"Dan Aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka menyembah-Ku".
(Q.S. Adz-Dzaariyaat 51:56)
"Dan Aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka menyembah-Ku".
(Q.S. Adz-Dzaariyaat 51:56)
Rating: | ★★★★★ |
Category: | Other |
Rating: | |
Category: | Other |
Ada orang yang melihat semut sebagai hewan kecil yang rakus, (hanya) karena sangat aktif mengumpulkan bahan makanan jauh lebih banyak dari panjang usia yang mungkin dijalaninya. Bahwa nama semut menjadi sebutan bagi salah satu dari 114 surat Al-Quran, memang tidak menjadi jaminan mereka tercela atau tidak, berbeda dari semisal Al-Munafiqun dan Al-Kafirun atau nama-nama lain seperti anjing (QS. 7:176), kera dan babi (QS. 5: 60). Tetapi kalau bukan untuk tujuan terpuji, untuk apa nama itu disebut dalam kitab suci, seperti surat An-Naml atau An-Nahl? Konon bila ada seekor semut berjalan berputar-putar atau zigzag, maka artinya ia memang sedang bertugas mencari bahan makanan bagi kaumnya. Bila menemukan sepotong daging, kembang gula atau makanan lainnya, dijamin ia tak akan menghabiskan atau mengangkutnya sendirian. Ia akan berputar-putar sejenak untuk mengukur dan menghitung berapa pasukan semut yang diperlukan. Pulang ke sarang ia berjalan lurus dengan melepaskan asam semut melalui ekornya yang akan menjadi garis navigasi bagi para pekerja yang akan melaluinya dengan disiplin. Coba-cobalah meletakkan sekeping cokelat atau gula di tepi garis asam semut itu, mereka tetap takkan tergoda. Demikian akurat semut menggunakan intuisinya yang mengajarkan manusia kapan musim hujan dan musim kemarau akan datang, demikian pula disiplin mereka. Mereka tak bersuara, namun bekerja. Menimbun logistik untuk musim yang lebih panjang dari usia mereka, tetapi bukan untuk kepentingan pribadi, melainkan kepentingan kaum dan bangsa. Jangan coba-coba menaburkan gula atau kue manis dekat-dekat garis itu, karena pasukan semut takkan terangsang oleh provokasi atau jebakan itu. Ghayah dan ahdaf (tujuan dan sasaran) mereka jelas. Amal jamai mereka kompak. Disiplin mereka tinggi. Entah dari mana datangnya dan bagaimana ia mengintai, seekor semut eksekutor telah siap dengan kepala dan taring yang besar untuk memenggal kepala semut yang terangsang mengambil makanan di luar garis navigasi. Betapa mahalnya harga yang harus dibayar akibat tindakan liar sebagian pasukan artileri yang ditempatkan Rasul SAW di bukit pada perang Uhud itu. Mereka dipesan untuk jangan meninggalkan front tanpa komando, baik pasukan kita kalah atau menang. Tak pernah sepedih itu duka dan gundah yang dirasakan Nabi SAW. Bila jenis serangga ada yang bersuara, itulah nahl, lebah yang diperintahkan Allah untuk membangun hunian di gunung-gunung, di pohon-pohon dan rumah-rumah manusia (QS. An-Nahl: 68). Mereka disuruh memakan yang baik-baik dan memproduksi yang baik-baik yang sangat berguna bagi kesehatan dan penyembuhan. Mereka berdengung di sarang seperti pasukan mujahid muslim di zaman Rasulullah saw, mendengungkan dzikir di malam hari setelah sepanjang siang dengan penuh semangat dan kesungguhan berjihad membela kebenaran. Mereka tak suka mengganggu siapapun, namun jangan coba-coba melempari sarang lebah, mereka akan datang full team membalas setiap agresor. Muslim yang tak bersengat bekerja seperti semut, dan yang sudah bersengat berjuang bagaikan lebah. Perumpamaan