Translate

Tampilkan postingan dengan label idealisme. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label idealisme. Tampilkan semua postingan

Sabtu, 21 Mei 2011

Pernikahan sebagai Landasan Menuju Keluarga Sakinah

Rating:★★★★★
Category:Other
Bismillah....

--in memoriam, Almarhumah Ustadzah Yoyoh Yusroh--

Sekali lagi, saya menemukan tulisan dari beliau, sungguh tak terhitung ilmu yang telah ia tebar semasa hidupnya... Semoga tulisan ini menjadi ilmu yang bermanfaat untuk kita para penerusnya, menjadi amal yang akan mendampingi beliau sampai ke surga kelak....

Baitul Muslim
26/8/2008 | 23 Sya'ban 1429 H | Hits: 18.187
Oleh: Hj. Yoyoh Yusroh, SPdi.

Muqoddimah

dakwatuna.com – Dalam Annual Report tahun 2004, UNFPA sebuah badan PBB yang menangani masalah kependudukan antara lain merekomendasikan perlunya penanganan serius terhadap hubungan antar generasi yang kurang harmonis, serta perhatian lebih besar terhadap masalah remaja.

Rekomendasi tersebut tampaknya cukup beralasan bila kita cermati realitas kondisi sosial masyarakat. Di Jakarta misalnya, tawuran pelajar belum juga mereda. Penggunaan NAZA bahkan sudah merambah pedesaan, juga fakta pelacuran ABG yang membuat kita semua terperangah. Angka pengidap HIV dipercaya berkisar ratusan ribu orang sampai tahun 2010 nanti, dan akhirnya hati kita semakin terpilin perih oleh kenyataan merebaknya anak jalanan akhir-akhir ini.

Penelaahan kita pada berbagai fakta di atas membawa kita pada perkiraan “something wrong is going on“. Kita dihadapkan pada kenyataan kegelisahan sosial yang semakin bergolak. Kita melihat wajah-wajah hampa tak tentu tujuan, kita pun bisa merasakan ada hati-hati yang sepah, senyap, dan begitu asing dari kehangatan. Kita tahu itu semua. Hanya kemudian, kita belum memutuskan, apakah kita akan sungguh sungguh hadir dan menghadirkan realitas itu dalam ruang kepedulian kita?

Berbagai ekspresi ketidakseimbangan sosial yang kita lihat menggambarkan kebutuhan yang sangat mendesak terhadap situasi yang lebih kondusif sesuai fitrah manusia. Situasi yang membuat semua orang menjadi berdaya dan mampu menghadapi berbagai terpaan sosial. Situasi yang sedemikian itu, keluargalah yang mampu memberikannya.

Keluarga sebagai basis inti masyarakat, adalah wahana yang paling tepat untuk memberdayakan manusia dan ‘mencekal’ berbagai bentuk frustasi sosial, ini adalah hal yang aksiomatis dan universal. Masyarakat Eropa misalnya, saat ini para sosiolog mereka merasa gelisah karena prediksi kepunahan bangsa. Betapa tidak, tatanan, sakralitas dan antusiasme terhadap keluarga sudah tipis sekali di kalangan muda mereka. Ini tentu saja berdampak buruk terhadap angka pertumbuhan penduduk. Hingga iming-iming berbagai hadiah dan fasilitas dari pemerintah bagi ibu yang melahirkan dan keluarganya, tidak membuat mereka bergeming. Berbagai penyakit sosial pun muncul. Mulai dari angka bunuh diri yang tinggi hingga anomali kemanusiaan yang lain.

Ini adalah saat yang tepat untuk memberi perhatian yang lebih besar terhadap keluarga, khususnya dalam skala nasional. Berbagai pelajaran di atas menyuarakan hal ini. Dan ini adalah tugas kita bersama.

I. Arti Pernikahan dalam Islam

Dalam menganjurkan ummatnya untuk melakukan pernikahan, Islam tidak semata-mata beranggapan bahwa pernikahan merupakan sarana yang sah dalam pembentukan keluarga, bahwa pernikahan bukanlah semata sarana terhormat untuk mendapatkan anak yang sholeh, bukan semata cara untuk mengekang penglihatan, memelihara fajar atau hendak menyalurkan biologis, atau semata menyalurkan naluri saja. Sekali lagi bukan alasan tersebut di atas. Akan tetapi lebih dari itu Islam memandang bahwa pernikahan sebagai salah satu jalan untuk merealisasikan tujuan yang lebih besar yang meliputi berbagai aspek kemayarakatan berdasarkan Islam yang akan mempunyai pengaruh mendasar terhadap kaum muslimin dan eksistensi ummat Islam.

II. Fungsi Keluarga dalam Islam

Keluarga merupakan unit terkecil dalam masyarakat, perlu diberdayakan fungsinya agar dapat mensejahterakan ummat secara keseluruhan. Dalam Islam fungsi keluarga meliputi :

A. Penerus Misi Ummat Islam

Dalam sejarah dapat kita lihat, bagaimana Islam sanggup berdiri tegap dan tegar dalam menghadapi berbagai ancaman dan bahaya, bahkan Islam dapat menyapu bersih kekuatan musryik dan sesat yang ada, terlebih kekuatan Romawi dan Persia yang pada waktu itu merupakan Negara adikuasa di dunia.
Menurut riwayat Abu Zar’ah Arrozi bahwa jumlah kaum muslimin ketika Rasulullah Saw wafat sebanyak 120.000 orang pria dan wanita [1]. Para sahabat sebanyak itu kemudian berguguran dalam berbagai peperangan, ada yang syahid dalam perang jamal atau perang Shiffin. Namun sebagian besar dari para syuhada itu telah meninggalkan keturunan yang berkah sehingga muncullah berpuluh “singa” yang semuanya serupa dengan sang ayah dalam hal kepahlawanan dan keimanan. Kaum muslimin yang jujur tersebut telah menyambut pengarahan Nabi-nya: “Nikah-lah kalian, sesungguhnya aku bangga dengan jumlah kalian dari ummat lainnya, dan janganlah kalian berfaham seperti rahib nashrani” [2].

Demikianlah, berlomba-lomba untuk mendapatkan keturunan yang bermutu merupakan faktor penting yang telah memelihara keberadaan ummat Islam yang sedikit. Pada waktu itu menjadi pendukung Islam dalam mempertahankan kehidupannya.

B. Perlindungan Terhadap Akhlaq

Islam memandang pembentukan keluarga sebagai sarana efektif memelihara pemuda dari kerusakan dan melidungi masyarakat dari kekacauan. Karena itulah bagi pemuda yang mampu dianjurkan untuk menyambut seruan Rosul.

“Wahai pemuda! Siapa di antara kalian berkemampuan maka menikahlah. Karena nikah lebih melindungi mata dan farji, dan barang siapa yang tidak mampu maka hendaklah shoum, karena shoum itu baginya adalah penenang” ( HR.AL-Khosah dari Abdullah bin Mas’ud ).

C. Wahana Pembentukan Generasi Islam

Pembentukan generasi yang handal, utamanya dilakukan oleh keluarga, karena keluargalah sekolah kepribadian pertama dan utama bagi seorang anak. Penyair kondang Hafidz Ibrohim mengatakan: “Ibu adalah sekolah bagi anak-anaknya. Bila engaku mendidiknya berarti engkau telah menyiapkan bangsa yang baik perangainya“. Ibu sangat berperan dalam pendidikan keluarga, sementara ayah mempunyai tugas yang penting yaitu menyediakan sarana bagi berlangsungnya pendidikan tersebut. Keluarga-lah yang menerapkan sunnah Rosul sejak bangun tidur, sampai akan tidur lagi, sehingga bimbingan keluarga dalam melahirkan generasi Islam yang berkualitas sangat dominan.

D. Memelihara Status Sosial dan Ekonomi

Dalam pembentukan keluarga, Islam mempunyai tujuan untuk mewujudkan ikatan dan persatuan. Dengan adanya ikatan keturunan maka diharapkan akan mempererat tali persaudaraan anggota masyarakat dan antar bangsa.

Islam memperbolehkan pernikahan antar bangsa Arab dan Ajam (non Arab), antara kulit hitam dan kulit putih, antara orang Timur dan orang Barat. Berdasarkan fakta ini menunjukkan bahwa Islam sudah mendahului semua “sistem Demokrasi ” dalam mewujudkan persatuan Ummat manusia. Bernard Shaw mengatakan:

“Islam adalah agama kebebasan bukan agama perbudakan, ia telah merintis dan mengupayakan terbentuknya persaudaraan Islam sejak Seribu Tiga Ratus Lima Puluh tahun yang lalu, suatu prinsip yang tidak pernah dikenal oleh bangsa Romawi, tidak pernah ditemukan oleh bangsa Eropa dan bahkan Amerika Modern sekalipun “.

Selanjutnya mengatakan:

“Apabila Anda bertanya kepada seorang Arab atau India atau Persia atau Afganistan, siapa anda? Mereka akan menjawab “Saya Muslim (orang Islam)”. Akan tetapi apabila anda bertanya pada orang Barat maka ia akan menjawab “Saya orang Inggris, saya orang Itali, saya orang Perancis”. Orang Barat telah melepaskan ikatan agama, dan mereka berpegang teguh pada ikatan darah dan tanah air” [3].

Untuk menjamin hubungan persudaraan yang akrab antara anak-anak satu agama, maka Islam menganjurkan dilangsungkannya pernikahan dengan orang-orang asing (jauh), karena dengan tujuan ini akan terwujud apa-apa yang tidak pernah direalisasikan melalui pernikahan keluarga dekat.

Selain fungsi sosial, fungsi ekonomi dalam berkeluarga juga akan nampak. Mari kita simak hadist Rosul “Nikahilah wanita, karena ia akan mendatangkan Maal” (HR. Abu Dawud, dari Urwah RA). Maksud dari hadist tersebut adalah bahwa perkawinan merupakan sarana untuk mendapatkan keberkahan, karena apabila kita bandingkan antara kehidupan bujangan dengan yang telah berkeluarga, maka akan kita dapatkan bahwa yang telah berkeluarga lebih hemat dan ekonomis dibandingkan dengan yang bujangan. Selain itu orang yang telah berkeluarga lebih giat dalam mencari nafkah karena perasaan bertanggung jawab pada keluarga daripada para bujangan.

E. Menjaga Kesehatan

Ditinjau dari segi kesehatan, pernikahan berguna untuk memelihara para pemuda dari kebiasaan onani yang banyak menguras tenaga, dan juga dapat mencegah timbulnya penyakit kelamin.

F. Memantapkan Spiritual (Ruhiyyah)

Pernikahan berfungsi sebagai pelengkap, karena ia setengah dari keimanan dan pelapang jalan menuju sabilillah, hati menjadi bersih dari berbagai kecendrungan dan jiwa menjadi terlindung dari berbagai waswas.

III. Menegakkan Keluarga Sakinah sebagai Salah SAtu Fungsi Keluarga

Selain fungsi keluarga tersebut di atas, fungsi kesakinahan merupakan kebutuhan setiap manusia. Karena keluarga sakinah yang berarti: keluarga yang terbentuk dari pasangan suami istri yang diawali dengan memilih pasangan yang baik, kemudian menerapkan nilai-nilai Islam dalam melakukan hak dan kewajiban rumah tangga serta mendidik anak dalam suasana mawaddah warahmah. Sebagaimana dianjurkan Allah dalam surat Ar-Rum ayat 21 yang artinya:

“Dan diantara tanda-tanda kebesaran-Nya ia ciptakan untukmu pasangan-pasangan dari jenismu sendiri agar kamu merasa tenang kepadanya dan dijadikannya diantaramu rasa cinta dan kasih saying. Sesungguhnya dalam hal ini terdapat tanda-tanda kebesaran Allah bagi orang-orang yang memikirkan”. (QS. Ar-Ruum:21)

Faktor-Faktor Pembentukan Keluarga Sakinah

A. Faktor Utama:

Untuk membentuk keluarga sakinah, dimulai dari pranikah, pernikahan, dan berkeluarga. Dalam berkeluarga ada beberapa hal yang perlu difahami, antara lain :

1. Memahami hak suami terhadap istri dan kewajiban istri terhadap suami

a. Menjadikannya sebagai Qowwam (yang bertanggung jawab)

Suami merupakan pemimpin yang Allah pilihkan
Suami wajib ditaati dan dipatuhi dalam setiap keadaan kecuali yang bertentangan dengan syariat Islam.

b. Menjaga kehormatan diri

Menjaga akhlak dalam pergaulan
Menjaga izzah suami dalam segala hal
Tidak memasukkan orang lain ke dalam rumah tanpa seizin suami

c. Berkhidmat kepada suami

Menyiapkan dan melayani kebutuhan lahir batin suami
Menyiapkan keberangkatan
Mengantarkan kepergian
Suara istri tidak melebihi suara suami
Istri menghargai dan berterima kasih terhadap perlakuan dan pemberian suami

2. Memahami hak istri terhadap suami dan kewajiban suami terhadap istri

a. Istri berhak mendapat mahar

b. Mendapat perhatian dan pemenuhan kebutuhan lahir batin

Mendapat nafkah: sandang, pangan, papan
Mendapat pengajaran Diinul Islam
Suami memberikan waktu untuk memberikan pelajaran
Memberi izin atau menyempatkan istrinya untuk belajar kepada seseorang atau lembaga dan mengikuti perkembangan istrinya
Suami memberi sarana untuk belajar
Suami mengajak istri untuk menghadiri majlis ta’lim, seminar atau ceramah agama

c. Mendapat perlakuan baik, lembut dan penuh kasih saying

Berbicara dan memperlakukan istri dengan penuh kelembutan lebih-lebih ketika haid, hamil dan paska lahir
Sekali-kali bercanda tanpa berlebihan
Mendapat kabar perkiraan waktu kepulangan
Memperhatikan adab kembali ke rumah

