Translate

Senin, 24 Januari 2011

Manajemen Afwan dengan Alasan "Ter-oke"


BISMILLAAHIRROHMAANIRROHIIM

Percaya atau tidak, hambatan terbesar untuk mencapai puncak kesuksesan adalah diri sendiri.

Senjata paling ampuh yang paling banyak kita gunakan untuk melegalisasi berbagai jenis kegagalan adalah “EXCUSE” atau “ALASAN” atau “DALIH PEMBENARAN”

“EXCUSE” membuat kita kalah dengan mudah, membuat kita merasa sah untuk menyerah, membuat kita merasa terhormat ketika terhina, membuat kita merasa wajar untuk gagal.

(Isa Alamsyah, 2010)


Dalam kehidupan, kita seringkali menghabiskan sebagian energi berpikir kita untuk mencari-cari alasan agar mendapat pemakluman atas kelalaian-kelalaian yang kita lakukan. Mulai dari hal-hal yang hanya berdampak pada diri sendiri, seperti nilai ujian yang rendah dengan dalih soal yang terlalu sulit, dosen yang ga bisa ngajar, diri kita yang diberi beban amanah yang terlalu berat sehingga akademik terbengkalai, dan sebagainya dan sebagainya... Tak sulit kan mencari alasan dan pembenaran? Tapi mengapa begitu sulit untuk mengakui saja, nilai saya rendah karena saya yang lalai dalam belajar, saya  yang lalai me-manage waktu. Terlambat datang ke kantor dengan dalih jalanan macet, semalam begadang karena lembur, sedang gak fit, dsb.... Kenyataannya, ketidakdisiplinan kita lah yang membuat kita terlambat. Jalanan memang selalu macet, harusnya kita berangkat lebih pagi, bukan? Kenapa sampai lembur? apakah karena kelalaian kita di waktu-waktu terdahulu yang tidak disiplin menyelesaikan tugas segera sehingga menumpuk di akhir? badan gak fit karena kita yang tidak pandai merawat diri, makan dan tidur tidak teratur, malas berolahraga, makan sembarangan. Sampai kapan mau terus mencari PEMBENARAN atas setiap kelalaian kita? Bukankah hal itu hanya akan membuat kita layak disebut pengecut yang tak mampu mengakui kesalahan?

Dalam lingkup dakwah dan tarbiyah, seni mencari alasan sering kita sebut dengan "manajemen afwan", dan ijin-pun akan mudah diberikan atas nama ukhuwah dan sikap husnudzon. Tentu banyak agenda-agenda dakwah yang sering kita lewatkan dengan berbagai alasan

"Afwan, ana tidak bisa hadir dalam syuro, ada acara keluarga."
"Afwan, ana tidak bisa ikut halaqoh hari ini, besok ana uas."
"Afwan, ana tidak bisa mengisi mentoring, ana lagi ga mood."
"Afwan, ana terlambat hadir, tadi ana nganter istri dulu."
"Afwan, ana ga bisa menyelesaikan amanah-amanah ana, ana lagi banyak tugas kuliah."
dan segudang alasan lainnya... apakah sering mendengar yang seperti ini?

Tapi kan kita selalu diminta untuk selalu berhusnudzon pada saudara seiman, bukan? Tentu mendapati berbagai permintaan ijin seperti itu kita hanya bisa tersenyum dan menerima alasan-alasan tersebut.

Qiyadah, murobbi, mas'ul, dan saudara-saudara seperjuangan kita tentu akan memaklumkan dan memberikan ijin atas berbagai alasan "terbaik" yang kita sampaikan agar bisa "kabur" dari pertemuan pengikat hati & penguat ruhiyah dan amanah-amanah dakwah kita.

Kita memang menikmati ‘izin’ yg diberikan. Tetapi, apakah dihadapan Allah masalahnya juga ‘selesai’? dalam masalah2 dakwah, tarbiyah, dan akhirat orang-orang beriman tidak semestinya banyak meminta izin.


"Orang-orang yang beriman kepada Allah dan hari kemudian, tidak akan
meminta izin kepadamu untuk tidak ikut berjihad dengan harta dan diri
mereka. Dan Allah mengetahui orang-orang yang bertakwa."
(QS.9:4)   

Sedikit mengingat siroh, sekelumit kisah tentang perang tabuk:

Satu kali, datanglah sekumpulan orang Islam minta izin kepada Rasulullah untuk tidak ikut dalam perang tabuk, dan Rasulullah mengizinkannya maka turunlah firman Allah:

"Semoga Allah mema’afkanmu. Mengapa kamu memberi izin kepada mereka (untuk tidak pergi berperang), sebelum jelas bagimu orang-orang yang benar (dalam keuzurannya) dan sebelum kamu ketahui orang-orang yang berdusta?" (QS 9:43)

Itulah maksudnya, andaikan pun kita diizinkan dengan alasan kita, belum tentu selesai urusan dengan Allah karena IA Maha Tahu apa yg dalam hati kita.

Sepertinya kita harus mulai berhati-hati dengan sikap mencari-cari alasan dan "manajemen afwan". Ada kalanya karena dari awal azzam kita kurang kuat dan niat kita kurang bulat maka Allah tidak ridho dengan itu dan dijadikanlah kita golongan yg tertinggal.


"Dan jika mereka mau berangkat, tentulah mereka menyiapkan persiapan
untuk keberangkatan itu, tetapi Allah tidak menyukai keberangkatan
mereka, maka Allah melemahkan keinginan mereka. dan dikatakan kepada
mereka: “Tinggallah kamu bersama orang-orang yang tinggal itu.”"
(QS. 9:46)

Maka jika dari awal kita berniat untuk tidak hadir, biasanya, akan selalu muncul alasan untuk itu. Sebabnya bisa jadi, karena Allah tidak menghendaki mereka yg niatnya tidak bulat, azzamnya kurang kuat untuk ikut, bisa-bisa malah menambah masalah.