seorang muslim seperti lebah, tak makan kecuali yang baik dan tak keluar dari perutnya kecuali yang baik. “Sesungguhnya yang sebenar-benar orang mukmin ialah orang-orang yang beriman kepada Allah dan Rasul-Nya, dan apabila mereka berada bersama-sama Rasulullah dalam sesuatu urusan yang memerlukan pertemuan, mereka tidak meninggalkan (Rasulullah) sebelum meminta izin kepadanya. Sesungguhnya orang-orang yang meminta izin kepadamu (Muhammad) mereka Itulah orang-orang yang beriman kepada Allah dan Rasul-Nya, Maka apabila mereka meminta izin kepadamu Karena sesuatu keperluan, berilah izin kepada siapa yang kamu kehendaki di antara mereka, dan mohonkanlah ampunan untuk mereka kepada Allah. Sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang. Janganlah kamu jadikan panggilan Rasul diantara kamu seperti panggilan sebahagian kamu kepada sebahagian (yang lain). Sesungguhnya Allah Telah mengetahui orang-orang yang berangsur- angsur pergi di antara kamu dengan berlindung (kepada kawannya), Maka hendaklah orang-orang yang menyalahi perintah-Nya takut akan ditimpa cobaan atau ditimpa azab yang pedih.” (QS.An Nuur:62-62) Jika merujuk kepada Al-Qu’ran dan Hadist maka tidak ditemukan kata indibath di sana. Secara etimologi indhibath berasal dari kata dhobth yang berarti komitmen dengan sesuatu. Al-Laits mengartikan dhobth dengan komitmen (berpegang teguh) dengan sesuatu dan tidak memisahkannya. Dhobthusy-sya’i juga berarti menjaga sesuatu dengan kuat. Kemudian Ustadz Fathi Yakan memberikan definisi al-indhibath dengan komitmen kepada Islam dan hukum-hukumnya serta menjadikannya sebagai poros kehidupan, pijakan berfikir, dan sumber hukum dari setiap permasalahan. Indibath dengan Islam disebutkan dalam beberapa ayat, seperti : "Hai orang-orang yang beriman bertakwalah kepada Allah dengan sebenar-benar takwa dan janganlah kamu mati melainkan dalam keadaan beragama Islam" (Al-Imron : 102), Dan Ibrahim telah mewasiatkan ucapan itu kepada anak-anaknya, demikian pula Ya’kub (Ibrahim berkata) : “Hai anak-anakku , sesungguhnya Allah telah memilih agama ini bagimu, maka janganlah kamu mati kecuali dalam memeluk Agama Islam” (Al-Baqoroh : 132). Juga dalam firman-Nya : "Hai orang-orang yang beriman, bersabarlah kamu dan kuatkanlah kesabaranmu dan tetaplah bersiaga (Ar-Ribath) dan bertakwalah kepada Allah supaya kamu beruntung" (Al-Imran : 200). Termasuk makna ribath adalah menunggu sholat berikutnya setelah menunaikan sholat. Ini berarti menunggu kewajiban setelah menunaikan kewajiban.
Rating: | ★★★★ |
Category: | Other |
Always in a rush.. Setiap detik terasa amat berharga tuk disiakan.. Benarlah jika dikatakan kewajiban yang kita miliki jauh lebih banyak dari waktu yang tersedia.. Sungguh merugi diri ini saat terdiam tanpa amal meski hanya sejenak.. Bukankah ketika kita tidak menyibukkan diri dalam kebenaran pastilah kita sibuk dalam kemaksiatan??
Sebuah perenungan buatku beberapa minggu belakangan, saat kewajiban dan amanah seolah menumpuk menggunung dan menuntut tuk segera ditunaikan. Membagi diri dan waktu di antara banyak pilihan, memaksa kita menentukan prioritas karena tak mungkin menyelesaikan semuanya dalam satu waktu. Satu hal yang pasti, kitalah yang memimpin hidup kita, kita yang mengatur alokasi waktu, kita bukan budak waktu yang dikendalikan, bukan pula pecundang yang kalah melawan waktu.