B. Faktor Penunjang

1. Realistis dalam kehidupan berkeluarga

Realistis dalam memilih pasangan
Realistis dalam menuntut mahar dan pelaksanaan walimahan
Realistis dan ridho dengan karakter pasangan
Realistis dalam pemenuhan hak dan kewajiban

2. Realistis dalam pendidikan anak

Penanganan Tarbiyatul Awlad (pendidikan anak) memerlukan satu kata antara ayah dan ibu, sehingga tidak menimbulkan kebingungan pada anak. Dalam memberikan ridho’ah (menyusui) dan hadhonah (pengasuhan) hendaklah diperhatikan muatan:

Tarbiyyah Ruhiyyah (pendidikan mental)
Tarbiyah Aqliyyah (pendidikan intelektual)
Tarbiyah Jasadiyyah (pendidikan Jasmani)

3. Mengenal kondisi nafsiyyah suami istri

4. Menjaga kebersihan dan kerapihan rumah

5. Membina hubungan baik dengan orang-orang terdekat

a. Keluarga besar suami / istri
b. Tetangga
c. Tamu
d. Kerabat dan teman dekat

6. Memiliki ketrampilan rumah tangga

7. Memiliki kesadaran kesehatan keluarga

C. Faktor Pemeliharaan

1. Meningkatkan kebersamaan dalam berbagai aktifitas

2. Menghidupkan suasana komunikatif dan dialogis

3. Menghidupkan hal-hal yang dapat merusak kemesraan keluarga baik dalam sikap, penampilan maupun prilaku

Demikianlah sekelumit tentang pernikahan dan pembentukan keluarga sakinah. Semoga Allah memberi kekuatan, kesabaran dan keberkahan kepada kita dalam membentuk keluarga sakinah yang mawaddah wa rahmah sehingga terealisir izzatul islam walmuslimin. Amin. []



Catatan Kaki:

[1] Albidayah Wan Nihayah, oleh Ibnu Katsir 5:356, Al Ishobah fi Tamyizis Shohabah, Ibu Hajar 1:3

[2] Al Jami’ Ash-shogir, oleh As-suyuthi, HR. Baihaqi dari hadits Abi Amanah RA

[3] Majalah Al-Wa’yu, Jum 1969, Hal 6

Daftar Pustaka:

Al-qur’an Terjemahan
Al-Iroqi, Butsaiman As-sayyid. Rahasia Pernikahan yang bahagia, Cetakan I.Pustaka Azzam, Jakarta, Oktober 1997
Isa, Abdul Ghalib Ahmad. Pernikahan Islam, cetakan I, Pustaka Manthiq, Solo April 1997
Yusuf, Husein Muhammad. Keluarga Muslim dan Tantangannya, Cetakan 9, Gema Insani Press, Mei 1994
Hamid, Muhammad abdul Halim, Bagaimana membahagiakan Istri, Cetakan 2 Citra Islami Press, September 1993
Hawwa, Said, Panduan Membina Rumah Tangga Islami
Qardawi, prof. Dr. Yusuf, Ruang Lingkup Aktifitas wanita Muslimah, Pustaka Al-kautsar, Cetakan II, Juli 1996

sumber: http://www.dakwatuna.com/2008/08/903/pernikahan-sebagai-landasan-menuju-keluarga-sakinah/

Senin, 25 April 2011

Saatnya Untuk Bekerja

Bismillaahirrohmaanirrohiim

Assalamu'alaikum Wr Wb,

Ikrar telah diucapkan, Allah dan seluruh alam semesta menjadi saksi, kini mampukah diri menunaikannya?

Ikrar telah dilisankan, adakah hati turut meyakininya? Sudahkah raga melaksanakan amal-amalnya?

Bukankah iman adalah ketika hati, lisan, dan raga selaras...

Maka kini saatnya membuktikan dengan amal, dengan kerja, dengan gerak...

Kerja itu adalah rahmat, maka bekerjalah dengan keikhlasan
Kerja itu adalah amanah, maka bekerjalah dengan penuh tanggung jawab
Kerja itu adalah aktualisasi diri, maka bekerjalah dengan semangat
Kerja itu adalah ibadah, maka sertakanlah rasa kecintaan pada kerja-kerja kita
Kerja itu adalah seni, maka bekerjalah dengan kreatif dan inovatif
Kerja itu adalah kehormatan, maka bekerjalah dengan integritas
Kerja itu adalah pelayanan, maka bekerjalah dengan rendah hati

Kini saatnya bekerja, saudaraku...

Buktikan dengan kerja, buktikan dengan amal, buktikan dengan pelayanan...

Berikan manfaat sebanyak-banyaknya, bukankah sebaik-baik manusia adalah yang paling banyak manfaatnya?

Luruskan kembali niat, ikhlaskah seluruh amal hanya tuk meraih ridho Allah, akhiratlah orientasi kita, jangan silau dengan dunia yang hanya sekejap..... akhiratlah tempat yang abadi, ke sana kita kan kembali....

Bekerjalah tanpa peduli pujian dan cacian orang, bekerjalah ikhlas hanya karena Allah, cukuplah Allah menjadi penolong....

Amanah ini memang berat, sangat berat...

Tapi, beban seberat apapun akan ringan ketika kita menghadirkan keikhlasan di dalamnya, ketika kita menyertakan kelapangan dada di dalamnya, ketika kita selalu memupuk semangat jiddiyah dalam kerja-kerja kita...

Kini saatnya untuk bekerja
Kini saatnya kita buktikan dengan amal
Kini saatnya tubuh kita berlelah-lelah, saat pikiran kita kuras, saatnya melapangkan hati sampai luasnya tak terhingga untuk kemaslahatan umat, untuk kemajuan dakwah Islam.

Bekerja untuk Kota Bogor, bekerja untuk Indonesia, bekerja karena Allah, untuk dan hanya untuk meraih ridho Allah semata...

- MARI BEKERJA, tunaikan amanah-amanah kita -


Minggu, 16 Januari 2011

IMPIAN HARI INI ADALAH KENYATAAN HARI ESOK

Rating:★★★★
Category:Other
Saudaraku,
Janganlah engkau putus asa, karena putus asa bukanlah akhlak seorang muslim. Ketahuilah bahwa kenyataan hari ini adalah mimpi hari kemarin, dan impian hari ini adalah kenyataan di hari esok. Waktu masih panjang dan hasrat akan terwujudnya kedamaian masih tertanam dalam jiwa masyarakat kita, meski fenomena-fenomena kerusakan dan kemaksiatan menghantui mereka. Yang lemah tidak akan lemah sepanjang hidupnya dan yang kuat tidak akan selamanya kuat.

Allah swt. berfirman,

"Dan Kami hendak memberi karunia kepada orang-orang yang tertindas di bumi (Mesir) itu dan hendak menjadikan mereka pemimpin dan menjadikan mereka orang-orang yang mewarisi (bumi), dan akan Kami teguhkan kedudukan mereka di muka bumi dan akan Kami perlihatkan kepada Fir'aun dan Haman serta tentaranya apa yang selalu mereka khawatirkan dari mereka itu." (Al-Qashash: 5-6)

Putaran waktu akan memperlihatkan kepada kita peristiwa-peristiwa yang mengejutkan dan memberikan peluang kepada kita untuk berbuat. Dunia akan melihat bahwa dakwah kita adalah hidayah, kemenangan, dan kedamaian, yang dapat menyembuhkan umat dari rasa sakit yang tengah dideritanya. Setelah itu tibalah giliran kita untuk memimpin dunia, karena bumi tetap akan berputar dan kejayaan itu akan kembali kepada kita. Hanya Allah-lah harapan kita satu-satunya.

Bersiap dan berbuatlah, jangan menunggu datangnya esok hari, karena bisa jadi engkau tidak bisa berbuat apa-apa di esok hari.

Kita memang harus menunggu putaran waktu itu, tetapi kita tidak boleh berhenti. Kita harus terus berbuat dan terus melangkah, karena kita memang tidak mengenal kata "berhenti" dalam berjihad.

Allah swt. berfirman,

"Dan orang-orang yang berjihad untuk (mencari keridhaan) Kami, sungguh akan Kami tunjukkan jalan-jalan Kami. "(Al-Ankabut: 69)

Hanya Allah-lah Dzat yang Maha Agung, bagi-Nya segala puji.

-Hasan Al-Banna-

Selasa, 14 Desember 2010

Kemana Muslimah Melangkah?

Rating:★★★★
Category:Other
Bismillah....
Assalamu'alaikum...

Masih ingat postingan saya yang judulnya : MUSLIMAH! JANGAN PERNAH BERHENTI MELANGKAH, BERGERAKLAH! TERUSLAH MEMBADAI BANGUN PERADABAN [http://bungaoktora.multiply.com/reviews/item/62] ???

Di postingan itu saya menyebutkan kalau dalam artikel yang saya dapatkan dari dakwatuna.com saya mendapatkan jawaban atas sejauh mana peran seorang muslimah dalam membangun peradaban, sejauh apa muslimah bisa bergerak membadai... Nah, berikut saya posting kembali lanjutan artikelnya.

Semoga bermanfaat untuk kita semua dan dapat menguatkan langkah-langkah kita, menghilangkan segala kegamangan, dan menjadikan kita muslimah yang semakin produktif, pro aktif, dan berperan aktif dalam dakwah dan peradaban...

Kemana Muslimah Melangkah? (Bagian Kedua)
Mar'ah Muslimah
22/1/2007 | 03 Muharram 1428 H | Hits: 7.365
Oleh: Sitaresmi S Soekanto

dakwatuna.com – Masalahnya adalah untuk saat ini dan saat mendatang apa yang bisa dilakukan muslimah? Bagaimana caranya untuk berjuang mewujudkan gagasan mulia menegakkan syariat Allah di muka bumi. Yang jelas tak mungkin berjuang seorang diri tanpa program yang matang, jelas dan terarah serta tanpa adanya amal jama’i yang terorganisir.

Bukankah Allah berfirman dalam QS. 61:4 bahwa Ia menyukai orang-orang yang berjuang di jalan-Nya dalam barisan yang rapi seolah-olah menyerupai bangunan yang kokoh. Ali r.a. pun pernah berucap: “Kebenaran yang tidak tertata, terorganisir secara rapi akan mampu dikalahkan oleh kebatilan yang terorganisir dengan baik.”

Shalan Qazan mengutarakan bahwa gagasan yang mulia tidak bisa secara serta merta diwujudkan begitu saja, karena sehebat apa pun sebuah gagasan jika tidak diwujudkan dalam sebuah pergerakan dan diperjuangkan oleh para pendukungnya pasti akan segera lenyap dan dilupakan orang.

Keberhasilan sebuah gagasan sangat ditentukan oleh sejauh mana aktivitas, ketangguhan dan kemampuan para pendukungnya dalam merekrut massa serta kemudian membentuk sebuah pergerakan yang terdiri dari sekelompok manusia yang dikendalikan oleh suatu kepemimpinan beserta struktur organisasinya.

Oleh karena itu terlihat perbedaan yang sangat mencolok antara gagasan Jamaluddin al Afghani, Muhammad Abduh, Abdurrahman Al-Kawakibi dengan gagasan Hassan Al-Banna dan Sa’id Nursi. Mereka semua sama-sama reformer yang memiliki gagasan pembaharuan, tetapi gagasan al Afghani, M. Abduh dan al Kawakibi hanya menjadi gagasan yang tak terdokumentasikan dalam sejarah. Sementara gagasan Hasan Al-Banna terus bertahan karena melembaga dalam jamaah Ikhwanul Muslimin dan Sa’id Nursi dengan jama’ah An-Nur.

Sayyid Quthub dalam bukunya Hadzad Dien juga meyakini bahwa konsep hanya dapat direalisasikan bila didukung oleh sekelompok manusia yang mempercayainya secara utuh, konsisten dengannya sebatas kemampuannya dan bersungguh-sungguh mewujudkannya dalam hati dan kehidupan orang lain.

Hal ini yang dilalaikan wanita pada masa lalu walau pun penyebab utama kemunduran wanita adalah penyimpangan persepsi tentang wanita itu sendiri. Wanita dibelenggu, dilecehkan dan dizhalimi tetapi tak ada yang dapat menyelamatkannya baik laki-laki maupun dirinya sendiri. Sampai akhirnya Islam membebaskan perempuan tanpa peran perempuan itu sendiri. Pembebasan itu terjadi karena Islam mendirikan bangunan pergerakan yang kuat lagi solid di atas landasan ideologis yang sangat kuat dan wanita ikut masuk ke dalam pergerakan itu sebagai mitra laki-laki.

Bila pengaruh Quran dalam diri individu-individu atau skala negara melemah, maka yang terjadi akan bertambahlah belenggu yang melilit wanita. Hanya orang bodoh atau berpura-pura bodoh yang menganggap Islamlah yang membelenggu wanita sehingga muslimah harus memberikan kontribusi berarti dalam upaya memulai kembali kehidupan yang islami karena hanya dalam kondisi tersebut ia akan merasakan kemerdekaan yang hakiki.

Dan agar pengaruhnya terasa lebih kuat dan hasilnya pun lebih cepat, efisien, tahan lama dan kokoh, hal itu hanya bisa direalisir melalui amal islami haraki jama’i.

Banyak dalil dalam Al-Qur’an seperti 3:104, 61:4, 16:96, 9:71 serta hadits Nabi SAW. “Innama nisa’u syaqaaiqu ar rijal” (sesungguhnya wanita saudara kandung laki-laki), yang menunjukkan bahwa wanita pun memiliki hak dan kewajiban yang setara dalam perjuangan menegakkan syari’at Allah dan membangun masyarakat Qur’ani.

Islam adalah agama yang merupakan rahmatan lil ‘alamin termasuk untuk wanita. Dan ketika Islam menginginkan kemerdekaan mentalitas perempuan tidak lain karena hendak membangun mentalitas pendobrak atau anashirut taghyir yang mampu membedakan antara yang hak dan yang bathil, menentang kebatilan dan berinteraksi dengan kebenaran berdasarkan tolok ukur nilai-nilai Rabbani.