"Jika mereka berangkat bersama-sama kamu, niscaya mereka tidak menambah kamu selain dari kerusakan belaka, dan tentu mereka akan bergegas maju ke muka di celah-celah barisanmu, untuk mengadakan kekacauan di antara kamu; sedang di antara kamu ada orang-orang yang amat suka mendengarkan perkataan mereka. Dan Allah mengetahui orang-orang yang zalim." (QS. 9:47)

Yaa, perjalanan dakwah ini memang tak selalu mulus. Pasti kita akan dihadapkan dengan berbagai kondisi yang menguji keistiqomahan kita dalam menapaki jalan para anbiya ini. Mulai dari kelemahan azzam, rasa malas, rasa jenuh, ketidaknyamanan, banyaknya pilihan aktivitas lain yang lebih menggiurkan, masalah keuangan, keterbatasan dana, kondisi lingkungan yang kurang kondusif, obsesi terhadap dunia yang lebih besar, intimidasi dari pihak-pihak yang tidak suka dengan kebangkitan Islam, dan lain sebagainya. Ini adalah Sunnatullah.


Jalan dakwah adalah jalan yang mulia dan mahal. Sesungguhnya itulah jalan surga dan diridhai Allah, itulah jalan Allah. "Hai Tuhan kami, tetapkanlah tapak-tapak kaki kami di atas jalanMu".


Jalan dakwah adalah jalan yang dipenuhi dengan segala perkara yang dibenci oleh hawa nafsu dan bukan merupakan jalan yang ditaburi bunga-bunga yang mewangi. Banyak rintangan yang menghalangi dan banyak penyelewengan yang mungkin terjadi dalam beberapa aspek yang menjauhkan orang yang berjalan di atas jalannya.


"Alif Lam Mim. Adakah manusia menyangka bahwa mereka dibiarkan saja mengatakan: "Kami telah beriman", sedangkan mereka tidak diuji lagi. Dan sesungguhnya Kami telah menguji orang-orang yang benar dan sesungguhnya Dia mengetahui orang-orang yang berdusta".(Al-Ankabut: 1-3)


SUDAH SAATNYA KITA MENINGGALKAN "MANAJEMEN AFWAN", DAN MENJADI ORANG-ORANG DALAM BARISAN TERDEPAN DALAM MEMENUHI PANGGILAN JIHAD DAN MEMENUHI AMANAH-AMANAH KITA. BERHENTI BERLINDUNG DI BALIK ALASAN ATAS SETIAP KELALAIAN YANG KITA BUAT.

KESUKSESAN DAKWAH HANYA DICAPAI BILA PARA PENGUSUNGNYA, PARA AKTIVISNYA, PARA DAI-NYA MEMPUNYAI KOMITMEN DAN AZZAM YANG KUAT.
BUKAN DICAPAI OLEH ORANG-ORANG YANG HANYA PANDAI MENCARI-CARI ALASAN ATAS SETIAP KELALAIAN.

SEMUANYA BERPULANG PADA DIRI KITA SENDIRI, SETIAP HAMBATAN SELALU PUNYA SOLUSI. HAMBATAN DAN TANTANGAN UNTUK DITAKLUKKAN, UJIAN UNTUK DISELESAIKAN DENGAN CARA TERBAIK DAN HASIL TEROPTIMAL.

MARI KITA BERAZZAM UNTUK MENGHAPUS "ALASAN UNTUK LARI DARI DAKWAH"

DAN MENGGANTINYA DENGAN "ALASAN UNTUK HADIR TEPAT WAKTU, ALASAN UNTUK TERUS BERDAKWAH DALAM BERBAGAI KONDISI, ALASAN UNTUK TERUS HADIR DALAM LINGKARAN YANG SELALU MENYEBUT NAMA ALLAH, ALASAN UNTUK MENGIKUTI BERBAGAI KAJIAN ISLAM YANG MENINGKATKAN KAFAAH KITA, ALASAN UNTUK HADIR SYURO, ALASAN UNTUK HADIR TATSQIF, ALASAN UNTUK HADIR HALAQAH, ALASAN UNTUK IKUT MUKHOYYAM, ALASAN UNTUK IKUT RIHLAH, ALASAN UNTUK MENGISI PENGAJIAN, TPA, MENTORING, HALAQAH, ALASAN UNTUK TERLIBAT DALAM SETIAP AGENDA DAKWAH."

TERUSLAH MENCARI ALASAN UNTUK TERUS BERADA DALAM JALAN KEBAIKAN DAN UNTUK BERAMAL DENGAN AMAL-AMAL TERBAIK.

JANGAN MAU JADI ORANG YANG TERTINGGAL!

"Dan jika kamu berpaling, maka ALLAH akan gantikan dengan kaum yang lain dan mereka tidak akan jadi seperti kamu" (Qs. 47: 38).


SELAMAT BERJUANG DAN KEEP ISTIQOMAH!!!

_Bunga (setegar) Karang_

BOGOR, 25 JANUARI 2011




Kamis, 20 Januari 2011

Dakwah bukan hanya sekadar membangun sebuah rumah kardus yang rapuh, bukan pula merupakan pekerjaan sambilan yang bisa di kala waktu senggang. Dakwah adalah proyek terbesar di dalam membangun sebuah peradaban. Akan tetapi, proyek ini tidak akan pernah bisa tegak tanpa adanya kekuatan gerakan dakwah yang berlandaskan pada kekuatan amal jama’i dan koordinasi yg solid. [Hasan Al-Banna]

GAIRAH CINTA DAN KELESUAN UKHUWAH

Rating:★★★★
Category:Other
GAIRAH CINTA DAN KELESUAN UKHUWAH
Ditulis oleh Alm. Ust. Rahmat Abdullah
Jumat, 27 Juni 2008 23:36 -

Mungkin terjadi seseorang yang dahulunya saling mencintai akhirnya saling memusuhi dan sebaliknya yang sebelumnya saling bermusuhan akhirnya saling berkasih sayang. Sangat dalam pesan yang disampaikan Kanjeng Nabi SAW:

"Cintailah saudaramu secara proporsional, mungkin suatu masa ia akan menjadi orang yang kau benci. Bencilah orang yang kau benci secara proporsional, mungkin suatu masa ia akan menjadi kekasih yang kau cintai." (Hadist Sahih Riwayat Tirmidzi, Baihaqi, Thabrani, Daruquthni, Ibn Adi, Bukhari).

Ini dalam kaitan interpersonal.

Dalam hubungan kejamaahan, jangan ada reserve kecuali reserve syar'i yang menggariskan aqidah
"La tha'ata limakhluqin fi ma'shiati'l Khaliq" (Tidak boleh ada ketaatan kepada makhluq dalam bermaksiat kepada Alkhaliq).
(Hadist Sahih Riwayat Bukhari, Muslim, Ahmad dan Hakim).

