Translate

Selasa, 18 September 2012

Menjadi Ibu Rumah Tangga, Salahkah???


Bismillahirrohmaanirrohiim
Assalamu'alaikum wr. wb.
Sahabat perempuanku, pernahkah terbersit dalam dirimu untuk menjadi seorang ibu rumah tangga seutuhnya? Seorang istri dan ibu yang menghabiskan sebagian besar waktunya berada di dekat buah hatinya dan sebisa mungkin selalu mendampingi kemanapun sang suami bertugas?
Menjadi seorang ibu yang mengabdikan hampir seluruh waktu hidupnya untuk mendampingi, menjaga, mendidik, membina, menemani, dan menyaksikan setiap detik tumbuh kembang anaknya hingga sang anak cukup matang untuk dilepas?
Pernahkah terpikir duhai sahabat perempuanku?
Bolehkah aku tahu apa impian terbesarmu? Adakah mencetak generasi robbani dan melahirkan calon pemimpin masa depan yang sholih/ah terlintas dalam impianmu? Mampukah seorang wanita karir yang mengabdikan sebagian besar waktunya untuk bekerja di luar rumah mampu melakukannya?
Saya adalah seorang anak yang dilahirkan dan dibesarkan oleh seorang wanita karir. Seorang wanita yang memiliki kesibukan luar biasa di luar rumah dengan jam terbang tinggi sehingga sebagai anak saya cukup sering ditinggal ke luar kota atau ke luar daerah, bahkan ke luar negeri selama berhari-hari. Beliau seorang akademisi sukses dan berhasil mencetak ribuan sarjana, magister, dan doktor di bidangnya, beliau juga sukses mencetak para pejabat, pengusaha, peneliti, dan akademisi. Bukan hanya itu, beliau juga sukses menulis banyak buku dan merilis banyak jurnal penelitian skala nasional dan internasional. Hebat bukan? Sebagai seorang istri dan ibu juga beliau cukup sukses, mampu melahirkan dan membesarkan ketiga anaknya dimana ketiga-tiganya sukses masuk PTN dan berhasil mempertahankan mahligai pernikahannya sampai detik ini.
Mungkin tak banyak profil wanita karir seperti ini, biasanya seorang wanita dihadapkan dengan pilihan antara rumah tangga (anak dan suami) dengan karir (pekerjaan dan pendidikan formal). Menjadi pribadi yang benar-benar sukses di segala bidang kehidupannya tentu bukan hal mudah. Saya juga tidak bilang kalau ibu saya melewati periode kesuksesannya dengan mudah dan bukan berarti ibu saya juga sukses dengan gilang gemilang. Selalu ada yang harus dikorbankan, selalu harus ada yang dipilih. Tapi, di balik semuanya, sebagai anak saya tetap bangga pada ibu saya dong! Tapi bolehkah saya memilih jalan yang berbeda dengan jalan yang diambil oleh beliau?
Sebagai wanita, sebagai istri, dan sebagai calon ibu, belakangan ini saya banyak merenung mengenai jalan yang akan saya tempuh selanjutnya. Beberapa bulan lalu, sebelum saya  hamil, saya sempat mengutarakan keinginan saya kepada suami untuk menjadi seorang ibu rumah tangga. Tentu saja suami saya tidak keberatan karena beliau selalu mendukung apapun keputusan saya selama itu dalam konteks kebaikan. Jikapun saya memilih menjadi wanita karir, insya Allah beliau akan tetap mendukung selama tetap bertanggung jawab dengan peran utama saya sebagai istri dan ibu. Dan magic, tahukah, butuh waktu setahun untuk kami (saya dan suami) hingga Allah menakdirkan saya hamil, dan Allah menakdirkan saya hamil tak lama setelah saya mengutarakan keinginan saya untuk menjadi ibu rumah tangga. Masya Allah, apakah Allah berkehendak agar saya benar-benar memegang amanah atas titipan-NYA dengan seutuhnya? Apakah Allah mengetahui bahwa saya bukanlah seorang wanita yang sanggup membagi perhatian antara karir dan rumah tangga? Yang pasti Allah Maha Tahu apa yang terbaik untuk setiap hamba-NYA. Wallahu'alam, apapun itu, saya merasa seketika Allah menjawab kegalauan saya memilih antara menjadi ibu rumah tangga dan wanita karir.