Islam ingin memuliakan wanita menjadi wanita aktif yang berinteraksi dengan realitas baru, berpartisipasi memeliharanya dan ikut ambil bagian dalam pengembangan Islam menuju universalitasnya.

Ajaran Islam yang berkaitan dengan masalah kewanitaan ditujukan untuk mencetak wanita haraki (aktivis) yang aktif dalam pembinaan diri, keluarga, pekerjaan dan masyarakatnya. Bila ia berhasil menjadi wanita yang aktif lagi positif, wanita baru akan merasa nilai dan kedudukannya yang hakiki sebagai wanita.

Sosok itulah yang insya Allah ada dalam diri muslimah. Mereka memiliki kekhasan-kekhasan yang menjadikannya istimewa, yakni:

1. Kepribadian yang khas lagi kuat.
2. Keberanian dan kepercayaan diri
3. Berpikir rasional dan sistematis, memiliki kemampuan intelektual dalam mengkritik, mengevaluasi, membangun, menantang dan memilih.
4. Kemandirian.

Gerakan Islam Akan Menghasilkan Muslimah yang Tidak Gamang Dalam Melangkah

Islam memang piawai dalam mencetak mentalitas muslimah, namun hal tersebut akan nampak semakin nyata bila mereka melibatkan diri secara aktif dalam sebuah pergerakan/harakah. Ada beberapa manfaat nyata dari keterlibatannya tersebut, antara lain:

1. Menyadarkan muslimah dan wanita pada umumnya akan nilai dan kedudukannya di tengah masyarakat. Ia akan berpartisipasi aktif dalam menyelesaikan problematika umum di masyarakat.

2. Memperoleh wawasan yang ideal, memadai dan selektif.

3. Menghilangkan keengganan, kegamangan, kepasifan dan ketergantungan pada orang lain.

4. Membersihkan kabut dan karat dalam pemikiran muslimah karena adanya stagnasi pemikiran dan sifat-sifat buruk seperti individualis, egois, apatis.

5. Menghindarkannya dari kejenuhan karena ia disibukkan dengan aktivitas-aktivitas yang bermanfaat untuk dakwah Islam. Ia juga akan terhindar dari kegiatan sia-sia seperti bergunjing, bersenda gurau dan menyebarkan desas-desus.

6. Membantunya meningkatkan ketinggian spiritual.

7. Mendidik muslimah untuk gemar bekerja sama dalam hal-hal yang bermanfaat.

8. Menjauhkan perhatiannya dari hal-hal yang kurang berarti seperti mode dan dandanan make up untuk menggoda laki-laki dengan mengandalkan penampilan fisik.

9. Menumbuhkan keberanian dalam diri muslimah untuk memerangi adat dan tradisi usang yang bertentangan dengan nilai-nilai islami.

10. Berta’aruf, berinteraksi dan saling membina, mendidik dengan saudara-saudara seiman dan sefikrah.

11. Berani melawan kemungkaran dan mampu menanggung beban, kesulitan dan derita dengan sabar.

12. Menjadikan urusan-urusan hidupnya terprogram, teratur dan tertata dengan baik.

13. Menyebabkan terasah dan tergalinya kemampuan intelektual, kreativitas berpikir dan keterampilan tangannya dengan kreasi dan potensi yang tidak hanya berguna untuk dirinya saja.

14. Mempertajam sikap kemandirian muslimah tetapi tetap dalam koridor syar’i.


Pengaruh Gerakan Islam bagi Proses Perubahan di Masyarakat

Paling tidak ada tiga pilar utama perubahan di tengah masyarakat yakni:

1. Gagasan yang benar dan sesuai dengan fitrah manusia.
2. Aktivis-aktivis yang tidak kenal lelah dalam mendukung dan menyebarluaskan gagasan tersebut.
3. Kepemimpinan yang baik, kokoh, memiliki kapabilitas memadai dan dapat diteladani.

Munculnya sebuah pergerakan dalam proses perubahan masyarakat menuju ke arah yang lebih baik akan memunculkan pengaruh-pengaruh positif yang nyata. Di antaranya ialah masyarakat jadi terdorong untuk segera berada dalam proses perubahan. Kemudian banyak individu yang tergerak untuk ikut serta dalam gerakan perubahan sehingga dapat menjadi alat untuk membedakan mana anggota masyarakat yang baik, hanif dan siap diajak berubah serta mana yang tidak.

Selain itu pergerakan juga akan mampu menyingkirkan musuh-musuh perubahan dan pembaharuan di masyarakat serta sebagai gantinya menumbuhsuburkan semangat pergerakan dan pembaharuan di dalam masyarakat.

Selanjutnya harakah atau pergerakan akan memungkinkan terbukanya pintu ijtihad, menumbuhkan kesadaran umum dan menggoyahkan sendi-sendi diktatorisme, sekularisme dan atheisme.

Akhirnya sebuah harakah akan sangat membantu proses lahirnya individu-individu muslim, rumah tangga muslim dan masyarakat muslim serta membuat rencana jitu untuk mengobati penyakit-penyakit yang ada di tengah masyarakat.

Minggu, 21 November 2010

Positiveness dan Akibat Melubangi Kapal

Rating:★★★★★
Category:Other
Mukadimah

Positiveness perseorangan merupakan sesuatu yang terpuji jika dituangkan dalam positiveness jamaah. Kharisma perseorangan merupakan tuntutan jika memberi sumbangan dalam membangun kharisma organisasi. Dalam rangka mempersofikasi nilai-nilai ini, Rasulullah SAW menyuguhkan perumpamaan indah kepada kita yang menggambarkan adanya TANAZU' (tarik menarik, kontradiksi) antara positiveness perseorangan dan positiveness jamaah. Beliau juga menyuguhkan ‘ilaj nabawi yang mujarab yang meleburkan egoisme perseorangan ke dalam kemanfaatan organisasional, yang bertolak dari munthalaq tarbawi yang memberikan hak pribadi secara sempurna dan tanpa dikurangi, namun sekaligus menggebuk tangan pribadi itu dengan kuat jika thumuhat (obsesi)-nya menjadi besar yang berakibat melampaui legalitas jamaah dan hak jamaah dalam merealisasikan hasil-hasil umumnya.


Empat Peringatan:

Tidak ada seorang pun hidup di alam ini sendirian, walaupun ia dipenjara seorang diri di dalam sebuah sel gelap. Setiap individu hendaklah memahami bahwa Allah SWT menciptakan manusia agar saling ta’aruf (mengenal), ta’awun (bantu membantu), tadhamun (solider) dan sebagian mereka memberikan khidmah (pelayanan) kepada yang lain.

Sebagian manusia terhadap yang lainnya, baik Arab maupun non Arab, saling memberikan khidmah. Walaupun tidak mereka rasa
(Sebagaimana pernyataan seorang penyair)

Hanya saja, sebagian individu mempunyai ego berlebih, mereka selalu merasa –menurut diri mereka sendiri- yang terbaik, paling afdhal, paling pintar, dan paling berhak –dibanding yang ada- untuk menjadi qiyadah, pelopor, memberi kesaksian, dan memimpin, termasuk kalau saja kapasitas mereka belum sampai pada level berbagai tanggung jawab ini, bahasa hal-nya selalu mengatakan –di mana pun- pernyataan yang pernah dilontarkan oleh professor filsafat egoisme, yaitu Iblis saat mengira bahwa unsur api lebih baik daripada unsur tanah, maka ia berkata, “aku lebih baik dari padanya (Adam AS), Engkau ciptakan aku dari api, sementara Engkau ciptakan dia (Adam AS) dari tanah”. [Al-A'raf: 12], [Shad: 76].

Termasuk walaupun ia tidak memaksudkan khairiyah (sisi unggul kebaikan)-nya dalam arti unsur, sebab ia meyakini dalam dirinya al-khairiyah al-hadhariyyah (sisi kebaikan peradaban) yang memberinya kelayakan untuk memunculkan berbagai cara kreatif dalam menyelesaikan berbagai problem dan melewati berbagai aqabat (rintangan) sebagaimana yang “diusulkan” oleh salah seorang penumpang kapal yang digambarkan dalam hadits Nabi SAW, yaitu dari An-Nu’man bin Basyir RA dari Rasulullah SAW, beliau bersabda,

“Perumpamaan seseorang yang komitmen berada dalam batas-batas Allah dan yang terperosok ke dalamnya adalah semisal satu kaum yang mengundi pada sebuah kapal, maka sebagian mereka mendapatkan tempat di bagian atas kapal dan sebagiannya mendapatkan bagian di bagian bawah kapal. Orang-orang yang berada pada bagian bawah kapal, jika mengambil air mesti melewati orang-orang yang berada di bagian atas, lalu mereka berkata: ‘kalau saja kita membuat lubang pada jatah kita, sehingga kita tidak mengganggu yang di atas kita’, maka, jika mereka membiarkan maksud membuat lubang itu, niscaya seluruh penumpang kapal akan celaka, dan jika mereka memegang tangan yang bermaksud membuat lubang itu, niscaya mereka yang membuat lubang selamat dan selamat pula seluruh penumpang kapal”. (HR. Bukhari dan Muslim)


Jika berbagai riwayat hadits ini kita himpun –dengan perbedaan redaksinya, namun tetap menegaskan satu makna- kita akan melihat satu “kanvas kenabian” yang indah yang memuat puluhan pelajaran tarbawi yang hari ini sangat kita perlukan, namun, saya hanya akan memberikan isyarat kepada empat pelajaran saja yang secara langsung mempunyai hubungan dengan tema ijabiyah, sementara pelajaran-pelajaran lain kita tinggalkan terlebih dahulu sampai datang momentumnya yang tepat pada kesempatan yang lain.


Pelajaran I: Anda Menjadi Penumpang Bersama Kami

Ya, semua kita adalah musafir, dan semua kita adalah penumpang sebuah kapal. Sangat tidak logis kalau kapal itu tidak memiliki nakhoda. Dan menjadi suatu bentuk kegilaan dan kepandiran jika nakhoda kapal itu lebih dari satu,

“Jika di langit dan di bumi ada banyak Tuhan selain Allah, hancur binasalah langit dan bumi itu”.

Dan sudah menjadi sunnatullah, musafir itu berbeda-beda kelasnya, kelas I, II, III dan kelas terakhir. Posisinya pun juga berbeda, ada yang di depan, belakang, sisi kanan, sisi kiri, tengah, di atas dan di bawah. Service dan fungsinya juga berbeda, ada nakhoda, pembantu nakhoda, penanggung jawab kenyamanan penumpang, distributor koran, makanan dan minuman, security, pengatur lalu lintas perjalanan di dalam kapal, … dst.

Ada juga penumpang yang memanfaatkan waktu luang perjalanan untuk “menjual” berbagai hadiah. Ada juga yang memanfaatkan keberadaan “beberapa tokoh terkenal” untuk berkenalan dengan mereka, tukar menukar kartu nama, nomor telepon, dan alamat tinggal. Ada juga yang sedang bernasib mujur, maka ia dapatkan seorang “tetangga” yang merupakan peluang seumur hidup, lalu ia tidak menyia-nyiakan kesempatan tersebut. Dan seterusnya.

Yang penting, semua itu tadi adalah logis dan dapat diterima, dan semua itu merupakan tabiat sebuah perjalanan dan konsekuensi dari ta’aruf dan manfaat lain dari sebuah perjalanan.

Hanya saja ada sebagian penumpang yang memiliki ego berlebih yang melampaui semua hal yang wajar dan maqbul tadi, di mana ia melakukan berbagai percobaan untuk memaksakan “keinginannya” kepada semua penumpang, termasuk kepada kru kapal. Upaya-upaya kekanak-kanakan ini seringkali tampil dalam berbagai bentuk, namun, intinya sama, yaitu: mengganggu kenyamanan kehidupan orang-orang yang sedang bepergian. Di antara bentuk-bentuk ini ialah:

• Percobaan menyusup ke dalam kabin kendali untuk mengganggu nakhoda dan berusaha ikut terlibat dalam mengendalikan kapal, pertama dengan cara ngledek sang nakhoda sebagai pimpinan yang gagal …

• Berusaha menempati kursi yang bukan haknya, misalnya ingin menduduki kelas I. tujuannya adalah untuk menciptakan kekacauan dalam organisasi kapal. Juga untuk menanamkan kesan negatif terhadap kemampuan pengelola kapal dalam menunaikan hak kepada yang empunya .. dan juga dalam menempatkan penumpang sesuai dengan kelasnya ..

• Berusaha melubangi kapal untuk mengambil air dengan mudah dari bawah kakinya, agar ia tidak capek-capek naik turun untuk keperluan air ini …

• Mondar mandir secara mencolok di antara para penumpang, berjalan ke sana kemari, menimbulkan berbagai suara gaduh, mengarang berbagai cerita dan mengobral berbagai isu untuk menciptakan kekacauan di tengah-tengah penumpang, dan terkadang sampai ke tingkat menciptakan tasykik (keraguan) tentang keselamatan kapal, atau tasykik tentang kemampuan dan kecakapan sang nakhoda dan kru-nya, atau tasykik terhadap peta perjalanan, arah yang dituju, posisi dan tujuan .. yang intinya adalah mengesankan kepada para penumpang bahwa perjalanan yang ditempuh telah mengalami inhiraf (penyimpangan) dari jalur yang seharusnya ditempuh … dst.


Banyak upaya dilakukan, yang terpenting bagi kita adalah nash (teks) yang ada dalam hadits nabi yang menjadi kajian kita, yang intinya adalah bahwa pemilik gagasan “membuat lubang” lupa bahwa ada ribuan penumpang bersama dengannya dalam point yang disebutnya jatah-nya itu. Padahal, kursi yang Anda duduki bukanlah milik Anda secara utuh. Dan Anda tidak memiliki kebebasan mutlak yang bisa seenaknya menyelonjorkan kaki, sehingga mengganggu yang di belakang Anda, depan Anda, dan samping Anda, yang mana mereka juga memiliki “hak” atas lokasi yang telah disediakan untuk setiap penumpang.