Doktrin ukhuwah dengan bingkai yang jelas telah menjadikan dirinya pengikat dalam senang dan susah, dalam rela dan marah. Bingkai itu adalah :
"Level terendah ukhuwah (lower), jangan sampai merosot ke bawah garis rahabatus'shadr (lapang hati) dan batas tertinggi tidak (upper) tidak melampaui batas itsar (memprioritaskan saudara diatas kepentingan diri).”

GAIRAH CINTA DAN KELESUAN UKHUWAH

Karena bersaudara di jalan ALLAH telah menjadi kepentingan dakwah-Nya, maka "kerugian apapun" yang diderita saudara-saudara dalam iman dan da'wah, yang ditimbulkan oleh kelesuan, permusuhan ataupun pengkhianatan oleh mereka yang tak tahan beramal jama'i, akan mendapatkan ganti yang lebih baik.

"Dan jika kamu berpaling, maka ALLAH akan gantikan dengan kaum yang lain dan mereka tidak akan jadi seperti kamu" (Qs. 47: 38).

Masing-masing kita punya pengalaman pribadi dalam da'wah ini. Ada yang sejak 20 tahun terakhir dalam kesibukan yang tinggi, tidak pernah terganggu oleh kunjungan yang berbenturan dengan jadwal da'wah atau oleh urusan yang merugikan da'wah. Mengapa ? Karena sejak awal yang bersangkutan telah tegar dalam mengutamakan kepentingan da'wah dan menepiskan kepentingan lainnya. Ini jauh dari pikiran nekad yang membuat seorang melarikan diri dari tanggungjawab keluarga.

Ada seorang ikhwah, Dia bercerita, ketika menikah langsung berpisah dari kedua orang tua masing-masing, untuk belajar hidup mandiri atau alasan lain, seperti mencari suasana yang kondusif bagi pemeliharaan iman menurut persepsi mereka waktu itu. Mereka mengontrak rumah petak sederhana. "Begitu harus berangkat (berdakwah-red) mendung menggantung di wajah pengantinku tercinta", tuturnya. Dia tidak keluar melepas sang suami tetapi menangis sedih dan bingung, seakan doktrin da'wah telah mengelupas. Kala itu jarang da'i dan murabbi yang pulang malam apalagi petang hari, karena mereka biasa pulang pagi hari. Perangpun mulai berkecamuk dihati, seperti Juraij sang abid yang kebingungan karena kekhususan ibadah (sunnah) nya terusik panggilan ibu. "Ummi au shalati : Ibuku atau shalatku?" Sekarang yang membingungkan justru "Zauji au da'wati" : Isteriku atau da'wahku ?".

Dia mulai gundah, kalau berangkat istri cemberut, padahal sudah tahu nikah dengannya risikonya tidak dapat pulang malam tapi biasanya pulang pagi, menurut bahasa Indonesia kontemporer untuk jam diatas 24.00. Dia katakan pada istrinya : "Kita ini dipertemukan oleh Allah dan kita menemukan cinta dalam da'wah. Apa pantas sesudah da'wah mempertemukan kita lalu kita meninggalkan da'wah. Saya cinta kamu dan kamu cinta saya tapi kita pun cinta Allah." Dia pergi menerobos segala hambatan dan pulang masih menemukan sang permaisuri dengan wajah masih mendung, namun membaik setelah beberapa hari.

Beberapa tahun kemudian setelah beranak tiga atau empat, saat kelesuan menerpanya, justru istri dan anak-anaknyalah yang mengingatkan, mengapa tidak berangkat dan tetap tinggal dirumah? Sekarang ini keluarga da'wah tersebut sudah menikmati berkah da'wah.

Lain lagi kisah sepasang suami istri yang juga dari masyarakat da'wah. Kisahnya mirip, penyikapannya yang berbeda. Pengantinnya tidak siap ditinggalkan untuk da'wah. Perang bathin terjadi dan malam itu ia absent dalam pertemuan rutin. Dilakukan muhasabah terhadapnya sampai menangis-menangis, ia sudah kalah oleh penyakit "syaghalatna amwaluna waahluna": "kami telah dilalaikan oleh harta dan keluarga" (QS. 48:11).

Ia berjanji pada dirinya : "Meskipun terjadi hujan, petir dan gempa saya harus hadir dalam tugas-tugas da'wah". Pada giliran berangkat keesokan harinya ada ketukan kecil dipintu, ternyata mertua datang. "Wah ia yang sudah memberikan putrinya kepadaku, bagaimana mungkin kutinggalkan?". Maka ia pun absen lagi dan di muhasabah lagi sampai menangis-nangis lagi. Saat tugas da'wah besok apapun yang terjadi, mau hujan, badai, mertua datang dll pokoknya saya harus datang. Dan begitu pula ketika harus berangkat ternyata ujian dan cobaan dating kembali dan iapun tak hadir lagi dalam tugas-tugas dakwah.

Sampai hari ini pun saya melihat jenis akh tersebut belum memiliki komitmen dan disiplin yang baik. Tidak pernah merasakan memiliki kelezatan duduk cukup lama dalam forum da'wah, yang penuh berkah. Sebenarnya adakah pertemuan-pertemuan yang lebih lezat selain pertemuan-pertemuan yang dihadiri oleh ikhwah berwajah jernih berhati ikhlas ? Saya tak tahu apakah mereka menemukan sesuatu yang lain, "in lam takun bihim falan takuna bighoirihim".

DI TITIK LEMAH UJIAN DATANG

Akhirnya dari beberapa kisah ini saya temukan jawabannya dalam satu simpul. Simpul ini ada dalam kajian tematik ayat QS Al-A'raf Ayat 163:

"Tanyakan pada mereka tentang negeri di tepi pantai, ketika mereka melampaui batas aturan Allah di (tentang) hari Sabtu, ketika ikan-ikan buruan mereka datang melimpah-limpah pada Sabtu dan di hari mereka tidak ber-sabtu ikan-ikan itu tiada datang. Demikianlah kami uji mereka karena kefasikan mereka".