Setiap keputusan punya risiko, punya implikasi, dan belum tentu bisa diterima oleh semua pihak, sekalipun keputusan tersebut mengenai hidup kita sendiri.
Jelas, yang pertama merespon kurang setuju adalah ibu saya sendiri. Wajar saja, beliau yang selalu memotivasi saya untuk sekolah setinggi-tingginya dan selalu mengaktualisasi diri secara profesi. Disekolahin tinggi-tinggi cuman untuk jadi ibu rumah tangga? hehe... sekolah tinggi-tinggi kan biar bisa mendidik anak-anak kelak jadi manusia cerdas dan berakhlak mulia. Harapan - harapan dari tante, paman, dan uwak-pun menggelontor tak putus - putus. Selaras dengan harapan ibu saya, merekapun berharap saya bisa menjadi wanita yang sukses dalam karir dan pendidikan. Walaupun ga jauh - jauh sih, mereka sering menyarankan saya untuk ikut tes CPNS ini - itu, terutama untuk jadi dosen di PTN. Mungkin ibu, ayah, dan saudara-saudara saya yang lain melihat saya seperti jelmaan ibu saya kali ya, jadi berharap saya pun bisa mengikuti jejak beliau.
Egois, itulah penilaian atas keputusan saya, kamu punya ilmu yang bisa bermanfaat buat orang banyak kalau kamu berkarir, kamu bisa mencerdaskan lebih banyak orang kalau kamu jadi dosen. Kamu ga boleh egois hanya mementingkan diri sendiri dan keluarga kamu aja... Logis, sangat logis, ilmu yang saya dapatkan dari proses sekolah yang panjang tentu saja adalah amanah yang harus saya sebarluaskan, bukan untuk disimpan sendiri, betul tidak??? Saya setuju, tapi saya juga yakin, bahwa ilmu saya bisa bermanfaat dan bisa dibagi bukan hanya lewat jalur pekerjaan profesional yang menuntut saya menghabiskan waktu di luar rumah bukan? Saya punya cita-cita menjadi penulis, saya bisa berbagi ilmu saya lewat tulisan dan saya bisa tetap menulis dari rumah, tetap berada dekat anak-anak. Saya rasa akan ada banyak pekerjaan freelance yang bisa dilakukan oleh seorang ibu rumah tangga. Insya Allah amanah ilmu yang Allah titipkan pada saya akan tetap saya gunakan dan bagikan sebagaimana mestinya. Ibu rumah tangga kan bisa aktif di posyandu dan turut mencerdaskan ibu-ibu rumah tangga yang lain juga, betul tidak?
Sebagai seorang istri, impian saya adalah bersama suami mewujudkan impian kami, yakni meleburnya mimpi saya dalam mimpi suami, saya ingin jadi orang pertama dan utama yang mendukung mewujudkan impian suami. Impian suami adalah impian saya dan impian kami. Saling mendukung dalam mewujudkan mimpi - mimpi besar kami bersama akan mewujudkan sinergisitas yang luar biasa. Yang pasti impian kami adalah menjadi keluarga dunia dan akhirat, sukses di dunia, bahagia di akhirat, dan bertemu kembali di tempat terbaik di sisi Allah kelak.
Sebagai seorang calon ibu, tentu saja saya ingin selalu ada untuk anak saya, menjadi pendidik pertama dan utama, menjadi sahabatnya, melimpahkan kasih sayang yang sempurna, membersamainya di setiap momen penting tumbuh kembangnya, dan tentu mengarahkannya menjadi generasi robbani, calon pemimpin masa depan yang amanah. Agar kelak, jika Allah meminta pertanggungjawaban atas amanah anak yang telah dititpkan-NYA pada kami, saya mampu mempertanggungjawabkannya.