Hadits nabi menyatakan, “Lalu mereka berkata: ‘kalau saja kita membuat lubang pada jatah kita…’. Pertanyaannya: adakah seorang penumpang bersama jamaah mempunyai jatah? Khusus dalam sebuah kendaraan perjalanan? Dan apakah seseorang yang tanggung jawabnya adalah menakhodai kapal, mencukupkan diri dengan sekedar memegang kendali kemudi, menginjak pedal gas dan ream? Adakah orang yang bertanggung jawab atas makanan dan minuman penumpang cukup membagikannya kepada kelas I saja? Adakah termasuk hikmah jika para penumpang mendiamkan saja sikap orang-orang yang ingin melubangi kapal, lubang pada titik yang diyakininya sebagai jatah-nya itu dengan alasan supaya tidak mengganggu penumpang yang di atasnya atau yang berada di sampingnya?

Jawaban atas berbagai pertanyaan ini datang dalam sebuah kalimat yang sangat mendalam dari sang murabbi pertama, yaitu Rasulullah SAW, saat beliau bersabda, “ maka, jika mereka memegang tangan yang bermaksud membuat lubang itu, niscaya mereka yang membuat lubang selamat dan selamat pula seluruh penumpang kapal”

Subhanallah!!

• Mereka telah menyelamatkannya, dengan cara memegang tangan yang bermaksud membuat lubang dan mencegahnya melakukan pelubangan. Dan dengan cara ini, mereka telah menyelamatkan diri mereka, dengan sebuah kerja ta’awun

• Namun, jika mereka diam (membiarkan), mungkin karena takut, atau tamak, maka pembiaran ini akan mencelakakan sang pelaku pelubangan dan berdampak pula bagi kecelakaan yang lainnya, sebab mereka menumpang di kapal yang sama

Tidakkah sudah saya katakan: Kita ini menumpang satu kapal? Tidakkah telah aku katakan: Pukul tangan setiap orang yang bermaksud membuat lubang dalam kapal, maka, dengan memukul ini akan terwujudlah kemaslahatannya dan kemaslahatan semua penumpang?! Kemudian yang terakhir, tidakkah telah aku katakan kepada pemilik gagasan melubangi kapal: Bahwa kami menjadi penumpang bersamaku wahai saudaraku, dan engkau pun menjadi penumpang bersama kami wahai saudaraku!


Pelajaran II: Mas-ul Perjalanan Tidak Sama Dengan Penumpang

Ada perbedaan mencolok antara mas-ul perjalanan dengan penumpang.
Bagi penumpang, yang terpenting baginya adalah tiga hal asasi, sebab ia inilah haknya, sedangkan selebihnya bersifat tambahan

1. Yang terpenting baginya adalah mendapatkan kenyamanan dalam perjalanan, baik dari sisi rehat maupun service.

2. Yang terpenting baginya adalah semua haknya terpenuhi, dimulai dari hak atas tempat duduknya yang sah

3. Yang terpenting baginya adalah sampai ke tujuan dengan selamat dan membawa keberuntungan

Jika pengelola perjalanan berbaik hati memberikan tambahan service, lalu mereka memberikan berbagai hadiah, peta negara tujuan, bantuan money changer, alamat berbagai hotel dan tempat-tempat wisata dan budaya … dst, maka semua ini lebih baik dan menarik simpati pelanggan baru, dan bisa jadi hal ini menjadi model iklan yang membuat sang pengelola semakin populer dan menjadi pilihan penumpang untuk perjalanan selanjutnya, jika mereka terus menjaga kualitas pelayanan yang bagus ini.

Jika semua hal di atas adalah hak setiap penumpang, maka perlu diketahui bahwa penumpang juga memiliki kewajiban. Di antaranya: menghormati tata tertib dan aturan biro perjalanan dan cara kerjanya. Terlebih lagi adalah menghormati orang-orang yang mengorganisir perjalanan mereka dan juga kepada mereka yang memberikan pelayanan kepada seluruh penumpang.

Juga kepada mereka yang bertanggung jawab atas kenyamanan dan keamanan perjalanan mereka … agar aspek keamanan dan kenyamanan dapat direalisasikan

Jika muncul dari para penumpang –walaupun dari kelas I- orang yang bermaksud merubah dirinya dari sekadar penumpang dan ingin menjadi pemilik kapal, atau ingin menjadi penanggung jawab perjalanan, sementara para pengelola kapal dan para penanggung jawab kapal dan penumpangnya diam … mendiamkan perilaku para penumpang yang bermaksud demikian tadi, niscaya akan terjadi kekacauan pada kapal, urusan menjadi bercampur baur tidak jelas, dan jadilah nasib setiap penumpang terancam tenggelam. “Dan jika mereka membiarkan orang yang bermaksud melubangi kapal itu, niscaya para penumpang kapal akan binasa, dan binasa pula mereka yang membuat lubang itu”.


Adapun kewajiban para penanggung jawab perjalanan, yaitu 3 hal tersebut di atas yang menjadi hak para penumpang, ditambah dengan dua kewajiban lainnya, sehingga totalnya menjadi lima kewajiban, yaitu:

1. Menciptakan suasana yang menyenangkan selama perjalanan, baik dari sisi rehat (kenyamanan) maupun service

2. Memberikan hak setiap penumpang, baik dari sisi tempat duduk, makanan, minuman dan istirahat.

3. Mengantarkan seluruh penumpang ke tempat tujuan.

4. Menegakkan kedisiplinan yang semestinya dan menciptakan iklim saling menghormati di antara sesama penumpang dan kru kapal

5. Berusaha semaksimal mungkin untuk mengamankan perjalanan, baik dalam cara mengemudikan kapal serta interaksi yang baik terhadap semuanya.


Namun, lima kewajiban ini harus diimbangi dengan berbagai hak, yang dengan hak-hak ini akan terciptalah suasana perjalanan yang baik, serta memberikan jaminan keamanan dan keselamatan. Di antara hak terpenting dan paling mendesak bagi pihak kru kapal adalah hendaklah setiap penumpang komitmen dengan etika perjalanan, sebab, hampir semua serikat perjalanan di seluruh dunia melarang para penumpang untuk merokok sepanjang perjalanan, sebab hal ini mengganggu para penumpang. Dan beda jauh antara gangguan yang ditimbulkan oleh asap rokok dengan gangguan yang disebabkan oleh asap fitnah!


Pelajaran III: Masyarakat Islam itu Salimus-Shadr

Kita semua berada dalam satu kapal. Bagi kita, kapal itu “milik” bersama. Karenanya, kewajiban kita yang pertama adalah menjaga kapal ini dari khuruq (infiltrasi), syuquq (perpecahan), tsuqub (lubang-lubang) dan segala upaya irbak (kekacauan), za’za’ah (mengguncang ketsiqahan) dan tasykik (upaya untuk menanamkan keraguan). Hal ini diperlukan dalam rangka menjamin terwujudnya dua sasaran besar:

1. Mengamankan perjalanan dari segala ancaman, internal dan eksternal.

2. Menjaga kapal itu sendiri dari segala bentuk khuruq atau tsuqub

Biasanya, dalam Suatu Perjalanan, Ada 3 Tipe Manusia:

1. Orang-orang yang berdiri tegak pada batas-batas Allah SWT. Bagi mereka yang terpenting adalah mashlahat umum. Semangat mereka adalah keselamatan seluruh penumpang dan keamanan mereka. Juga keselamatan dan keamanan kapal dan kru-nya. Karena inilah kita dapati mereka:
a. Tetap berjaga saat semua orang tidur. Menegakkan amar ma’ruf dan nahi munkar.
b. Bersemangat untuk menempatkan penumpang sesuai dengan kedudukannya.
c. Mengedepankan dan menyuguhkan berbagai pelayanan semestinya demi kenyamanan dan keselamatannya..
Tidak ada yang diinginkan dari balik semua ini, baik balasan maupun ucapan terima kasih.

2. Orang-orang yang memaksakan kehendaknya kepada seluruh penumpang, seakan-akan kapal itu adalah “milik babenya”, sementara yang lainnya mereka pandang sebagai perompak atau pencari uang. Penilaian paling mendingan dari kelompok ini terhadap para penumpang adalah “‘abiru sabil” (orang-orang yang numpang lewat). Karena inilah sepanjang perjalanan, mereka ini berjalan hilir mudik ke sana ke mari, menciptakan suasana tidak nyaman dalam kehidupan para penumpang dengan berbagai tindak tanduk yang tidak ada hubungannya dengan adab-adab perjalanan

3. Orang-orang yang diam mencari selamat. Mencoba bersikap baik dengan para kru kapal dan bersikap baik pula kepada kelompok kedua. Mereka berdiam “sabar” terhadap pihak kru di satu sisi dan terhadap perilaku kelompok kedua di sisi yang lain, sambil menunggu datangnya solusi dalam waktu dekat.


Sebenarnya, ijabiyah tidak menerima sikap “damai” dan “berbaik-baik” kecuali dalam tempo yang singkat saja, sehingga menjadi jelas, mana benang putih dan mana benang hitam. Dan sehingga diketahui hakikat dan niat kru kapal maupun kelompok kedua yang mengacau itu. Bahkan, keselamatan semua penumpang berawal dari disiplin setiap penumpang untuk duduk sesuai dengan tempat yang masih tersedia, atau sesuai dengan nomor tiket yang dibawanya, atau sesuai dengan hasil “kocok atau undi”, sebagaimana yang disebut dalam hadits, “Sesungguhnya ada satu kaum yang mengundi naik kapal”, dengan demikian, setiap tempat duduk itu menjadi definitif berdasar ketentuan “kocok atau undian”, maka, hendaklah setiap penumpang menghormati legalitas “kocok atau undian” dan ridha terhadap cara Allah SWT membagi kepadanya, sehingga kapal akan sampai daratan dengan aman.


Pelajaran IV: Titanic dan Gunung Es

Titanic adalah sebuah kapal besar. Namun, gunung es yang ada di bawahnya lebih besar. Gunung es ini telah menghancurkan kapal besar tersebut. Ini maknanya:

1. Kekuatan kapal, betapa pun ia, tidak boleh menjadikan pemiliknya terkena ghurur, lalu melajukan kapal di lautan secara membuta tanpa memprediksikan berbagai kemungkinan mendadak, di mana kekuatan itu tidak akan mampu bertahan di hadapannya. Sebab ghurur itu musuh kekuatan. Bersandar pada sarana secara menyeluruh tanpa memberi perhatian yang semestinya kepada aqidah tawakal kepada Allah, ujung-ujungnya sangatlah menyedihkan.

2. Ghaflah dari Allah SWT, bersantai-santai di atas kursi yang empuk dalam perjalanan kehidupan yang berjalan dalam hembusan angin yang baik, tidak akan berlangsung lama. Sebab, setelah angin baik tersebut akan datang badai yang membangunkan semua yang tidur, mengingatkan yang lalai, serta mencekokkan banyak pelajaran keras bagi mereka yang kegirangan dengan perhiasan dunia dan kelezatan kehidupan yang mereka miliki. Dan hal ini adalah sunnatullah pada hamba-hamba-Nya, “Dialah Tuhan yang menjadikan kamu dapat berjalan di daratan, (berlayar) di lautan, sehingga apabila kamu berada di dalam bahtera, dan meluncurlah bahtera itu membawa orang-orang yang ada di dalamnya dengan tiupan angin yang baik, dan mereka bergembira karenanya, datanglah angin badai, dan (apabila) gelombang dari segenap penjuru menimpanya, dan mereka yakin bahwa mereka telah terkepung (bahaya), maka mereka berdoa kepada Allah dengan mengikhlaskan ketaatan kepada-Nya semata-mata, (mereka berkata), “Sesungguhnya jika engkau menyelamatkan kami dari bahaya ini, pastilah kami akan termasuk orang-orang yang bersyukur”. Maka tatkala Allah menyelamatkan mereka, tiba-tiba mereka membuat kelaliman di muka bumi tanpa (alasan) yang benar. (Q.S. Yunus: 22 – 23)

Subhanallah ..

Inilah tabiat manusia, tidak berubah, tidak berganti dan tidak berpaling dari gaya intihazi (opportunis)-nya:

- Jika angin berhembus baik, mereka bergembira dengannya.

- Jika datang angin badai, mereka panik terhadap apa yang terjadi

- Jika terkepung oleh gelombang dari berbagai penjuru, mereka ingat Allah (mereka berdoa kepada Allah dengan mengikhlaskan ketaatan kepada-Nya semata-mata, (mereka berkata),

“Sesungguhnya jika engkau menyelamatkan kami dari bahaya ini, pastilah kami akan termasuk orang-orang yang bersyukur”). (Yunus: 22).