Secara langsung tema ayat tentang sikap dan kewajiban amar ma'ruf nahyi munkar. Tetapi ada nuansa lain yang menambah kekayaan wawasan kita. Ini terkait dengan ujian. Waktu ujian itu tidak pernah lebih panjang daripada waktu hari belajar, tetapi banyak orang tak sabar menghadapi ujian, seakan sepanjang hari hanya ujian dan sedikit hari untuk belajar. Ujian kesabaran, keikhlasan, keteguhan dalam berda'wah lebih sedikit waktunya dibanding berbagai kenikmatan hidup yang kita rasakan.

Kalau ada sekolah yang waktu ujiannya lebih banyak dari hari belajarnya, maka sekolah tersebut dianggap sekolah gila. Selebih dari ujian-ujian kesulitan, kenikmatan itu sendiri adalah ujian. Bahkan, alhamdulillah rata-rata kader da'wah sekarang secara ekonomi semakin lebih baik. Ini tidak menafikan (sedikit) mereka yang roda ekonominya sedang dibawah.
Seorang Ustadz, ketika selesai menamatkan pendidikannya di Madinah, mengajak rekannya untuk mulai aktif berda'wah. Diajak menolak, dengan alasan ingin kaya dulu, karena orang kaya suaranya didengar orang dan kalau berda'wah, da'wahnya diterima. Beberapa tahun kemudian mereka bertemu. "Ternyata kayanya kaya begitu saja", ujar Ustadz tersebut.
Ternyata kita temukan kuncinya, "Demikianlah kami uji mereka karena sebab kefasikan mereka". Nampaknya Allah hanya menguji kita mulai pada titik yang paling lemah. Mereka malas karena pada hari Sabtu yang seharusnya dipakai ibadah justru ikan datang, pada hari Jum'at jam 11.50 datang pelanggan ke toko. Pada saat-saat jam da'wah datang orang menyibukkan mereka dengan berbagai cara.

Tapi kalau mereka bisa melewatinya dengan azam yang kuat, akan seperti kapal pemecah es. Bila diam salju itu tak akan menyingkir, tetapi ketika kapal itu maju, sang salju membiarkannya berlalu. Kita harus menerobos segala hal yang pahit seperti anak kecil yang belajar puasa, mau minum tahan dulu sampai maghrib. Kelezatan, kesenangan dan kepuasan yang tiada tara, karena sudah berhasil melewati ujian dan cobaan sepanjang hari.
Karena itu mari melihat dimana titik lemah kita. Yang lemah dalam berukhuwah, yang gerah dan segera ingin pergi meninggalkan kewajiban liqa', syuro atau jaulah. Bila mereka bersabar melawan rasa gerah itu, pertarungan mungkin hanya satu dua kali, sesudah itu tinggal hari-hari kenikmatan yang luar biasa yang tak tergantikan.

Bahkan orang-orang salih dimasa dahulu mengatakan: "Seandainya para raja dan anak-anak raja mengetahui kelezatan yang kita rasakan dalam dzikir dan majlis ilmu, niscaya mereka akan merampasnya dan memerangi kita dengan pedang". Sayang hal ini tidak bisa dirampas, melainkan diikuti, dihayati dan diperjuangkan. Berda'wah adalah nikmat, berukhuwah adalah nikmat, saling menopang dan memecahkan problematika da'wah bersama ikhwah adalah nikmat, andai saja bisa dikhayalkan oleh mereka menelantarkan modal usia yang ALLAH berikan dalam kemilau dunia yang menipu dan impian yang tak kunjung putus.

Ayat ini mengajarkan kita, ujian datang di titik lemah. Siapa yang lemah di bidang lawan jenis, seks dan segala yang sensual tidak diuji di bidang keuangan, kecuali ia juga lemah disitu. Yang lemah dibidang keuangan, jangan berani-berani memegang amanah keuangan kalau kamu lemah di uang hati-hati dengan uang. Yang lemah dalam gengsi, hobi popularitas, riya' mungkin -dimasa ujian- akan menemukan orang yang terkesan tidak menghormatinya. Yang lidahnya tajam dan berbisa mungkin diuji dengan jebakan-jebakan berkomentar sebelum tabayun (klarifikasi).Yang lemah dalam kejujuran mungkin selalu terjebak perkara yang membuat dia hanya 'selamat' dengan berdusta lagi. Dan itu arti pembesaran bencana.

Kalau saja Abdullah bin Ubay bin Salul, nominator pemimpin Madinah (dahulu Yatsrib) ikhlas menerima Islam sepenuh hati dan realistis bahwa dia tidak sekaliber Rasulullah SAW, niscaya tidak semalang itu nasibnya. Bukankah tokoh-tokoh Madinah makin tinggi dan terhormat, dunia dan akhirat dengan meletakkan diri mereka dibawah kepemimpinan Rasulullah SAW ? Ternyata banyak orang yang bukan hanya bakhil dengan harta yang ALLAH berikan, tetapi juga bakhil dengan ilmu, waktu, gagasan dan kesehatan yang seluruhnya akan menjadi beban tanggungjawab dan penyesalan.

SENI MEMBUAT ALASAN

Perlu kehati-hatian -sesudah syukur- karena kita hidup di masyarakat Da'wah dengan tingkat husnuzzhan yang sangat tinggi. Mereka yang cerdas tidak akan membodohi diri mereka sendiri dengan percaya kepada sangkaan baik orang kepada dirinya, sementara sang diri sangat fahambahwa ia tak berhak atas kemuliaan itu.

Gemetar tubuh Abu Bakar RA bila disanjung. "Ya ALLAH, jadikan daku lebih baik dari yang mereka sangka, jangan hukum daku lantaran ucapan mereka dan ampuni daku karena ketidaktahuan mereka", demikian ujarnya lirih. Dimana posisi kita dari kebajikan Abu Bakr Shiddiq RA ? "Alangkah bodoh kamu, percaya kepada sangka baik orang kepadamu, padahal engkau tahu betapa diri kamu jauh dari kebaikan itu", demikian kecaman Syaikh Harits Almuhasibi dan Ibnu Athai'Llah.

Diantara nikmat ALLAH ialah sitr (penutup) yang ALLAH berikan para hamba-Nya, sehingga aibnya tak dilihat orang. Namun pelamun selalu mengkhayal tanpa mau merubah diri. Demikian mereka yang memanfaatkan lapang hati komunitas da'wah tumbuh dan menjadi tua sebagai seniman maaf, "Afwan ya Akhi".