Sebuah penaklukkan atas waktu. Pekan lalu saya berada di Ciamis selama 4 hari untuk menunaikan sebuah amanah. Pada hari ke-3 sebuah email masuk, memberikan sebuah amanah baru yang merupakan tantangan besar untuk saya. Namun amanah itu baru bisa saya tunaikan setelah kembali dari Ciamis. Kamis lalu, sesampainya di rumah, meski tubuh lelah teramat sangat tapi tak ada waktu untuk berleha-leha. Segera menyelesaikan amanah berikutnya, terpaksa begadang. Keesokkan harinya amanah tsb dilaporkan dengan banyak revisi.. Sabtu-ahad pun menyapa, bukan waktu tuk beristirahat pastinya, tapi serentetan syuro telah menanti. Mengisi dan diisi. Agenda-agenda wajib menumpuk di dua hari itu, always in a rush.. Hingga tibalah hari senin, tantangan baru, sebuah proposal riset harus diselesaikan dalam 3 hari, dan ini BUKAN PEKERJAAN MUDAH, butuh inspirasi dan data dalam waktu yang mendesak. Hari-hari yang diisi dengan begadang, fyuhh.. Deadline 19 Mei 2010 pukul 23.59 WIB.. Kemarin kepanikan terjadi, semua orang heboh wara wiri ngurus proposal masing2. Tepat jam 9 malam, komputer kampus hang, akhirnya memutuskan langsung ke DRPM UI membawa hardcopy proposal yang belum dijilid dan softcopy yang belum di-upload.
Dalam perjalanan, salah satu dosenk nyeletuk, "wah, udah subuh yah", lalu "dulu itu saya tiap hari kerja kayak orang gila, ga tidur sampai subuh, lebih parah deh daripada sekarang. Tapii, sekarang badan saya udah gak kuat, gak bisa lagi kerja sampe begadang."
Sampai di DRPM, bertemu peserta riset lain, seorang Prof dari FKG. Beliau ditanyai mengapa tidak mengajukan yg riset kompetensi, dan jawabannya,
"waduh, saya gak mau tiap malam begadang selama setahun, ngajuin yang riset kolaborasi aja udah bikin saya begadang beberapa malam ini."
Wew, saya jadi banyak merenung soal pemanfaatan waktu. Soal apa yang kita perjuangkan hingga mengorbankan segalanya. Haruskah seluruh waktu kita tersita untuk suatu hal. Saya rela korbankan semua waktu yang saya miliki jika itu bisa menjamin saya bahagia di akhirat kelak.. Jika hanya untuk pencapaian duniawi yang fana ini, relakah??
Sebuah fenomena menarik, saat seseorang begitu sibuk dengan usahanya mencari ma'isyah atau sibuk dengan upaya menuntut ilmu atau kesibukan untuk sebuah aktualisasi diri menjadikan waktu untuk Allah terkorbankan. Kadang shalat jd terlalaikan, seringkali tertunda, tilawah 1juz/hari tak tercapai, dzikir terlupakan, shaum sunnah tak kuat dijalankan, qiyamullail terlewatkan, tak ada waktu untuk dhuha, dan amalan2 yaumiah lain terlalaikan hingga ruhiyah jadi kering kerontang. Belum lagi amanah dakwah tak lagi jadi prioritas. Kesibukan mengejar dunia membuat kita tak punya waktu untuk mengisi halaqah atau menghadiri syuro, lebih buruk lagi, bahkan terhalang untuk datang halaqah. Hei! Wake up! Apa yang kita kejar sih? Apakah ada keridhoan Allah dalam aktivitas yang melalaikan kita dari mengingatNYA? dari menunaikan dakwah di jalanNYA? Lupakah apa tujuan penciptaan kita di dunia ini? Hanya untuk beribadah kepada Allah!! Lupakah kemana raga ini akan berakhir? Ke tanah dan habis membusuk tak bersisa!! Lupakah akan hari pertanggungjawaban saat semua amal dihisab??