- Jika Allah SWT berikan keselamatan, keamanan dan lolos dari mara bahaya, mereka lupa “baiat”-nya kepada Allah SWT,

“Sesungguhnya orang-orang yang berbaiat kepadamu (wahai Muhammad) pada hakikatnya mereka berbaiat kepada Allah” (Al-Fath: 10),

mereka melepaskan perjanjian mereka, berlepas dari komitmen mereka untuk bersyukur dan mengakui nikmat Allah, dan mereka bergerak di muka bumi dengan berbagai “proyek” pelanggaran hak, “ Maka tatkala Allah menyelamatkan mereka, tiba-tiba mereka membuat kelaliman di muka bumi tanpa (alasan) yang benar. (Yunus: 23)

Hasilnya sudah dapat ditebak, sebagian orang mengetahuinya dan sebagiannya lagi tidak mengetahuinya. Atas mereka tertimpa berbagai bencana di dunia, dan pada hari kiamat, hisab mereka di sisi Allah SWT sangatlah sulit, “Hai manusia, sesungguhnya (bencana) kelalimanmu akan menimpa dirimu sendiri; (hasil kelalimanmu) itu hanyalah kenikmatan hidup duniawi, kemudian kepada Kami-lah kembalimu, lalu Kami kabarkan kepadamu apa yang telah kamu kerjakan”. (Yunus: 23)


Simpulan:

Dari kisah agung ini dapat ditarik kesimpulan, bahwa:

1. Setiap tempat duduk penumpang, telah ditentukan oleh hasil qur’ah (undian)

2. Setiap penumpang dalam organisasi kapal, hendaklah menerima apa pun hasil undian itu.

3. Setiap penumpang hendaklah menempati tempat duduknya sesuai dengan yang telah ditetapkan Allah SWT untuknya dan sesuai dengan angka undian yang didapatkannya dalam sebuah proses undian yang bebas.

4. Setiap penumpang hendaklah komitmen dengan adab bepergian, demi terjaminnya kenyamanan bersama

5. Sesama penumpang hendaknya saling menghormati, menghargai yang berada di atas dan juga yang berada di bawah.

6. Setiap penumpang bekerja sama dalam menggebuk tangan seseorang yang bermaksud membuat lubang kapal – sebuah perbuatan yang didasarkan pada ijtihad yang salah, namun ia menduga bahwa dengan ijtihad-nya ini ia telah berbuat baik kepada yang berada di atas dan yang berada di bawah—sebab, tidak semua ijtihad bisa diterapkan. Jika prinsip ini tidak dipahami, maka kita akan terperosok kepada ijtihad seekor beruang yang ingin mengusir lalat yang menempel di wajah anaknya, namun ia mengusirnya dengan melemparkan batu besar ke arah wajah anaknya itu (dalam sebuah kisah yang populer).
Ijabiyah yang jelas terdapat dalam kisah tarbawi yang indah ini terdapat dalam sabda Rasulullah SAW, “’kalau saja kita membuat lubang pada jatah kita, sehingga kita tidak mengganggu yang di atas kita’”. Jadi, niatnya baik, yaitu ingin menghindari gangguan, hanya saja, akibatnya sangat-sangat fatal jika semua penumpang lainnya tidak memukul dengan kuat tangan-tangan yang berusaha membuat lubang di dalam kapal, sebab yang akan binasa bukan hanya nakhoda dan kru-nya, akan tetapi, seluruh kapal akan tenggelam dengan seluruh isinya, termasuk seluruh penumpangnya.


Siapa saja yang mendengar hadits ini dan menyaksikan film Titanic, ia tidak memerlukan lagi seorang pemberi mauizhah yang berkata kepadanya, “Sesungguhnya lubang satu jarum akan mampu menenggelamkan kapal segede Titanic”.


Dan bahwasanya diamnya para penumpang yang membiarkan sang pembuat lubang di dalam kapal, yang bisa jadi “dengan niat baik” itu, adalah sikap salbi (pasif) yang akibatnya juga fatal, yaitu binasanya seluruh penumpang, baik yang melubangi, maupun yang dibuatkan lubang.

La haula wala quwwata illah billah


Sumber: http://www.ikhwan.net/vb/showthread.php?t=71078

Selasa, 16 November 2010

MUSLIMAH! JANGAN PERNAH BERHENTI MELANGKAH, BERGERAKLAH! TERUSLAH MEMBADAI BANGUN PERADABAN

Rating:★★★★★
Category:Other
Saya menemukan artikel yang sangat menarik, sangat inspiratif, sangat menyentuh sisi keakhwatan dalam diri saya dan artikel ini benar-benar berhasil menjawab segala tanda tanya yang sempat membuncah di dada, menjawab segala kegelisahan dan kepiluan hati atas ketidakberdayaan diri menatap bumi yang semakin kacau balau. Dimanakah peran kaum wanita? Kemanakah ia harus bergerak? Langkah apa yang harus ditempuh? Apa yang bisa kaum hawa perbuat atas berbagai kerusakan di muka bumi ini????? Apakah ia harus terpenjara dalam rumah saja? Bolehkah wanita berkiprah di luar??? Dunia membutuhkanmu wahai akhwat sejati! Dunia memanggilmu wahai mujahidah tangguh! Terjunlah ke medan juang tanpa keraguan... Majulah!!

Berikut artikelnya:

Kemana Muslimah Melangkah? (Bagian Pertama)
Mar'ah Muslimah
Oleh: Sitaresmi S Soekanto

dakwatuna.com – Indah sekali perumpamaan yang diutarakan Syaikh Yusuf Qardhawi dalam bukunya Fiqhul Aulawiyaat atau skala prioritas gerakan Islam jilid satu, ‘Bunga-bunga’ itu tidak tumbuh mekar selain karena laki-laki ingin selalu memaksakan kemauannya, juga karena akhwat muslimahnya yang tidak mau atau memiliki keberanian untuk melepaskan diri dari keterikatan tersebut.

Ya, seharusnya bunga-bunga itu tumbuh mekar dengan leluasa untuk turut mengharumkan jalan perjuangan yang suci ini. Akhwat seyogianya mulai berani memikirkan dan mengambil alih permasalahan-permasalahan mereka sendiri, membuka lahan-lahan dakwah dan amal serta menangkis dengan tegas suara-suara sumbang wanita-wanita feminis yang diselipkan ke dalam aqidah umat, nilai-nilai dan syariat-syariat Islam.

Dan suara-suara mereka cukup vokal, sekalipun hanya mewakili segelintir manusia yang tidak ada bobotnya di dunia apalagi dalam agama. Namun dalam kenyataannya menurut Yusuf Qardhawi pula, aktivitas dakwah Islam di bidang kewanitaan saat ini masih lemah. Hal tersebut nampak dari lemahnya kepemimpinan wanita untuk mampu berdiri sendiri menghadapi arus sekularisme, marxisme dan feminisme secara tangguh.

Kondisi tersebut boleh jadi disebabkan oleh dua kemungkinan, yang pertama ialah sikap ananiyah atau egoisme laki-laki yang selalu berusaha mendominasi, mengkomando, mengarahkan dan menguasai urusan akhwat. Mereka tidak memberi kesempatan dan peluang kepada para akhwat untuk membina bakat, keterampilan dan kemampuan untuk berjalan sendiri tanpa dominasi para rijal.

Penyebab kedua datangnya justru dari diri akhwat sendiri yang tidak memiliki keberanian dan kepercayaan diri yang cukup serta kurang kuatnya kerja sama di kalangan mereka.

Padahal menurut Yusuf Qardhawi kepeloporan dan kejeniusan bukan hanya milik laki-laki saja. Bahkan dalam pengamatan beliau selaku dosen, mahasiswi-mahasiswi umumnya berprestasi akademik lebih baik dibanding mahasiswa-mahasiswanya karena lebih tekun. Sehingga selayaknya mereka bisa eksis bila mampu menunjukkan kepeloporan dan kepiawaiannya dalam bidang dakwah, ilmu pengetahuan, pendidikan, sastra dan lain sebagainya.

Satu hal yang kontras dengan semangat awal Islam yang memuliakan dan memberdayakan muslimah, ditemui Yusuf Qardhawi justru di zaman kiwari ini. Beliau mengkritik menyusupnya pemikiran ekstrim mengenai hubungan laki-laki dan wanita serta peranan wanita di tengah masyarakat. Aliran pemikiran ini mengambil pendapat yang paling keras sehingga mempersempit ruang gerak wanita. Sehingga dalam pertemuan beliau dengan akhwat di Manchester, Inggris dan di Aljazair, beliau mendapati kondisi tersebut bahwa akhwat dibatasi dalam mengikuti forum-forum diskusi yang luas dan bahkan sekadar untuk menjadi moderator di acara yang khusus untuk mereka pun masih dianggap harus digantikan laki-laki.

Padahal sejak permulaan lahirnya dakwah, gerakan Islam telah memberikan porsi bagi peranan wanita. Dan di sebuah gerakan dakwah Islam terkemuka seperti Ikhwanul Muslimin yang didirikan di Mesir, ada seksi khusus wanita yang disebut Al Akhwat Al Muslimat.

Namun orang-orang yang berhaluan keras memakai dalil surat al Ahzab ayat 33, “waqarna fibuyuutikunna…” mereka berdalih, “kenapa kalian menuntut wanita agar memegang peran yang menonjol dalam gerakan Islam? Ikut bergerak dan memimpin serta menampakkan keberadaannya dalam gerbong amal islami, padahal mereka telah diperintahkan untuk tinggal di rumah-rumah mereka. ”

Sebagian ahli tafsir mengatakan ayat tersebut khusus berlaku untuk para istri Nabi karena kesucian dan keistimewaan mereka yang berbeda dari wanita-wanita lain pada umumnya. Sementara ahli tafsir yang lain mengatakan seandainya pun ayat tersebut ditujukan untuk para wanita pada umumnya, maka hal tersebut lebih merupakan arahan stressing keberadaan wanita yang harus lebih banyak di rumah. Namun tentu saja bukan berarti tidak boleh keluar rumah untuk menuntut ilmu, bermasyarakat dan mengerjakan kebajikan-kebajikan.

Tetapi kenyataan di lapangan atau di dunia realitas tidaklah sesederhana itu, terutama justru bagi akhwat yang sudah menikah. Mereka gamang dalam melangkah. Kadang ia sampai bertanya-tanya sendiri, “istri milik siapa sih?”
Karena selama ini ia tumbuh dalam tarbiyah dan medan harakah ia tidak bisa lagi tutup mata bersikap cuek, apatis atau masa bodoh dengan persoalan-persoalan umat Islam baik skala nasional maupun internasional.

Tantangan-tantangan eksternal umat Islam benar-benar membuatnya geram. Ia sadar benar adanya makar atau konspirasi internasional yang senantiasa menghadang umat Islam (QS. 8:30, 2:120, 2:109, 2:217, 3:118 dan 4:76). Ia pun paham, nubuat atau prediksi Rasulullah SAW bahwa akan tiba suatu masa di mana umat Islam akan menjadi mangsa empuk yang diperebutkan musuh-musuh Islam. Hal itu disebabkan karena umat Islam hanya unggul secara kuantitas tetapi minim dari segi kualitas sehingga membuat mereka tidak lagi disegani oleh musuh-musuh Islam. Ditambah lagi mereka mengidap penyakit wahn yakni cinta dunia dengan cinta yang berlebihan dan takut mati.

Berita-berita di media massa maupun tayangan berita di layar teve kerap membuatnya menangis dan sekaligus ingin memekik menyaksikan kezhaliman Israel Yahudi dan antek-anteknya yang kian merajalela di dunia Islam. Ia ingin berbuat…, ia ingin berdakwah…, ia ingin bergerak….

Namun apa daya persoalan internal yang dihadapi belum juga beres. Selama ini ia sudah bekerja keras menyeimbangkan tugasnya di dalam rumah tangga dengan aktivitas mengikuti ta’lim, mengisi ta’lim, mengikuti baksos untuk orang-orang yang terkena musibah banjir karena jika tidak sigap para missionaris begitu cekatan membantu dengan sekaligus paket pembaptisan. Tetapi rupanya sifat ananiyah (egoisme) dan sense of belonging (rasa kepemilikan) suaminya begitu besar. Tiba-tiba saja ia diminta menghentikan semua aktivitas amal shalehnya dan berdiam di rumah melayaninya dan anak-anak sebagai jalan pintas menuju surga, “Kamu tidak usah repot-repot ngurusin orang, sementara ada jalan pintas menuju surga dengan berbakti pada suami dan keluarga.” akhwat ini pun sebenarnya tak ingin membantah perkataan suaminya, karena ia juga tahu kebenaran tentang besarnya pahala berkhidmat di rumah tangga. Namun apa jadinya dengan sebuah dunia luar yang ingin ia sediakan sebagai bi’ah yang baik bagi anak-anaknya, generasi mendatang. Bukankah ia harus ikut juga berperan untuk itu. Apalagi selama ini ia meniatkan pernikahan adalah satu noktah dari garis perjuangan yang panjang, sehingga menikah harusnya justru akan meningkatkan perjuangannya. Kenyataannya?

Ia sering merasa sedih sementara ia dan banyak akhwat lainnya masih berkutat dengan urusan-urusan internal, para wanita feminis, marxis, liberalis dan missionaris begitu gegap gempita dengan kiprahnya. Mereka memang kecil, sedikit tetapi terorganisir rapi dan memiliki link atau jaringan internasional yang kuat.

Hal tersebut juga terungkap dari pengalaman langsung Yusuf Qardhawi saat berinteraksi dengan para akhwat di Mesir dan Aljazair. Ia banyak menemukan ukhti-ukhti daiyah atau akhwat daiyah yang gesit dan aktif di medan haraki sebelum menikah, tetapi setelah menikah dengan ikhwah yang juga dikenalnya melalui dakwah ia dilarang aktif atau tidak diridhai keluar rumah. Suami-suami seperti ini telah mematikan bara api yang semula menyala menerangi jalan bagi putri-putri Islam.

Sampai ada gadis aktivis dakwah di Aljazair yang menulis surat kepada beliau menanyakan apakah haram hukumnya bila ia melakukan mogok kawin karena takut bila menikah akan menyebabkannya tercabut dari jalan dakwah.

Beberapa akhwat yang pernah penulis temui seusai acara liqa’at ruhiyah akhwat di masjid Al Azhar Jakarta mengutarakan bahwa belakangan ini mereka semakin takwa saja. “Oh ya?”, tanya penulis, berharap itu bahwa dampak positif ikut pertemuan tersebut. “Iya mbak, makin takwa makin takut walimah. Habis takut dapat suami ikhwah yang picik sehingga kita tidak bisa merasakan lagi nikmatnya pertemuan-pertemuan seperti ini.” “Oooh…” gumam penulis, lalu beristighfar berulang kali.