Tetapi ALLAH-lah Yang Memberi Mereka Karunia Besar

Kelengkapan Amal Jama'i tempat kita 'menyumbangkan' karya kecil kita, memberikan arti bagi eksistensi ini. Kebersamaan ini telah melahirkan kebesaran bersama. Jangan kecilkan makna kesertaan amal jama'i kita, tanpa harus mengklaim telah berjasa kepada Islam dan da'wah.

"Mereka membangkit-bangkitkan (jasa) keislaman mereka kepadamu. Katakan : 'Janganlah bangkit-bangkitkan keislamanmu (sebagai sumbangan bagi kekuatan Islam, (sebaliknya hayatilah) bahwa ALLAH telah memberi kamu karunia besar dengan membimbing kamu ke arah Iman, jika kamu memang jujur" (Qs. 49;17).

ALLAH telah menggiring kita kepada keimanan dan da'wah. Ini adalah karunia besar. Sebaliknya, mereka yang merasa telah berjasa, lalu -karena ketidakpuasan yang lahir dari konsekuensi bergaul dengan manusia yang tidak maksum dan sempurna- menunggu musibah dan kegagalan, untuk kemudian mengatakan : "Nah, rasain !" Sepantasnya bayangkan, bagaimana rasanya bila saya tidak bersama kafilah kebahagiaan ini?.

Saling mendo'akan sesama ikhwah telah menjadi ciri kemuliaan pribadi mereka, terlebih doa dari jauh. Selain ikhlas dan cinta tak nampak, motivasi lain bagi saudara yang berdoa itu, ALLAH akan mengabulkannya dan malaikat akan mengamininya, seraya berkata : "Untukmu pun hak seperti itu", seperti pesan Rasulullah SAW. Cukuplah kemuliaan ukhuwah dan jamaah bahwa para nabi dan syuhada iri kepada mereka yang saling mencintai, bukan didasari hubungan kekerabatan, semata-mata iman dan cinta fi'Llah.

Ya ALLAH, kami memohon cinta-Mu, cinta orang-orang yang mencintai-Mu dan cinta kepada segala yang akan mendekatkan kami kepada cinta-Mu.

Minggu, 16 Januari 2011

IMPIAN HARI INI ADALAH KENYATAAN HARI ESOK

Rating:★★★★
Category:Other
Saudaraku,
Janganlah engkau putus asa, karena putus asa bukanlah akhlak seorang muslim. Ketahuilah bahwa kenyataan hari ini adalah mimpi hari kemarin, dan impian hari ini adalah kenyataan di hari esok. Waktu masih panjang dan hasrat akan terwujudnya kedamaian masih tertanam dalam jiwa masyarakat kita, meski fenomena-fenomena kerusakan dan kemaksiatan menghantui mereka. Yang lemah tidak akan lemah sepanjang hidupnya dan yang kuat tidak akan selamanya kuat.

Allah swt. berfirman,

"Dan Kami hendak memberi karunia kepada orang-orang yang tertindas di bumi (Mesir) itu dan hendak menjadikan mereka pemimpin dan menjadikan mereka orang-orang yang mewarisi (bumi), dan akan Kami teguhkan kedudukan mereka di muka bumi dan akan Kami perlihatkan kepada Fir'aun dan Haman serta tentaranya apa yang selalu mereka khawatirkan dari mereka itu." (Al-Qashash: 5-6)

Putaran waktu akan memperlihatkan kepada kita peristiwa-peristiwa yang mengejutkan dan memberikan peluang kepada kita untuk berbuat. Dunia akan melihat bahwa dakwah kita adalah hidayah, kemenangan, dan kedamaian, yang dapat menyembuhkan umat dari rasa sakit yang tengah dideritanya. Setelah itu tibalah giliran kita untuk memimpin dunia, karena bumi tetap akan berputar dan kejayaan itu akan kembali kepada kita. Hanya Allah-lah harapan kita satu-satunya.

Bersiap dan berbuatlah, jangan menunggu datangnya esok hari, karena bisa jadi engkau tidak bisa berbuat apa-apa di esok hari.

Kita memang harus menunggu putaran waktu itu, tetapi kita tidak boleh berhenti. Kita harus terus berbuat dan terus melangkah, karena kita memang tidak mengenal kata "berhenti" dalam berjihad.

Allah swt. berfirman,

"Dan orang-orang yang berjihad untuk (mencari keridhaan) Kami, sungguh akan Kami tunjukkan jalan-jalan Kami. "(Al-Ankabut: 69)

Hanya Allah-lah Dzat yang Maha Agung, bagi-Nya segala puji.

-Hasan Al-Banna-

Jumat, 14 Januari 2011

Bisa jadi kelemahan dan kelesuan dakwah memang berpangkal dari kelemahan dan kelesuan ruhiyah. Menjaga dan mempertahankan ruhiyah harus senantiasa dilakukan sebelum beranjak ke medan dakwah, sehingga sangat ironis jika seseorang berdakwah tanpa mempersiapkan bekal ruhiyah yang maksimal, bisa jadi dakwahnya akan ”hambar” seperti juga ruhiyahnya yang sedang ”kering”.

Ruhiyah, Bekal Berdakwah

Rating:★★★
Category:Other
Fiqih Dakwah
Oleh: Dr. Attabiq Luthfi, MA
dakwatuna.com

Ruhiyah adalah bekal yang terbaik bagi setiap muslim, terutama bagi seorang da’i. Ruhiyah inilah yang akan memotivasi, menggerakkan dan kemudian menilai setiap perbuatan yang dilakukannya.. Keberadaan ruhiyah yang baik dan stabil menentukan kualitas sukses hidup seseorang, demikian juga dengan dakwah. Sangat tepat ungkapan yang menyatakan,

“Ar-Ruhiyah qablad dakwah kama Annal Ilma qablal qauli wal amal”.

Ungkapan ini merupakan “iqtibas” dari salah satu judul bab dalam kitab shahih Al-Bukhari,

“Berilmu sebelum berbicara dan beramal, demikian juga memiliki ruhiyah yang baik sebelum berdakwah dan berjuang”.

Dalam konteks dakwah, menjaga dan mempertahankan ruhiyah harus senantiasa dilakukan sebelum beranjak ke medan dakwah, sehingga sangat ironis jika seseorang berdakwah tanpa mempersiapkan bekal ruhiyah yang maksimal, bisa jadi dakwahnya akan ”hambar” seperti juga ruhiyahnya yang sedang ”kering”.