Seringkali muncul kekhawatiran dari sebagian besar wanita bekerja adalah masalah keuangan keluarga. Beban hidup yang menghimpit membuat seorang wanita terpaksa harus meninggalkan anak di siang hari dan bekerja di luar. Manusiawi, toh hidup emang butuh materi, seorang ibu pun rela bekerja di luar demi anak - anak. Jelas, ibu tersebut adalah ibu yang luar biasa, pasti pahala sedekahnya pada keluarga tak terhingga nilainya. Sekali lagi itu adalah pilihan. Pilihan bekerja di luar rumah atau menjadi wanita karir adalah sebuah pilihan mulia, banyak ladang amal bagi seorang wanita di luar sana. Ilmunya bermanfaat untuk kemaslahatan umat. Uang yang dihasilkan bernilai sedekah untuk keluarganya. Sungguh luar biasa... Tapi pilihan menjadi ibu rumah tangga juga bukan pilihan yang salah, kan?
Setiap manusia yang terlahir telah disiapkan rejekinya masing - masing oleh Allah, rejeki seseorang tak mungkin tertukar selama ia berikhtiar. Pun seorang bayi yang baru lahir, tentu Allah sudah menyiapkan rejeki untuk bayi tersebut, biasanya dititipkan melalui orang tuanya. Jadi, selayaknya kita tak perlu khawatir jika istri tidak bekerja di luar lantas tidak dapat membiayai  hidup si anak. Bukankah Allah yang mencukupkan rejeki tiap - tiap makhluk? Pernahkah terpikir, dengan dukungan seorang istri yang ibu rumah tangga, seorang suami bisa meningkatkan penghasilannya berkali-kali lipat? Sehingga jika dikalkulasi bisa jadi akan lebih tinggi ketimbang penghasilan gabungan antara suami dan istri yang berkarir. Rejeki Allah yang mengatur, sumbernya bisa darimana saja, kan?
Tapi, jadi ibu rumah tangga bukan berarti lantas tak berdaya guna, hanya sibuk sama urusan dapur dan anak semata loh... Karena seorang ibu rumah tangga juga harus produktif. Profesi seorang ibu rumah tangga menunjukkan prioritas seorang wanita dalam hidupnya, yakni mendampingi suami dan mendidik anak. Lalu ia juga punya peluang - peluang amal yang lain yang harus digarap. Ia hidup di tengah masyarakat, tentu seorang wanita harus mengambil peran dalam masyarakat tersebut. Turut mencerdaskan masyarakat, berperan aktif dalam pembangunan (bahasanya PPKn bgt ya? :P). Maksudnya, ya walaupun ibu rumah tangga tapi juga aktif berdakwah di tengah-tengah masyarakat lah, supaya banyak ibu - ibu lain yang tercerahkan dengan Islam dan jadi lebih cerdas. Kalau ibu-ibunya cerdas, otomatis anak-anaknya jadi cerdas juga dong...
Jadi ibu rumah tangga juga tetap bisa mambantu keuangan keluarga kok, misalnya berbisnis rumahan, udah banyak banget ni ibu-ibu rumah tangga yang sukses berbisnis dari rumah, patut dicontoh! :D, apalagi kalau suami istri sama-sama punya visi bisnis yang sama, wah makin sinergis, bisa saling menguatkan. Memang ya, sebuah keluarga kalau se-visi tuh segalanya jadi mudah,, ada aja idenya, ada aja jalannya, dan semakin cepat mewujudkannya.
Yah, sekali lagi, LIFE IS A CHOICE, setiap perempuan boleh memilih menjadi WANITA KARIR YANG BERUMAH TANGGA atau menjadi IBU RUMAH TANGGA YANG PRODUKTIF :)
Memilih menjadi apapun kita pasti akan diikuti dengan konsenkuensinya, selalu ada sisi positif dan negatif di setiap pilihan, tinggal bagaimana kita mengoptimalkan sisi positifnya dan meminimalisir/ mengantisipasi sisi negatifnya...