Setiap akhwat insya Allah menyadari bahwa kewajiban terhadap suami dan anak-anak adalah tarikan fitrah yang memang berguna memagarinya agar tidak melesat keluar dari garis fitrahnya selaku istri dan ibu.

Tetapi haruskah hal itu dibenturkan dengan keinginan suci berjihad membela agama Allah? Bahkan Allah SWT berfirman dalam QS. at Taubah ayat 24, bahwa cinta kepada Allah, Rasul-Nya dan jihad di jalan-Nya harus diprioritaskan di atas segala-galanya termasuk di atas suami dan anak-anak.

Bagaimana halnya dengan wanita-wanita Afghanistan yang ditemui Zainab al Ghazali di barak-barak pengungsi di Pakistan saat invasi Uni Soviet dulu, mereka telah mempersembahkan segala-galanya, suami, anak-anak, harta dan tanah air mereka demi perjuangan tetapi mereka masih lagi bertanya, “Apa lagi yang bisa kami berikan, korbankan untuk jihad fisabilillah, ya Ibu?” Zainab al Ghazali menjawab dengan penuh rasa haru, “Ada…, kalian masih senantiasa memiliki cinta. Berikanlah cinta, simpati dan doa kalian untuk setiap mujahid yang berjuang di jalan Allah.” Subhanallah! Adakah yang salah dengan mereka, dengan obsesi-obsesi mereka yang luar biasa untuk habis-habisan di jalan Allah?

Belum lagi kisah-kisah indah yang terukir di periode awal Islam ketika Khansa mempersembahkan semua putranya sebagai syuhada di jalan Allah dan bersedih karena tak memiliki lagi putra yang akan dipersembahkannya di jalan Allah.

Begitu pula saling dukung di antara Ummu Sulaim dan abu Thalhah. Agar suaminya tak gundah dan menunda keberangkatannya untuk jihad di jalan Allah, Ummu Sulaim yang hamil tua pun ikut ke medan jihad.

Demikian juga Asma binti Abu Bakar yang sedang mengandung Abdullah bin Zubeir. Di saat hamil tua itu ia berjihad membantu proses hijrah yang sangat luar biasa beratnya. Zubeir bin Awwam sang suami ikut mendukung dan tidak protes, “Ah Asma, kamu tidak realistis, hamil tua seperti ini ikut dalam misi yang sangat berbahaya.”

System Islam yang tegak begitu mendukung kiprah perjuangan muslimah, ditambah team work dan dukungan yang baik di dalam keluarga inti dan dilengkapi pula dukungan sinergis dari komunitas yang ada saat itu. Di saat-saat perang, wanita dan anak-anak yang ikut dikumpulkan di satu tempat dan dikawal ketat oleh beberapa petugas. Dan muslimah-muslimah yang bertugas sebagai tenaga medis dan dapur umum dapat berjihad dengan tenang, sementara anak-anak mereka dijaga oleh wanita-wanita yang sedang tidak bertugas ke medan jihad.

Melihat kisah-kisah indah di atas, seharusnya tak ada ruang tersisa bagi keegoisan dan keapatisan dari ikhwah maupun akhwat.

Kisah-kisah tersebut mengajarkan pada kita dua tugas mulia yakni berbakti di dalam rumah tangga dan berjihad di jalan Allah bukan dua hal yang harus dibenturkan atau dipertentangkan satu sama lain. Dan kebajikan yang satu tak harus meliquidir kebajikan yang lainnya, melainkan menjadi sesuatu yang seiring sejalan secara sinergis.

Sehingga tak ada lagi cerita akhwat yang dipojokkan dan menjadi memiliki guilty feeling (perasaan bersalah), “Ah, dia terlalu aktif sih… jadi anak-anaknya tak terurus.” Atau, “Awas, lho…. Jangan aktif-aktif, nanti suaminya diambil orang.”

Ironis memang, sesama muslimah yang harusnya saling membantu dan mendukung malah memojokkan dan menakut-nakuti kaumnya sendiri yang aktif di medan haraki. Sementara wanita-wanita feminis, marxis, lebaris kompak bersatu menyebarkan kemungkaran.

Tetapi akhwat tak boleh menyerah. Ia memang tak perlu segera menyalahkan pihak-pihak lain yang kurang atau tidak mendukung. Lebih baik ia berpikir positif membangun citra diri akhwat muslimah yang baik, berjiddiyah menjaga keseimbangan dan memiliki kemampuan mengatur skala prioritas. Ia juga harus memiliki kondisi fisik, aqliyah dan ruhiyah yang prima karena ia bekerja di luar kelaziman wanita-wanita lain pada umumnya. Karena ia tidak egois, karena ia memikirkan umat, karena ia punya cita-cita mulia yakni menegakkan syariat Islam dan tentu saja …. karena ia ingin masuk surga dengan jihad di jalan-Nya.

Kisah-kisah indah dalam sirah memang perlu sebagai batu pijakan. Sejarah dapat menjadi sumber inspirasi dan ibrah. Tetapi kita tidak bisa berhenti hanya pada nostalgia-nostalgia kejayaan masa silam, seperti: “Enak ya di zaman Rasulullah wanita benar-benar dihargai dan diberi kesempatan ikut berkiprah dan berjuang. Senang ya, para wanitanya juga saling dukung…”

Secara waqi’, riil yang kini kita lihat dan hadapi adalah kondisi realitas kontemporer yang penuh dengan tantangan-tantangan global. Era globalisasi membuat the world has turned into a small village, dunia sudah berubah menjadi sebuah desa kecil. Laiknya sebuah desa kecil proses interaksi dan saling mempengaruhi terjadi begitu intensif, apalagi teknologi informasi yang berkembang pesat kadang membuat dunia Islam dibanjiri informasi seperti air bah yang juga membawa kotoran-kotoran. Tanpa proses filterisasi, bagaimana jadinya anak-anak kita, wajah generasi mendatang.

Dapatkah kita bersikap apatis pada lingkungan dan dunia luar? Sementara al insan ibnul bi’ah (manusia anak atau bentukan lingkungannya). Jika kita tidak ikut berjuang menghadirkan sebuah lingkungan yang kondusif bagi keimanan dan ketakwaan serta keshalihan anak-anak kita, bagaimana kelak pertanggungjawaban kita kelak di hadapan Allah SWT?

Bukankah Rasulullah pernah mengingatkan para orangtua, “Didiklah anakmu karena ia akan hidup di zaman yang berbeda dengan zamanmu”. Seorang wartawati muslimah yang menghadiri konferensi wanita sedunia yang diselenggarakan PBB tahun 1995 di Beijing mengatakan bahwa konferensi ini merupakan sebuah perang mahal (menghabiskan dana sekitar 68,7 milyar rupiah), besar (dihadiri 25.000 orang dari sekitar 170 negara) dan berbahaya walau tanpa senjata dan luka.

Karena selain menjadi ajang pertarungan kepentingan-kepentngan politik individu-individu dan negara-negara tertentu, serta konflik berkepanjangan antara negara-negara maju (utara) dan negara-negara berkembang (selatan), juga menjadi sarana bagi para penganut paham everything goes (permisivisme) untuk meluluhlantakkan nilai-nilai suci kehidupan perkawinan dan keluarga.

Mereka menghendaki pasangan-pasangan lesbi ataupun gay juga diakui bentuk keluarga yang normal dan sah karena kebebasan orientasi seksual (apakah hetero atau homo) adalah hak asasi. Mereka juga menghendaki legalisasi aborsi dan pendidikan seks yang independen tanpa campur tangan orang tua bagi remaja.

Melihat begitu berat dan kompleksnya tantangan zaman saat ini, dimana akhwat? Haruskah ia tinggal diam, aman dan suci di rumahnya yang indah dan nyaman sementara dunia terus menjadi bobrok dan mengalami proses pembusukan?

Bukankah seharusnya kita takut jika berhenti menjadi wanita shalihah belaka tetapi tidak mushlihah yang melakukan ishlahul ummah. Karena pernah ada satu negri yang akan dihancurkan Allah seperti yang ada dalam QS. 7:4-5, malaikat berucap bahwa masih ada satu orang shalih yang berdzikir, Allah SWT tetap menyuruh negri itu dihancurkan dan justru dimulai dari orang yang shalih tersebut.

Hendaknya kita juga mawas diri terhhadap firman Allah QS. 25:30 bahwa kita harus takut terhadap bencana yang tidak hanya menimpa orang-orang yang zhalim saja. Jika kita bersikap pasif dan defensif dalam melihat kemungkinan-kemungkinan di depan mata, kita (seperti dikatakan dalam sebuah hadits) seperti berada di sebuah kapal besar dan berdiam diri melihat orang-orang sibuk melubangi kapal tersebut sehingga akhirnya kita ikut karam bersama kapal tersebut.

Akankah kita terus tinggal diam karena sibuk berkutat dengan urusan keluarga dan dalam negeri yang tak pernah selesai? Percayalah bahwa Allah akan menolong semua urusan kita termasuk keluarga kita jika kita menolong agama Allah (QS. 47:7) karena keberkahan, khairu katsir (kebaikan yang banyak) akan senantiasa melingkupi perjalanan hidup seorang akhwat.



Rabu, 03 November 2010

PNS oh PNS

Persetujuan Pendaftaran

Bacalah pernyataan persetujuan di bawah ini

Pernyataan Anda

Dengan mengklik Setuju, berarti Anda telah menyatakan dengan sesungguhnya, bahwa Anda:

  1. Tidak pernah dihukum penjara atau kurungan berdasarkan putusan pengadilan yang telah mempunyai kekuatan hukum yang tetap, karena melakukan sesuatu tindak pidana kejahatan;
  2. Tidak pernah diberhentikan dengan hormat tidak atas permintaan sendiri atau tidak dengan hormat sebagai Pegawai Negeri, atau diberhentikan tidak dengan hormat sebagai pegawai swasta;
  3. Tidak berkedudukan sebagai Calon Pegawai Negeri / Pegawai Negeri;
  4. Bersedia ditempatkan diseluruh wilayah negara Republik Indonesia atau Negara lain yang ditentukan oleh pemerintah;
  5. Tidak menjadi pengurus dan/atau anggota partai politik.
  6. Bersedia dituntut di muka hukum serta bersedia menerima segala tindakan yang diambil oleh Pemerintah, apabila di kemudian hari terbukti pernyataan Anda ini tidak benar.

Silakan klik Setuju untuk mengkonfirmasi kesediaan Anda mendaftar sebagai Calon Pegawai Negeri Sipil. Lalu klik tombol Lanjut untuk melanjutkan ke pengisian formulir.


*hohoho.... ga jadi daftar deh, kan ga boleh bo'ong ,, cari peluang yang lain ajaaaaa.... hihihihi

Sampai detik ini saya masih bertanya-tanya, kenapa yaaa kok belakangan profesi sebagai PNS punya prestise tersendiri dan seolah jadi cita-cita tertinggi setiap orang dalam karirnya,,, kemana para manusia kreatif yang bukan sibuk mencari kerja tapi justru membuka lapangan kerja untuk banyak orang? kemana para enterpreneur pemberani yang siap sukses dan siap gagal? kemana mereka yang mampu melewati fase kerja keras menuju kerja cerdas dan akhirnya menjadi para pekerja ikhlas? hei!!! masa iya semua orang silau dengan profesi PNS? PNS kan pelayan,,, masa ga mau jadi bos sih? masa puas dengan penghasilan tetap?


Hanya orang-orang pemberani yang berani mengambil jalan berbeda dari yang lain, jalan para pendobrak yang siap dengan tantangan-tantangan yang lebih besar,,, orang-orang yang memilih jalan yang sulit bukan jalan yang "cari aman"


Kamukah si pemberani itu???



Kamis, 26 Agustus 2010

Mengenang 2 Tahun yang Lalu dan Membayangkan 2 Tahun ke Depan

DE BREVITATE VITAE

Gaudeamus igitur, iuvenes dum sumus!
Post iucundam iuventutem, post molestam senectutem
nos habebit humus.

Ubi sunt, qui ante nos in mundo fuere?
Scandite ad superos, vadite ad inferos,
ubi iam fuere!

Vita nostra brevis est, brevi finietur,
venit mors velociter, rapit nos atrociter,
nemini parcetur.

Vivat academia, vivant professores!
Vivat membrum quodlibet, vivant membra qualibet,
semper sint in flore!

Vivant omnes virgines, faciles, formosae!
Vivant et mulieres, tenerae, amabiles
bonae laboriosae!

Vivat et res publica et qui illam regit!
Vivat nostra civitas, Maecenatum caritas,
quae nos hic protegit!

Pereat tristitia, pereant osores!
Pereat diabolus, quivis antiburschius,
atque irrisores!


ROUGH TRANSLATION TO ENGLISH

Let us therefore rejoice while we are young;
After our pleasant youth, after troublesome old age
The ground will hold us.

Where are those who were in the world before us?
You may go up to the gods, you may cross into hell
If you wish to see them.

Our life is brief, it will shortly end;
Death comes quickly, cruelly snatches us;
No one is spared.

Long live the university, long live the teachers,
Long live each male student, long live each female student;
May they always flourish!

Long live all maidens, good-natured and beautiful!
Long live wives as well, tender, lovable,
Honest, hardworking.

Long live the state and those who rule it.
Long live our city, and the charity of benefactors
Which protects us here.

Let sadness perish, Let haters perish.
Let the devil perish, whoever is against the students,
And those who mock us!


---------------------------------------------------------------o0o-----------------------------------------------------------------------

Mungkin sebagian kita pernah mendengar lagu ini atau mungkin pernah menyanyikannya, kan?

Lagu ini identik dengan sebuah momen di akhir bangku kuliah, apa cobaaa??? ada yang inget?