Allah swt berfirman,
“Hai orang-orang yang beriman, ruku’lah kalian bersama-sama, sujudlah dan sembahlah Tuhanmu, kemudian lakukanlah amal kebaikan, dan berjihadlah di jalan Allah dengan sebenar-benar jihad”. (Al-Hajj: 77-78)

Menurut susunannya, ayat di atas memuat perintah Allah kepada orang-orang yang beriman berdasarkan skala prioritas;

diawali dengan perintah menjaga dan memperbaiki kualitas ruhiyah yang tercermin dalam tiga perintah Allah: ruku’, sujud dan ibadah,

kemudian diiringi dengan implementasi dari ruhiyah tersebut dalam bentuk amal dan jihad yang benar.

Yang diharapkan dari menjalankan perintah ayat ini sesuai dengan urutannya adalah agar kalian meraih kemenangan dan keberuntungan dalam seluruh aspek kehidupan, terlebih urusan yang kental dengan ruhiyah yaitu dakwah.

Tentunya susunan ayat Al-Qur’an yang demikian bijak dan tepat bukan semata-mata hanya memenuhi aspek keindahan bahasa atau ketepatan makna, namun lebih dari itu, terdapat hikmah yang layak untuk digali karena susunan ayat atau surah dalam Al-Qur’an memang bersifat “tauqifiy” (berdasarkan wahyu, bukan ijtihad).

Peri pentingnya ruhiyah dalam dakwah dapat dipahami juga dari sejarah turunnya surah Al-Muzzammil. Surah ini secara hukum dapat dibagikan menjadi dua kelompok;

kelompok yang pertama dari awal surah hingga ayat 19 yang berisi instruksi kewajiban shalat malam; dan

kelompok kedua yang berisi rukhshah dalam hukum qiyamul lail menjadi sunnah mu’akkadah, yaitu pada ayat yang terakhir, ayat 20.

Bisa dibayangkan satu tahun lamanya generasi terbaik dari umat ini melaksanakan kewajiban qiyamul lail layaknya sholat lima waktu semata-mata untuk mengisi dan memperkuat ruhiyah mereka sebelun segala sesuatunya. Baru di tahun berikutnya turun rukhshah dalam menjalankan sholat malam yang merupakan inti dari aktivitas memperkuat ruhiyah. Hal ini dilakukan, karena mereka memang dipersiapkan untuk mengemban amanah dakwah yang cukup berat dan berkesinambungan.

Pada tataran aplikasinya, stabilitas ruhiyah harus diuji dengan dua ujian sekaligus, yaitu ujian nikmat dan ujian cobaan atau musibah.

Karena bisa jadi seseorang mampu mempertahankan ruhiyahnya dalam keadaan susah dan banyak mengalami ujian dan cobaan, namun saat dalam keadaan lapang dan senang, bisa saja ia lengah dan lupa dengan tugas utamanya. Inilah yang dikhawatirkan oleh Rasulullah saw dalam sabdanya,

“Bukanlah kefaqiran yang sangat aku khawatirkan terjadi pada kalian, tetapi aku sangat khawatir jika (kemewahan, kesenangan) dunia dibentangkan luas atas kalian, kemudian karenanya kalian berlomba-lomba untuk meraihnya seperti yang pernah terjadi pada orang-orang sebelum kalian. Maka akhirnya kalian binasa sebagaimana mereka juga binasa karenanya”. (Bukhari dan Muslim).

Maka seorang mukmin yang kualitas ruhiyahnya baik adalah yang mampu mempertahankannya dalam dua keadaan sekaligus. Demikianlah yang pernah Rasulullah isyaratkan dalam sabdanya,

“Sungguh mempesona keadaan orang beriman itu; jika ia mendapat anugerah nikmat ia bersyukur dan itu baik baginya. Namun jika ia ditimpa musibah ia bersabar dan itu juga baik baginya. Sikap sedemikian ini tidak akan muncul kecuali dari seorang mukmin”. (Al-Bukhari)

Dalam konteks ini, contoh yang sempurna adalah Muhammad saw. Beliau mampu memelihara stabilitas ruhiyahnya dalam keadaan apapun; dalam keadaan suka dan duka, senang dan sukar, ringan dan berat. Justru, semakin besar nikmat yang diterima seseorang, mestinya semakin bertambah volume syukurnya. Semakin besar rasa syukurnya, maka akan semakin tinggi voltase dakwahnya. Begitu seterusnya sehingga wajar jika Rasulullah tampil sebagai abdan syakuran. Karena memang demikian jaminan Allah swt,

“Barangsiapa yang bersyukur, maka pada hakikatnya ia bersyukur untuk (kebaikan) dirinya” (Luqman: 12).

Orang yang bersyukur akan memperoleh hasil syukurnya, yaitu kenikmatan ruhiyah yang ditandai dengan hidup menjadi lebih bahagia, tenteram dan sejahtera. Karena bersyukur hakikatnya adalah untuk dirinya sendiri.

Dan ternyata kesuksesan dakwah Rasulullah saw yang diteruskan oleh para sahabatnya sangat ditentukan –selain dari pertolongan Allah- dengan kekuatan ruhiyahnya. Selain dari qiyamul lail yang menjadi amaliyah rutin sepanjang masa, cahaya Al-Qur’an juga senantiasa menyinari hatinya. Allah swt menegaskan dalam firman-Nya,

“Dan sesungguhnya Al-Qur’an ini benar-benar diturunkan oleh Tuhan semesta alam. Ia dibawa turun oleh Ar-ruhul Amin (Jibril), ke dalam hatimu (Muhammad) agar kamu menjadi salah seorang di antara orang-orang yang memberi peringatan”. (Asy-Syu’ara’: 192-194).

Demikian persiapan Muhammad sebelum menjadi Rasul yang akan memberi peringatan yang merupakan tugas yang berat dan mengandung resiko adalah dengan dibekali Al-Qur’an yang akan senantiasa mengarahkan hatinya.

Dalam hal ini, Dr. Yusuf Al-Qaradawi pernah menyatakan dengan tegas rahasia kekuatan Al-Qur’an, “

القرآن روح رباني تحيا به القلوب والعقول

“Al-Qur’an adalah kekuatan Rabbani yang akan menghidupkan hati dan pikiran”.