Sebuah pelajaran berharga, sungguh setiap aktivitas, setiap kesibukan akan terasa keberkahannya HANYA BILA melibatkan ALLAH dari awal hingga akhir, semua diniatkan untuk ibadah dan dengan tidak mengorbankan amalan yaumiah dan amanah dakwah kita. Bersibuk-sibuklah dalam kebaikan, sibuklah dalam aktivitas yang bisa menyelamatkan kita dari panasnya api neraka.. Kitalah yang mengatur waktu, kitalah yang memilih kesibukan kita, kita pulalah yang akan mempertanggungjawabkannya kelak..
Karena sesungguhnya sesudah kesulitan itu ada kemudahan, فَإِنَّ مَعَ الْعُسْرِ يُسْرًا 5
sesungguhnya sesudah kesulitan itu ada kemudahan. إِنَّ مَعَ الْعُسْرِ يُسْرًا 6
Maka apabila kamu telah selesai (dari sesuatu urusan), kerjakanlah dengan sungguh-sungguh (urusan) yang lain, فَإِذَا فَرَغْتَ فَانْصَب7
dan hanya kepada Tuhanmulah hendaknya kamu berharap. وَإِلَى رَبِّكَ فَارْغَبْ 8
Maka apabila kamu telah selesai (dari sesuatu urusan), kerjakanlah dengan sungguh-sungguh (urusan) yang lain,
Tak ada waktu untuk berhenti bergerak....
-flo-
20 mei 2010
Rating: | ★★★ |
Category: | Other |
Teman-teman,
Hidup di dunia ini hanya sekali dan sangat singkat, hanya sekejap mata…
Kar’na itu jangan disia-siakan, jangan sampai ada penyesalan di kemudian hari
Mari kita manfaatkan tiap detik yang berharga ini…
Kar’na kita tidak akan pernah tau sampai kapan kita diberi kesempatan, mungkin saja besok kita dipanggil Yang Kuasa atau mungkin beberapa menit lagi…
Sahabat,
Mengejar kebahagiaan di dunia itu perlu, tapi jangan lupa akhirat.
Buat apa berbahagia di dunia kalau tersiksa di akhirat, padahal waktu kita di akhirat sangatlah panjang…
Dunia ini fana tapi akhirat kekal abadi….
Saudaraku,
Seburuk-buruk penyesalan adalah penyesalan di akhirat, sesalan yang berkepanjangan yang tak berakhir selama-lamanya…
Saudaraku…
Sudah siapkah kita meninggalkan dunia fana ini?
Sudah siapkah kita menghadap Sang Pencipta?
Sudah siapkah kita pertanggungjawabkan semua kelakuan kita di dunia ini?
As Sajadah: 11-12
Katakanlah, kamu akan diwafatkan oleh malaikat maut yang ditugaskan untuk itu, kemudian kamu akan dikembalikan kepada Tuhanmu.
Alangkah hebatnya sekiranya engkau melihat ketika orang-orang yang durhaka itu menundukkan kepala mereka di hadapan Tuhan mereka sambil mengeluh: Ya Tuhan kami, kami sudah melihat dan mendengar maka kembalikanlah kami ke dunia, niscaya kami akan mengerjakan kebaikan, sesungguhnya kami sekarang sudah yakin.
Az Zumar: 58-59
Jangan sampai ada yang mengeluh ketika melihat siksa dengan dengan berkata: Alangkah baiknya sekiranya aku kembali hidup di dunia, maka aku pasti akan berbuat baik saja.
Tidak mungkin engkau akan kembali hidup di dunia, sebab selama engkau di dunia sudah sampai keapadamu ayat-ayatKu, lalu engkau dustakan, engkau menyombongkan diri, dan engkau tetap menolaknya.
Az Zumar: 54-55
Dan kembalilah kepada Tuhanmu, dan berserahdirilah kepadaNya sebelum datang kepadamu azab itu, kemudian kamu tidak dapat ditolong lagi.
Turutlah sebaik-baik (agama) yang diturunkan kepadamu dari Tuhan kamu, sebelum datang kepadamu azab dengan tiba-tiba, sedang kamu tidak sadar (dalam keadaan lengah, tiba-tiba mati).
-flo-