Yaaa, hari ini saya mendengar lagu itu kembali bergema di sini..., di kampus ini...,, di sebuah gedung di antara danau kenanga dan rektorat.... Lagu itu bergema tepat saat saya melintasi Balairung menuju DRPM,, sepintas sempat ku lihat ada begitu banyak senyum dan tawa ceria di sekelilingku,, wajah-wajah sumringah itu, langkah-langkah kaki penuh semangat meski panas menyengat dan sedang puasa... Nyaris tak tampak ada wajah lesu di sana....

Sambil melintas dan memandangi mereka, tiba-tiba pikiranku terbang ke masa 2 tahun lalu, saat aku menjadi salah stu di antara mereka. Tapi tentu dengan gaya dan cara yang berbeda. Mengingat itu kadang jadi senyum-senyum sendiri. Seperti pemandangan hari ini, ku lihat para wanita disulap jadi begitu anggun dan cantik, entah berapa lama ia habiskan waktu di salon,, hooo mungkin setelah sahur langsung nongkrong di salon yaaa... 2 tahun lalu pun ku dapati teman-teman wanitaku menghabiskan waktu berjam-jam di salon untuk sekedar menghadiri momen ini, untuk sebuah upacara yang berlangsung tak sampai 1 jam... Kebaya terbaik pun telah disiapkan jauh hari sebelumnya... Hmm,, saat itu aku hanya bisa tersenyum, dan hari ini pun sama,, entah bagaimana dengan 2 tahun ke depan yaaaa....

Aku tak pernah meremehkan momen ini, namun harus ku akui, aku pun tak pernah begitu mengagungkan momen ini, sehingga prosesi ini ku lalui dengan biasa-biasa saja... Jangankan mempersiapkan kebaya, pakaian yang akan ku pakai saja baru ku pikirkan pas hari H, hasilnya? hahaha, aku pakai pakaian yang biasa ku pakai kuliah ke kampus dengan dalih, "buat apa ribet ribet sih kan ketutup toga juga bajunya, yang penting nyaman dan adem, balairung kalau banyak orang panas tau, hehe." Ke salon? tentu tidak, polos pokonya mah, tp tetep cantik ko ,, (dilarang protes! :p)

Oia, tadi di sepanjang jalan aku melihat ada begitu banyak penjaja bunga,, banyak mawar dengan aneka warna, ada juga rangkaian bunga aneka rupa... pasti untuk para wisudawan,, benar saja, siang setelah wisuda selesai, orang-orang bertoga pada pegang bunga,, wahhh, yang ngasih bunga banyak yaaa.... heu.....

Dulu kayaknya beres wisuda aku dan keluarga langsung ngibrit pulang deh,, boro-boro terima setangkai mawar, buat foto-foto aja udah males,, (payah!)
Tapi tadi liat banyak bunga jadi pengeeenn, hahahaha.....

Tadi juga pas balik dari DRPM, bareng dengan seorang dosen, ibu dewi, beliau bilang, "wah, pada seneng banget yaa yang diwisuda." trus, "bunga, kamu udah punya pacar?", what????? (dalam hati),, "nggak bu",, "trus pas wisudaan dulu siapa yang dampingi?", "ayah dan ibu dong", wkwkwkwk...... Fenomena lain seputar wisudaan selain para wanita dandan hebooohh (tabarruj) dan buang-buang banyak uang buat bikin kebaya baruuu, adalah sebelum wisuda pasti pada sibuk cari pendamping wisuda, haduuuhhhh.... mendadak banyak yang "jadian", menyedihkan! kalo mendadak banyak yang "nikah" sih bagus yaks, hehehehe...

Tuh, ada frame berpikir yang perlu diluruskan nih seputar wisuda... Ini kan hanya semacam pelantikan aja, puncak dari perjuangan kita di masa kuliah. Merayakannya ga perlu pake hura-hura kaliii, apalagi mpe harus nyari pendamping segala.... Harusnya saat seperti itu kita lebih banyak bersyukur dan merenung... Bersyukur karena telah melewati salah satu tahapan dalam hidup kita, bersyukur atas ilmu yang Allah titipkan kepada kita... Merenungi bahwa ini adalah amanah baru bagi kit, bagaimana agar ilmu yang kita peroleh di bangku kuliah dapat bermanfaat untuk umat, bukan buat sekedar aktualisasi diri atau kesombongan belaka... Harusnya mikir, what next??? karena yang akan kita masuki adalah kampus kehidupan, realita yang sebenarnya...., wild life, hohoohoo.... Mampukah kita menanggung amanah baru ini? Ataukah kita akan berakhir jd manusia tak berguna yang justru menambah beban bumi ini saja??

Insya Allah, 2 tahun lagi prosesi itu akan kembali ku alami (walaupun udah niat ga mau ikut wisuda sih :p),, tapi tentu dengan frame berpikir yang baru, yang lebih dewasa... Insya Allah...

Sejujurnya saya lebih suka merancang kehidupan 2 tahun ini yang kan kujalani, dan tahun-tahun ke depan setelah lulus ketimbang momen satu hari ini... ya iyalah!!!

Ini cuman sekelabat pikiran yang tiba-tiba muncul hari ini 27 Agustus 2010, saat Wisuda Mahasiswa S1 Reguler UI.... hmmm........

Sabtu, 22 Mei 2010

Everyone's in a rush, everybody's busy....

Always in a rush.. Setiap detik terasa amat berharga tuk disiakan.. Benarlah jika dikatakan kewajiban yang kita miliki jauh lebih banyak dari waktu yang tersedia.. Sungguh merugi diri ini saat terdiam tanpa amal meski hanya sejenak.. Bukankah ketika kita tidak menyibukkan diri dalam kebenaran pastilah kita sibuk dalam kemaksiatan??

Sebuah perenungan buatku beberapa minggu belakangan, saat kewajiban dan amanah seolah menumpuk menggunung dan menuntut tuk segera ditunaikan. Membagi diri dan waktu di antara banyak pilihan, memaksa kita menentukan prioritas karena tak mungkin menyelesaikan semuanya dalam satu waktu. Satu hal yang pasti, kitalah yang memimpin hidup kita, kita yang mengatur alokasi waktu, kita bukan budak waktu yang dikendalikan, bukan pula pecundang yang kalah melawan waktu.

Sebuah penaklukkan atas waktu. Pekan lalu saya berada di Ciamis selama 4 hari untuk menunaikan sebuah amanah. Pada hari ke-3 sebuah email masuk, memberikan sebuah amanah baru yang merupakan tantangan besar untuk saya. Namun amanah itu baru bisa saya tunaikan setelah kembali dari Ciamis. Kamis lalu, sesampainya di rumah, meski tubuh lelah teramat sangat tapi tak ada waktu untuk berleha-leha. Segera menyelesaikan amanah berikutnya, terpaksa begadang. Keesokkan harinya amanah tsb dilaporkan dengan banyak revisi.. Sabtu-ahad pun menyapa, bukan waktu tuk beristirahat pastinya, tapi serentetan syuro telah menanti. Mengisi dan diisi. Agenda-agenda wajib menumpuk di dua hari itu, always in a rush.. Hingga tibalah hari senin, tantangan baru, sebuah proposal riset harus diselesaikan dalam 3 hari, dan ini BUKAN PEKERJAAN MUDAH, butuh inspirasi dan data dalam waktu yang mendesak. Hari-hari yang diisi dengan begadang, fyuhh.. Deadline 19 Mei 2010 pukul 23.59 WIB.. Kemarin kepanikan terjadi, semua orang heboh wara wiri ngurus proposal masing2. Tepat jam 9 malam, komputer kampus hang, akhirnya memutuskan langsung ke DRPM UI membawa hardcopy proposal yang belum dijilid dan softcopy yang belum di-upload.

Dalam perjalanan, salah satu dosenk nyeletuk, "wah, udah subuh yah", lalu "dulu itu saya tiap hari kerja kayak orang gila, ga tidur sampai subuh, lebih parah deh daripada sekarang. Tapii, sekarang badan saya udah gak kuat, gak bisa lagi kerja sampe begadang."

Sampai di DRPM, bertemu peserta riset lain, seorang Prof dari FKG. Beliau ditanyai mengapa tidak mengajukan yg riset kompetensi, dan jawabannya,
"waduh, saya gak mau tiap malam begadang selama setahun, ngajuin yang riset kolaborasi aja udah bikin saya begadang beberapa malam ini."

Wew, saya jadi banyak merenung soal pemanfaatan waktu. Soal apa yang kita perjuangkan hingga mengorbankan segalanya. Haruskah seluruh waktu kita tersita untuk suatu hal. Saya rela korbankan semua waktu yang saya miliki jika itu bisa menjamin saya bahagia di akhirat kelak.. Jika hanya untuk pencapaian duniawi yang fana ini, relakah??

Sebuah fenomena menarik, saat seseorang begitu sibuk dengan usahanya mencari ma'isyah atau sibuk dengan upaya menuntut ilmu atau kesibukan untuk sebuah aktualisasi diri menjadikan waktu untuk Allah terkorbankan. Kadang shalat jd terlalaikan, seringkali tertunda, tilawah 1juz/hari tak tercapai, dzikir terlupakan, shaum sunnah tak kuat dijalankan, qiyamullail terlewatkan, tak ada waktu untuk dhuha, dan amalan2 yaumiah lain terlalaikan hingga ruhiyah jadi kering kerontang. Belum lagi amanah dakwah tak lagi jadi prioritas. Kesibukan mengejar dunia membuat kita tak punya waktu untuk mengisi halaqah atau menghadiri syuro, lebih buruk lagi, bahkan terhalang untuk datang halaqah. Hei! Wake up! Apa yang kita kejar sih? Apakah ada keridhoan Allah dalam aktivitas yang melalaikan kita dari mengingatNYA? dari menunaikan dakwah di jalanNYA? Lupakah apa tujuan penciptaan kita di dunia ini? Hanya untuk beribadah kepada Allah!! Lupakah kemana raga ini akan berakhir? Ke tanah dan habis membusuk tak bersisa!! Lupakah akan hari pertanggungjawaban saat semua amal dihisab??

Sebuah pelajaran berharga, sungguh setiap aktivitas, setiap kesibukan akan terasa keberkahannya HANYA BILA melibatkan ALLAH dari awal hingga akhir, semua diniatkan untuk ibadah dan dengan tidak mengorbankan amalan yaumiah dan amanah dakwah kita. Bersibuk-sibuklah dalam kebaikan, sibuklah dalam aktivitas yang bisa menyelamatkan kita dari panasnya api neraka.. Kitalah yang mengatur waktu, kitalah yang memilih kesibukan kita, kita pulalah yang akan mempertanggungjawabkannya kelak..


Karena sesungguhnya sesudah kesulitan itu ada kemudahan,  فَإِنَّ مَعَ الْعُسْرِ يُسْرًا 5
sesungguhnya sesudah kesulitan itu ada kemudahan.  إِنَّ مَعَ الْعُسْرِ يُسْرًا 6
Maka apabila kamu telah selesai (dari sesuatu urusan), kerjakanlah dengan sungguh-sungguh (urusan) yang lain,  فَإِذَا فَرَغْتَ فَانْصَب7
dan hanya kepada Tuhanmulah hendaknya kamu berharap.  وَإِلَى رَبِّكَ فَارْغَبْ 8

 


Maka apabila kamu telah selesai (dari sesuatu urusan), kerjakanlah dengan sungguh-sungguh (urusan) yang lain,

Tak ada waktu untuk berhenti bergerak....


-flo-
20 mei 2010

Rabu, 14 April 2010

INILAH MUSLIM SEJATI!! SAKSIKANLAH!




Karakter Muslim Sejati

10 Tarbiyah Characters (Muwashofat Tarbiyah):

1. Salimul Aqidah (Good Faith)

Aqidah yang bersih (salimul aqidah) merupakan sesuatu yang harus ada pada setiap muslim. Dengan aqidah yang bersih, seorang muslim akan memiliki ikatan yang kuat kepada Allah Swt dan dengan ikatan yang kuat itu dia tidak akan menyimpang dari jalan dan ketentuan- ketentuan-Nya. Dengan kebersihan dan kemantapan aqidah, seorang muslim akan menyerahkan segala perbuatannya kepada Allah sebagaimana firman-Nya yang artinya: ‘Sesungguhnya shalatku, ibadahku, hidup dan matiku, semua bagi Allah Tuhan semesta alam’ (QS 6:162). Karena memiliki aqidah yang salim merupakan sesuatu yang amat penting, maka dalam da’wahnya kepada para sahabat di Makkah, Rasulullah Saw mengutamakan pembinaan aqidah, iman atau tauhid.

2. Shahihul Ibadah (Right Devotion)

Ibadah yang benar (shahihul ibadah) merupakan salah satu perintah Rasul Saw yang penting, dalam satu haditsnya; beliau menyatakan: ’shalatlah kamu sebagaimana kamu melihat aku shalat.’ Dari ungkapan ini maka dapat disimpulkan bahwa dalam melaksanakan setiap peribadatan haruslah merujuk kepada sunnah Rasul Saw yang berarti tidak boleh ada unsur penambahan atau pengurangan.

3. Matinul Khuluq (Strong Character)

Akhlak yang kokoh (matinul khuluq) atau akhlak yang mulia merupakan sikap dan prilaku yang harus dimiliki oleh muslim, baik dalam hubungannya kepada Allah maupun dengan makhluk-makhluk-Nya. Dengan akhlak yang mulia, manusia akan bahagia dalam hidupnya, baik di dunia apalagi di akhirat. Karena begitu penting memiliki akhlak yang mulia bagi umat manusia, maka Rasulullah Saw diutus untuk memperbaiki akhlak dan beliau sendiri telah mencontohkan kepada kita akhlaknya yang agung sehingga diabadikan oleh Allah di dalam Al- Qur’an, Allah berfirman yang artinya: ‘Dan sesungguhnya kamu benar- benar memiliki akhlak yang agung’ (QS 68:4).