Al-Qur’an akan senantiasa memancarkan kekuatan Allah yang akan kembali menghidupkan hati dan pikiran yang sedang dirundung duka dan kemaksiatan. Kekuatan nabi Muhammad sendiri ada pada kekuatan hatinya yang senantiasa dicharge dengan cahaya Al-Qur’an. Dan demikian seharusnya, kekuatan dakwah seseorang ditentukan oleh kekuatan ruhiyahnya, bukan dengan aspek secondary dan formalitas lainnya.

Pada masa yang sama, agar ruhiyah tetap stabil terpelihara, maka harus dijaga dengan banyak beramal, meskipun hanya sedikit. Karena amal yang terbaik menurut Rasulullah saw adalah amal yang berkesinambungan,

“Sebaik-baik amal adalah yang berkesinambungan meskipun sedikit demi sedikit”. (Tirmidzi).

Dalam konteks ini, Inkonsistensi ruhiyah pernah ditegur oleh Rasulullah saw,

“Janganlah kamu seperti si fulan; dahulu ia rajin qiyamul lail, kemudian ia tinggalkan”.

Penguatan aspek ruhiyah sebelum yang lainnya pada hakikatnya merupakan bentuk kewaspadaan seorang mukmin di hadapan musuh besarnya yaitu setan yang seringkali bergandeng bahu dengan manusia untuk melancarkan serangannya dan merealisasikan misinya. Tepat ungkapan Prof. Muhammad Mutawlli Asy-Sya’rawi:.

يأتى الشيطان من نقطة الضعف للانسان

“Setan akan senantiasa mengintai dan mencari titik lemah manusia”.

Dengan licik dan komit, setan senantiasa mengincar kelemahan manusia tanpa henti, karena ia tahu bahwa setiap manusia memiliki kelemahan dan oleh karenanya manusia diperintahkan untuk berlindung hanya kepada Allah dengan memperkuat aspek ruhiyahnya.

Demikianlah, aspek ruhiyah selalu menjadi potensi andalan para pemimpin dakwah yang telah menoreh tinta emas dalam sejarah dakwah ini. Mereka adalah orang-orang yang terbaik dalam kualitas ruhiyah dan amalnya.

“Ruhbanun bil Lail wa Fursanun bin Nahar”.

Bisa jadi kelemahan dan kelesuan dakwah memang berpangkal dari kelemahan dan kelesuan ruhiyah. Saatnya para da’i menyadari urgensi ruhiyah sebelum amal dakwah dengan memberi perhatian yang besar tentang aspek ini dalam pembinaan. Karena demikianlah memang dakwah mengajari kita melalui generasi terbaiknya.

Wallahu ‘alam bis shawab

Minggu, 09 Januari 2011

Manajemen Mentoring "Tips Kesehatan Mentoring"

Rating:★★★
Category:Books
Genre: Religion & Spirituality
Author:Muhammad Ruswandi dan Rama Adeyasa
1. Minumlah vitamin TEPAT WAKTU.

2. Lakukan olahraga muka dengan selalu tersenyum da hindari cemberut (supaya terlihat segar dan tidak cepat tua)

3. Jagalah selalu kebersihan dan kerapihan pakaian anda.

4. Makanlah suplemen tambahan MATERI (bisa didapat di "apotek" terdekat-kajian, ta'lim, tasqif).

5. Lakukanlah olahraga rutin berupa dakwah fardiyah dengan mentee anda.

6. Hindari virus-virus seperti :

a. Meninggalkan mentoring tanpa alasan jelas

b. Datang telat tanpa alasan syar'i

c. Malas mencari mentor pengganti saat tidak dapat hadir

d. Enggan menjaga komunikasi atau enggan membantu mentee

7. Jika terserang virus-virus di atas, beristgfarlah dan lakukan konsultasi dengan dokter terdekat (sang koordinator atau ustadz anda) dan hukumlah (iqab) diri anda sendiri sesuai dengan mekanisme yang telah ditentukan.

8. Biasakan selalu hidup teratur dan terencana.

9. Lakukan pengecekan kesehatan harian dengan melakukan muhasabah sebelum berangkat tidur dan dengan mengikuti rapat evaluasi.

10. Untuk kesehatan hablumminannass lakukan silaturahmi dengan wali kelas mentee.

11. Jangan biarkan mentee seperti anak ayam kehilangan induk saat anda datang terlambat. Tekankan pada mereka untuk memulai terlebih dahulu, jka anda datang terlambat.

12. Sterilkan diri dari kuman futur dengan selalu meningkatkan amal yaumi.

13. Biasakanlah untuk menjadi dokter bagi mentee (misalnya dalam masalah akademis dan hubungan dengan teman)


“Tidakkah kamu kamu perhatikan bagaimana Allah telah membuat perumpamaan kalimat yang baik seperti pohon yang baik, akarnya teguh dan cabangnya (menjulang) ke langit. Pohon itu memberikan buahnya pada setiap musim dengan seizin Tuhannya. Allah membuat perumpamaan-perumpamaan itu untuk manusia supaya mereka selalu ingat. Dan perumpamaan kalimat yang buruk seperti pohon yang buruk, yang telah dicabut dengan akar-akarnya dari permukaan bumi; tidak dapat tetap (tegak) sedikitpun. Allah meneguhkan (iman) orang-orang yang beriman dengan ucapan yang teguh itu dalam kehidupan di dunia dan di akhirat; dan Allah menyesatkan orang-orang yang zalim dan memperbuat apa yang Dia kehendaki.” (QS Ibrahim [14]: 24-27)

Bahwa….Jalan da’wah adalah jalan yang terbaik nan mulia sepanjang masa.
Bukankah Allah Subhanahu Wa Ta’ala berfirman, artinya :
“Siapakah yang lebih baik perkataannya daripada orang yang menyeru kepada Allah, mengerjakan amal yang saleh dan berkata: “Sesungguhnya aku termasuk orang-orang yang berserah diri?”
(QS. 41 : 33).

