 70)
Beliau menjawab, “Akhlaknya baik dan wajahnya cantik jelita”

Saya berkata lagi,  "Jelaskan kepadaku firman Allah, ‘Seakan-akan mereka adalah telur (burung onta) yang tersimpan dengan baik’.” (Ash-Shaffat : 49)
Beliau menjawab, “Kelembutannya seperti kelembutan kulit yang ada di bagian dalam telur dan terlindung kulit telur bagian luar, atau yang biasa disebut putih telur.”

Saya berkata lagi, “Wahai Rasulullah, jelaskan kepadaku firman Allah, ‘Penuh cinta lagi sebaya umurnya’.” (Al-Waqi’ah : 37)
Beliau menjawab, “Mereka adalah wanita-wanita yang meninggal di dunia pada usia lanjut, dalam keadaan rabun dan beruban. Itulah yang dijadikan Allah tatkala mereka sudah tahu, lalu Dia menjadikan mereka sebagai wanita-wanita gadis, penuh cinta, bergairah, mengasihi dan umurnya sebaya.”

Saya bertanya, “Wahai Rasulullah, manakah yang lebih utama, wanita dunia ataukah bidadari yang bermata jeli?”
Beliau menjawab, “Wanita-wanita dunia lebih utama daripada bidadari-bidadari yang bermata jeli, seperti kelebihan apa yang tampak daripada apa yang tidak tampak.”

Saya bertanya, “Karena apa wanita dunia lebih utama daripada mereka?”
Beliau menjawab, “Karena shalat mereka, puasa dan ibadah mereka kepada Allah. Allah meletakkan cahaya di wajah mereka, tubuh mereka adalah kain sutera, kulitnya putih bersih, pakaiannya berwarna hijau, perhiasannya kekuning-kuningan, sanggulnya mutiara dan sisirnya terbuat dari emas. Mereka berkata, ‘Kami hidup abadi dan tidak mati, kami lemah lembut dan tidak jahat sama sekali, kami selalu mendampingi dan tidak beranjak sama sekali, kami ridha dan tidak pernah bersungut-sungut sama sekali. Berbahagialah orang yang memiliki kami dan kami memilikinya.’.”

Saya berkata, “Wahai Rasulullah, salah seorang wanita di antara kami pernah menikah dengan dua, tiga, atau empat laki-laki lalu meninggal dunia. Dia masuk surga dan mereka pun masuk surga pula. Siapakah di antara laki-laki itu yang akan menjadi suaminya di surga?”
Beliau menjawab, “Wahai Ummu Salamah, wanita itu disuruh memilih, lalu dia pun memilih siapa di antara mereka yang akhlaknya paling bagus, lalu dia berkata, ‘Wahai Rabb-ku, sesungguhnya lelaki inilah yang paling baik akhlaknya tatkala hidup bersamaku di dunia. Maka nikahkanlah aku dengannya’. Wahai Ummu Salamah, akhlak yang baik itu akan pergi membawa dua kebaikan, dunia dan akhirat.”

Diriwayatkan dalam hadits marfu,oleh Ibnu Mubarak dari Rusydin dari Ibnu An’am dari Hibban bin Abi Jablah,dia berkata: ‘sesungguhnya wanita dunia yang masuk surga akan lebih baik dari bidadari karena amalnya di dunia”.

“sedangkan Al-Qurthubi sendiri,sesungguhnya pendapat yang mengatakan wanita dunia itu lebih baik dari bidadari merupakan pendapat yang paling kuat dan benar. sebab,wanita yang beriman :
1. merasakan lelah dan sabar dalam menjalankan ketaatan kepada Allah;
2. sabar dalam menghadapi musibah; dan
3. bersabar atas kemaksiatan.
adapun bidadari adalah makhluk di surga. Mereka tidak pernah ditimpa musibah, digoda maksiat yang melalaikan dari ketaatan kepada Allah, atau bersabar menghadapi suami yang tidak baik melarangnya memakai jilbab dan memerintahkan untuk berdandan”.

Sedangkan keutamaan (pahala) itu tergantung dari kadar kesulitan (masyaqqah).


Bagaimana mungkin bidadari lebih utama dari mereka yang diperintahkan untuk beribadah dan bersosialisasi (mu’amalah),yang selalu di katakan kepada mereka,”lakukan”atau,”jangan lakukan” ! Dan Allah berfirman, yang artinya : “sebagai balasan bagi apa yang telah mereka kerjakan”. (QS.Al-Waaqi’ah:24).

Tidaklah heran jika seorang akhwat rela "menjual" dirinya kepada Allah, terjun ke medan dakwah mengorbankan tenaga, waktu, harta, jiwa dan raganya demi kemuliaan ini.. Ini adalah soal pilihan, pilihan paling sadar untuk menjadi penonton, atau menjadi komentator, atau menjadi objek dakwah, atau menjadi pelaku/ aktornya, atau justru menjadi musuh dalam dakwah ini??? Saudariku, dimanakah posisimu saat ini?

“Sesungguhnya Allah telah membeli dari orang-orang mu’min diri dan harta mereka dengan memberikan surga untuk mereka. Mereka berperang pada jalan Allah; lalu mereka membunuh atau terbunuh.  janji yang benar dari Allah di dalam Taurat, Injil dan Al Qur’an. Dan siapakah yang lebih menepati janjinya  daripada Allah? Maka bergembiralah dengan jual beli yang telah kamu lakukan itu, dan itulah kemenangan yang besar. (QS. At Taubah : 111)

Kerja dakwah adalah kontrak kerja tanpa batas waktu, kontrak seumur hidup yang tak mengenal kata pensiun; bukan berlangsung selama masih lajang dan berakhir ketika telah menikah! bukan pula semasa masih hidup miskin dan serba susah lalu meninggalkannya ketika sudah kaya dan hidup senang! dan juga bukan hanya bergabung di masa senang tetapi mundur ketika mendapat ujian! INI MASALAH KOMITMENMU KEPADA ISLAM DAN PERGERAKANNYA!!!

Berbahagialah muslimah yang telah membuat para bidadari di surga cemburu, mereka yang istiqomah hingga kakinya menapaki surga, mereka yang tetap produktif dalam aktivitas dakwahnya dalam segala kondisi, berat maupun ringan, saat lajang maupun telah menikah,, saat sibuk maupun luang, mereka yang memanfaatkan setiap detik daam hidupnya, mereka yang tak pernah menyia-nyiakan setiap anugerah detak jantung dan hembusan nafas dengan kelalaian.. Ukhti,,, tetaplah istiqomah.....


"Berangkatlah kamu baik dalam keadaan merasa ringan maupun berat, dan berjihadlah kamu dengan harta dan dirimu di jalan Allah. Yang demikian itu adalah lebih baik bagimu, jika kamu mengetahui." (QS.At taubah:41)

Afwan jika terselip kata yang kurang berkenan, sesungguhnya kebenaran itu hanyalah milik Allah dan segala khilaf adalah milik saya si insan dhoif ini, semoga para muslimah, saudari-saudariku tercinta adalah wanita-wanita yang dirindukan surga, wanita-wanita yang dicemburui oleh para bidadari surga karena ketaatannya...

Bunga Karang, di hari pahlawan, karena ibuku adalah pahlawanku, karena wanita adalah pemulia kehidupan, karena wanita adalah pahlawan bagi hidup kita... karena kita semua terlahir dari rahim seorang wanita, karena pengorbanan jiwa raga  mereka maka gelar pahlawan sangat tepat disandingkan kepada mereka para wanita yang mulia...

10 November 2010