4. Qowiyyul Jismi (Physical Power)

Kekuatan jasmani (qowiyyul jismi) merupakan salah satu sisi pribadi muslim yang harus ada. Kekuatan jasmani berarti seorang muslim memiliki daya tahan tubuh sehingga dapat melaksanakan ajaran Islam secara optimal dengan fisiknya yang kuat. Shalat, puasa, zakat dan haji merupakan amalan di dalam Islam yang harus dilaksanakan dengan fisik yang sehat atau kuat, apalagi perang di jalan Allah dan bentuk- bentuk perjuangan lainnya. Oleh karena itu, kesehatan jasmani harus mendapat perhatian seorang muslim dan pencegahan dari penyakit jauh lebih utama daripada pengobatan. Meskipun demikian, sakit tetap kita anggap sebagai sesuatu yang wajar bila hal itu kadang-kadang terjadi, dan jangan sampai seorang muslim sakit-sakitan. Karena kekuatan jasmani juga termasuk yang penting, maka Rasulullah Saw bersabda yang artinya: ‘Mu’min yang kuat lebih aku cintai daripada mu’min yang lemah’ (HR. Muslim).

5. Mutsaqqoful Fikri (Thinking Brilliantly)

Intelek dalam berpikir (mutsaqqoful fikri) merupakan salah satu sisi pribadi muslim yang penting. Karena itu salah satu sifat Rasul adalah fatonah (cerdas) dan Al-Qur’an banyak mengungkap ayat-ayat yang merangsang manusia antuk berpikir, misalnya firman Allah yang artinya: Mereka bertanya kepadamu tentang, khamar dan judi. Katakanlah: ‘pada keduanya itu terdapat dosa besar dan beberapa manfaat bagi manusia, tetapi dosa keduanya lebih besar dari manfaatnya.’ Dan mereka bertanya kepadamu apa yang mereka nafkahkan. Katakanlah: ‘Yang lebih dari keperluan.’ Demikianlah Allah menerangkan ayat-ayat-Nya kepadamu supaya kamu berpikir (QS 2:219). Di dalam Islam, tidak ada satupun perbuatan yang harus kita lakukan, kecuali harus dimulai dengan aktivitas berpikir. Karenanya seorang muslim harus memiliki wawasan keislaman dan keilmuan yang luas. Bisa kita bayangkan, betapa bahayanya suatu perbuatan tanpa mendapatka pertimbangan pemikiran secara matang terlebih dahulu. Oleh karena itu Allah mempertanyakan kepada kita tentang tingkatan intelektualitas seseorang sebagaimana firman-Nya yang artinya: Katakanlah:samakah orang yang mengetahui dengan orang yang tidak mengetahui, sesungguhnya orang-orang yang berakallah yang dapat menerima pelajaran (QS 39:9).

6. Mujahadatun Linafsihi (Continence)

Berjuang melawan hawa nafsu (mujahadatun linafsihi) merupakan salah satu kepribadian yang harus ada pada diri seorang muslim, karena setiap manusia memiliki kecenderungan pada yang baik dan yang buruk. Melaksanakan kecenderungan pada yang baik dan menghindari yang buruk amat menuntut adanya kesungguhan dan kesungguhan itu akan ada manakala seseorang berjuang dalam melawan hawa nafsu. Oleh karena itu hawa nafsu yang ada pada setkal diri manusia harus diupayakan tunduk pada ajaran Islam, Rasulullah Saw bersabda yang artinya: Tidak beragmana seseorang dari kamu sehingga ia menjadikan hawa nafsunya mengikuti apa yang aku bawa (ajaran islam) (HR. Hakim).

7. Harishun ‘ala Waqtihi (Good time management)

Pandai menjaga waktu (harishun ala waqtihi) merupakan faktor penting bagi manusia. Hal ini karena waktu itu sendiri mendapat perhatian yang begitu besar dari Allah dan Rasul-Nya. Allah Swt banyak bersumpah di dalam Al-Qur’an dengan menyebut nama waktu seperti wal fajri, wad dhuha, wal asri, wallaili dan sebagainya. Allah Swt memberikan waktu kepada manusia dalam jumlah yang sama setiap, Yakni 24 jam sehari semalam. Dari waktu yang 24 jam itu, ada manusia yang beruntung dan tak sedikit manusia yang rugi. Karena itu tepat sebuah semboyan yang menyatakan:
‘Lebih baik kehilangan jam daripada kehilangan waktu.’ Waktu merupakan sesuatu yang cepat berlalu dan tidak akan pernah kembali lagi. Oleh karena itu setiap muslim amat dituntut untuk memanaj waktunya dengan baik, sehingga waktu dapat berlalu dengan penggunaan yang efektif, tak ada yang sia-sia. Maka diantara yang disinggung oleh Nabi Saw adalah memanfaatkan momentum lima perkara sebelum datang lima perkara, yakni waktu hidup sebelum mati, sehat sebelum sakit, muda sebelum tua, senggang sebelum sibuk dan kaya sebelum miskin.

8. Munazhzhamun fi Syu’unihi (Well Organized)

Teratur dalam suatu urusan (munzhzhamun fi syuunihi) termasuk kepribadian seorang muslim yang ditekankan oleh Al-Qur’an maupun sunnah. Oleh karena itu dalam hukum Islam, baik yang terkait dengan masalah ubudiyah maupun muamalah harus diselesaikan dan dilaksanakan dengan baik. Ketika suatu urusan ditangani secara bersama-sama, maka diharuskan bekerjasama dengan baik sehingga Allah menjadi cinta kepadanya. Dengan kata lain, suatu udusán dikerjakan secara profesional, sehingga apapun yang dikerjakannya, profesionalisme selalu mendapat perhatian darinya. Bersungguh-sungguh, bersemangat dan berkorban, adanya kontinyuitas dan berbasih ilmu pengetahuan merupakan diantara yang mendapat perhatian secara serius dalam menunaikan tugas-tugasnya.

9. Qodirun ‘alal Kasbi (Independent)

Memiliki kemampuan usaha sendiri atau yang juga disebut dengan mandiri (qodirun alal kasbi) merupakan ciri lain yang harus ada pada seorang muslim. Ini merupakan sesuatu yang amat diperlukan. Mempertahankan kebenaran dan berjuang menegakkannya baru bisa dilaksanakan manakala seseorang memiliki kemandirian, terutama dari segi ekonomi. Tak sedikit seseorang mengorbankan prinsip yang telah dianutnya karena tidak memiliki kemandirian dari segi ekonomi. Karena itu pribadi muslim tidaklah mesti miskin, seorang muslim boleh saja kaya raya bahkan memang harus kaya agar dia bisa menunaikan haji dan umroh, zakat, infaq, shadaqah, dan mempersiapkan masa depan yang baik. Oleh karena itu perintah mencari nafkah amat banyak di dalam Al-Qur’an maupun hadits dan hal itu memilik keutamaan yang sangat tinggi. Dalam kaitan menciptakan kemandirian inilah seorang muslim amat dituntut memiliki keahlian apa saja yang baik, agar dengan keahliannya itu menjadi sebab baginya mendapat rizki dari Allah Swt, karena rizki yang telah Allah sediakan harus diambil dan mengambilnya memerlukan skill atau ketrampilan.

10. Naafi’un Lighoirihi (Giving Contribution)

Bermanfaat bagi orang lain (nafi’un lighoirihi) merupakan sebuah tuntutan kepada setiap muslim. Manfaat yang dimaksud tentu saja manfaat yang baik sehingga dimanapun dia berada, orang disekitarnya merasakan keberadaannya karena bermanfaat besar. Maka jangan sampai seorang muslim adanya tidak menggenapkan dan tidak adanya tirák mengganjilkan. Ini berarti setiap muslim itu harus selalu berpikir, mempersiapkan dirinya dan berupaya semaksimal untuk bisa bermanfaat dalam hal-hal tertentu sehingga jangan sampai seorang muslim itu tidak bisa mengambil peran yang baik dalam masyarakatnya. Dalam kaitan inilah, Rasulullah saw bersabda yang artinya: sebaik-baik manusia adalah yang paling bermanfaat bagi orang lain (HR. Qudhy dari Jabir).
Demikian secara umum profil seorang muslim yang disebutkan dalam Al-Qur’an dan hadits, sesuatu yang perlu kita standarisasikan pada diri kita masing-masing.

Sumber: http://hazelniez.wordpress.com/2009/10/06/10-tarbiyah-characters-muwashofat-tarbiyah/

Jumat, 05 Maret 2010

Ilmu VS Harta, kamu pilih yang mana?

Imam Ibnu Qayyim al-Jauziyyah menjelaskan perbedaan antara ilmu dengan harta, diantaranya sebagai berikut:

1. Ilmu adalah warisan para Nabi, sedang harta adalah warisan para raja dan orang kaya.

2. Ilmu menjaga pemiliknya, sedang pemilik harta menjaga hartanya.

3. Ilmu adalah penguasa atas harta, sedang harta tidak berkuasa atas ilmu.

4. Harta bisa habis dengan sebab dibelanjakan, sedangkan ilmu justru bertambah dengan dibagikan, diajarkan, dan disebarkan.

5. Pemilik harta jika telah meninggal dunia, ia berpisah dengan hartanya, sedangkan ilmu mengiringnya masuk ke dalam kubur bersama para pemiliknya.

6. Harta bisa didapatkan oleh siapa saja, baik orang beriman, kafir, orang shalih dan orang jahat, sedangkan ilmu yang bermanfaat hanya didapatkan oleh orang yang beriman saja.

7. Sesungguhnya jiwa menjadi lebih mulia dan bersih dengan mendapatkan ilmu, itulah kesempurnaan diri dan kemuliaannya. Sedangkan harta tidak membersihkan dirinya, tidak pula menambahkan sifat kesempurnaan dirinya, malah jiwanya menjadi berkurang dan kikir dengan mengumpulkan harta dan menginginkannya. Jadi keinginannya kepada ilmu adalah inti kesempurnaannya dan keinginannya kepada harta adalah ketidaksempurnaan dirinya.

8. Sesungguhnya mencintai ilmu dan mencarinya adalah akar seluruh ketaatan, sedangkan mencintai harta dan dunia adalah akar berbagai kesalahan.

9. Sesungguhnya orang berilmu mengajak manusia kepada Allah dengan ilmunya dan akhlaknya, sedangkan orang kaya mengajak manusia k neraka dengan harta dan sikapnya.

10. Sesungguhnya yang dihasilkan dengan kekayaan harta adalah kelezatan binatang. Jika pemiliknya mencari kelezatan dengan mengumpulkannya, itulah kelezatan ILUSI. Jika pemiliknya mengumpulkan dengan menggunakannya untuk memenuhi kebutuhan syahwatnya, itulah kelezatan BINATANG. Sedangkan kelezatan ilmu, ia adalah KELEZATAN AKAL plus RUHANI yang mirip dengan kelezatan para malaikat dan kegembiraan mereka. Di antara kedua kelezatan tersebut (harta dan ilmu) terdapat perbedaan yang sangat mencolok.

Jadi, kamu mau pilih yang mana? ^^

Rabu, 10 Februari 2010

NASIHAT BAGI PARA DA'I dan MEREKA YANG MENGAKU BERJUANG UNTUK DAKWAH & MENEGAKKAN KALIMATULLAH DI MUKA BUMI

Dalam langkah perjuangan melaksanakan amar ma'ruf nahi munkar, seorang da'i harus selalu bersikap tengah-tengah, antara lamban dan tergesa-gesa serta berprinsip laksana seekor lebah. Dia harus terus-menerus berada dalam GERAK dan BERSEMANGAT. Mereka tidak boleh membuang-buang waktu serta menyia-nyiakan kesempatan yang ada. Meskipun demikian, dia tidak boleh bersikap terburu-buru atau mengharapkan kesegeraan terhadap hasil usaha yang dilakukannya. Mengenai hal itu dia harus menyerahkannya hanya kepada Allah semata. Di bawah ini kami nukilkan sebuah rangkaian kata-kata yang bercahaya, yang insya Allah akan dapat memberikan suluh dalam meniti perjalanan dakwah:

Sungguh arena kata-kata berbeda dengan arena angan-angan.
Arena amal bukanlah arena kata-kata.
Arena jihad berlainan dengan arena amal yang biasa,
dan arena jihad yang benar berbeda dengan arena jihad yang salah.

Sangatlah mudah bagi orang untuk berangan-angan.
Akan tetapi, tidak semua angan yang terlintas dalam hati dapat diungkapkan lewat kata-kata.
Dan sesungguhnya banyak orang yang mampu berkata-kata,
tetapi sedikit yang dapat menerjemahkannya lewat suatu amal.
Dan dari yang sedikit itu, lebih sedikit lagi yang mampu memeliharanya secara istiqomah,
serta akan semakin sedikit lagi yang mampu mengatasi sulitnya medan jihad dan beratnya amal.

Mereka, para mujahiddin yang merupakan kelompok kecil dari para penolong agama Allah itu,
terkadang menyimpang dari garis yang telah ditentukan dan salah dalam meletakkan sasarannya,
kecuali jika mereka memperoleh pertolongan Allah.

Dalam kisah Thalut telah ada penjelasan mengenai hal itu.

Karena itu, tempalah dirimu masing-masing
melalui tarbiyah yang shahih dan perhitungan yang cermat.
Ujilah dirimu dalam beramal
dengan amal yang tidak disukai oleh jiwa dan yang terasa berat olehnya.
Putuskanlah ia dari keinginan syahwat, kebiasaan, dan adatnya.
Janganlah kalian melewati waktu satu menit pun tanpa suatu amal,
sebab di sanalah akan terdapat pertolongan, dukungan, dan kemenangan dari Allah....

Sumber:
Penyebab Gagalnya Dakwah jilid 1 (Aafaatun 'Alath-Thariq),
Bab. Isti'jaal,
Penulis: Dr. Sayyid M. Nuh