Inilah jalan orang-orang rabbani yaitu yang :
Tidak wajar bagi seorang manusia yang Allah berikan kepadanya Al-Kitab,Hikmah dan kenabian lalu ia berkata kepada manusia :
’Hendaklah kamu menjadi penyembah-penyembahku bukan penyembah Allah.’
Akan tetapi (dia berkata) :
’Hendaklah kamu menjadi orang-orang rabbani, karena selalu mengajarkan Al-Kitab dan disebabkan kamu tetap mempelajarinya.”
(QS. Ali Imron : 79)

Jagalah Pikiran karena ia berpengaruh terhadap Perbuatan
Jagalah perbuatan karena ia akan membentuk Kebiasaan
Bentuklah kebiasaan karena ia mempengaruhi sifat
Bangunlah sifat karena ia akan membentuk karakter
Bentuklah karakter karena ia akan menentukan nasib

Istiqomah itu laksana meniti jalan yang bertabur beling; bagai menggenggam bara api... sulit, sakit, penuh pengorbanan... adanya ujian adalah keniscayaan di jalan ini... hanya mereka yang sabar, berani, tenang, dan optimis-lah yang bisa istiqomah, dan yang istiqomah-lah yang mampu bertahan!!!

Sabtu, 01 Januari 2011

O...o.... kamu ketauan!!!

30 Desember 2010

Bismillah....

Kamis yang melelahkan, dibuka dengan meeting panjang bersama para tetua, dilanjutkan dengan mondar-mandir sibuk mencari tanda tangan (berasa lagi di-ospek) sambil sibuk nyiapin soal-soal UAS para ibu bidan. Ups, sudah jam 1, saya juga ada UAS, bahkan saya sendiri belum benar-benar belajar untuk ujian saya ..... Ah, sudah tak ada waktu, langsung berlari ke lantai 3... Aduh, soal apa ini??? ya ampuuuunnn, kan udah ada SPSS, ngapain sih masih ngitung-ngitung manual..., padahal kalo pake SPSS tinggal masukkin aja tuh data-data dan angka-angka yang bejibun, panjcet sana pencet sini keluar deh hasilnya, taraaaaaaaaaaa.... Tapi ini, yaelah, masa kudu ngitung manual sih? mana rumusnya ga anusiawi banget, paanjang kali lebar kali tinggi, muter-muter pula, capeee dewh  *keluhan-keluhan karena lalai belajar ini mah 

Efek kelelahan fisik yang amat sangat adalah males menguras otak, apalagi disuruh ngitung-ngitung, beuh... berasa dunia berputar-putar (lah emang dunia berputar, bung!)

Udah jam 14.50, time is OVER!!!
Sutralah yaaa... kumpulin aja dah, udah cape ni otak diperes-peres enakan juga makan otak-otak....

Keluar kelas tanpa banyak komen, langsung berlari dari gedung G lt.3 ke Gd.C lt.2, terus lari lagi balik ke Gd.G tapi ke lantai 4, makin lemes aja deh...

Owh, ibu-ibu bidan udah dibagikan soal UAS, mereka udah sibuk ngerjain ternyata.. baguslah... sepintas di awal tampak tenang..

Teman sesama pengawas mendekati saya dan sedikit bercerita,,

"Kak, tau ga? katanya yaa, kelas ibu-ibu bidan ini punya strategi khusus dalam ujian, mereka punya formasi sendiri... Yang pinter-pinter disebar, mereka megang beberapa temannya buat bantuin temen2nya ngerjain ujian. Parahnya lagi, kalau ada yang ga mau ngasih jawabannya, dia bakal dihukum, dikunciin dalam kamar mandi."

WHATTTTTSSSSSS???????

GILAAAAAAAAAAAAAAAAAAA!!!!

Ga nyangka banget ibu bidan bisa sesadis itu,, ku kira mereka wanita-wanita lembut, halus, keibuan, ga mengenal kekerasan... fyuhhh... serem ajeeee... Ama temen sendiri aja bisa sekejam itu yaks... Aye jadi takut ngelahirin di tempat ibu-ibu bidan itu, ntar kalo aye bandel-bandel langsung dikurung di kamar mandi lagi, qeqeqeqeqe....

Oke, mereka punya strategi, kita juga ga boleh kalah! Kudu berstrategi ria juga....

Sebelumnya, saya tipikal pengawas yang percaya bahwa mahasiswa paham tentang kejujuran dan nurani. Sehingga saya tidak terlalu ketat dalam mengawasi. Tapi setelah mengetahui cerita itu....... Sore itu, di sisa-sisa energi yang masih ada, saya benar-benar menjadi "pengawas".

Yups, ternyata benar, saya menemukan pola yang mereka buat, walaupun kelas itu diisi hampir 100 orang tapi tidak membuat saya membiarkan mereka bebas melakukan kecurangan.. O...o... kamu ketauan!!! Memang sangat banyak yang diam-diam melihat jawaban temannya, dan temannya sengaja memerlihatkan jawabannya... Saya langsung saja meluncur ke meja mereka dan berdiri tepat di antara mereka. hohoho...

Begitu seterusnya, sepertinya cukup berhasil meminamalisir kecurangan....

Yaa, saya memang tidak menegur, hanya diam dan menghampiri pelaku dan berdiri di hadapannya. Kurasa mereka menyadari bahwa saya sudah berhasil membaca strategi mereka.. Hhihihihi.....

Ibu bidan, berlaku jujurlah, nilai bukan segalanya bu... jangan membohongi nurani sendiri, apalagi sampai mendzolimi saudari sendiri.... bu bidan, saya yakin kalian mampu dengan kemampuan kalian sendiri, PeDe-lah... Yang saya tau kalian itu rajin-rajin, pasti sebenarnya kalian mampu bekerja sendiri hanya saja kalian terbiasa dengan pola yang sudah kalian bentuk dan sepakati bersama... Masa maksiat berjama'ah sih bu, mending perbanyak amal kebaikan berjama'ah daripada berbohong berjama'ah,... Buka hati buka nurani... Kalian udah ibu-ibu loh, punya anak, jgn didik anak dengan kobohongan... jgn biarkan bibit2 kebohongan itu tumbuh subur dalam diri dan membentuk karakter...

Ah, sebagai bocah, saya memang tidak pantas menegur kalian para ibu bidan... Tapi besar harapan saya kepada para ibu, para orang tua, agar mampu memberi keteladanan kepada anak-anaknya, agar mampu menanamkan kejujuran dalam setiap sendi kehidupan....

-bunga karang-