Translate
Senin, 25 April 2011
Saatnya Untuk Bekerja
Assalamu'alaikum Wr Wb,
Ikrar telah diucapkan, Allah dan seluruh alam semesta menjadi saksi, kini mampukah diri menunaikannya?
Ikrar telah dilisankan, adakah hati turut meyakininya? Sudahkah raga melaksanakan amal-amalnya?
Bukankah iman adalah ketika hati, lisan, dan raga selaras...
Maka kini saatnya membuktikan dengan amal, dengan kerja, dengan gerak...
Kerja itu adalah rahmat, maka bekerjalah dengan keikhlasan
Kerja itu adalah amanah, maka bekerjalah dengan penuh tanggung jawab
Kerja itu adalah aktualisasi diri, maka bekerjalah dengan semangat
Kerja itu adalah ibadah, maka sertakanlah rasa kecintaan pada kerja-kerja kita
Kerja itu adalah seni, maka bekerjalah dengan kreatif dan inovatif
Kerja itu adalah kehormatan, maka bekerjalah dengan integritas
Kerja itu adalah pelayanan, maka bekerjalah dengan rendah hati
Kini saatnya bekerja, saudaraku...
Buktikan dengan kerja, buktikan dengan amal, buktikan dengan pelayanan...
Berikan manfaat sebanyak-banyaknya, bukankah sebaik-baik manusia adalah yang paling banyak manfaatnya?
Luruskan kembali niat, ikhlaskah seluruh amal hanya tuk meraih ridho Allah, akhiratlah orientasi kita, jangan silau dengan dunia yang hanya sekejap..... akhiratlah tempat yang abadi, ke sana kita kan kembali....
Bekerjalah tanpa peduli pujian dan cacian orang, bekerjalah ikhlas hanya karena Allah, cukuplah Allah menjadi penolong....
Amanah ini memang berat, sangat berat...
Tapi, beban seberat apapun akan ringan ketika kita menghadirkan keikhlasan di dalamnya, ketika kita menyertakan kelapangan dada di dalamnya, ketika kita selalu memupuk semangat jiddiyah dalam kerja-kerja kita...
Kini saatnya untuk bekerja
Kini saatnya kita buktikan dengan amal
Kini saatnya tubuh kita berlelah-lelah, saat pikiran kita kuras, saatnya melapangkan hati sampai luasnya tak terhingga untuk kemaslahatan umat, untuk kemajuan dakwah Islam.
Bekerja untuk Kota Bogor, bekerja untuk Indonesia, bekerja karena Allah, untuk dan hanya untuk meraih ridho Allah semata...
- MARI BEKERJA, tunaikan amanah-amanah kita -
Selasa, 05 April 2011
Subhanallah...
1) Rata2 jantung berdenyut lebih 2,5 milyar x & memompa lebih 200 juta ltr darah seumur hidup.
2) Isi paru2 sekitar 5 liter saja tapi luas alveoli hingga 100-160 m2 atau 1 lapangan tenis!
3) Orang dewasa miliki lebih 50 trilyun sel. 3 milyar mati TIAP MENIT diganti dg yg baru.
4) Indera penciuman kita bisa bedakan 2000-4000 jenis bau yg berbeda. Teknologi di ITS baru sampai 16 jenis bau.
5) Keliling bumi 40.075,16 km... sistem pembulu darah manusia 150.000 km atau 4 x keliling bumi !
6) Kita mengeluarkan 1 liter air liur/day. Selagi msh bs menelan air ludah (bkn menjilat), mesti bersyukur.
7) Tdk spt anjing, apa yg kita cium, cepat hilang dr memori. Kita tetap bs makan lahap setelah keluar dari toilet.
8) Pendengaran kita tdk sebagus anjing, kita tdk harus berkali2 bangun dari tidur tiap ada orang yg lewat.
9) Jantung kita hanya perlu daya 1,3 watt ! 10 % lebih hemat dr mesin mekanik dg tugas sama (13 watt).
10) Otak kita perlu daya 20 watt saja. jauh lebih efisien dari komputer. Tdk perlu fan cooler, cukup es degan :)
11) Indera penciuman ada dekat dg indera pengecap di lidah u bangkitkan selera makan. Bgmn kalo letaknya di kaki?
12) Rambut kepala tumbuh 0,35 mm/day. Jk kt punya 100.000 rambut dlm sehari 35 mtr = 639 km seumur hidup.
13) Udara dari hidung saat bersin sekitar 100 mph ~ badai Laurence di Australia. Brp besar hidung buat bikin badai?
14) Tiap 120 hari kt punya sel darah merah baru, kl usia 50 th maka telah berganti 120 kali!
15) Tdk hanya ular yg ganti kulit, kita berganti kulit terluar tiap 4 minggu. Atau 600 kali saat usia 50 th!
16) Dosis mematikan sianida 50mg ~ 2,5kg singkong segar MANIS ~ 50gr singkong PAHIT, *rasa pahit melindungi kita*
17) Sehelai rambut bisa menahan beban 100 gr. Normal kt punya 100 rb helai, menahan 10 ton = 10 buah Avanza!
18) Jml sel tubuh 10 trilyun, bakteri yg ada di tubuh kita 100 trilyun, manusia masih mau sombong?
*)sumber: http://twitter.com/dokterarif
Manusia diciptakan dengan bentuk fisik yang sangat baik (QS.95:4), dengan rupa yang seindah-indahnya (QS.64:3) dan dilengkapi dengan organ yang istimewa seperti pancaindra dan hati (QS.16:78), agar manusia bersyukur kepada Allah yang telah memberi banyak keindahan dan kesempurnaan.
Manusia pun diberi kemampuan berfikir untuk memahami alam semesta (QS.13:3) dan dirinya sendiri (QS.30:20-21) sebagai ciptaan Allah untuk kemudian meningkatkan keimanannya kepada Allah SWT.
Manusia mempunyai akal untuk memahami tanda-tanda keagungan Allah, Kalbu untuk mendapatkan cahaya yang tertinggi (QS.89:27-30) dan ruh yang kepadanya Allah SWT mengambil kesaksian manusia mengenai keesaan Ilahi (QS.7:72-74).
Manusia diciptakan Allah sebagai khalifah dibumi (QS.2:30), dan diciptakan Allah bukan untuk main-main (QS.23:115), melainkan untuk mengembangkan amanah (QS.33:72) dan untuk beribadah kepadaNya (QS.51:56) serta selalu menegakkan kebajikan sekaligus menghilangkan keburukan (QS.3:110) dengan segala tanggung jawab (QS.75:36).
QS 22: 5. Hai manusia, jika kamu dalam keraguan tentang kebangkitan (dari kubur), maka (ketahuilah) sesungguhnya Kami telah menjadikan kamu dari tanah, kemudian dari setetes mani, kemudian dari segumpal darah, kemudian dari segumpal daging yang sempurna kejadiannya dan yang tidak sempurna, agar Kami jelaskan kepada kamu dan Kami tetapkan dalam rahim, apa yang Kami kehendaki sampai waktu yang sudah ditentukan, kemudian Kami keluarkan kamu sebagai bayi, kemudian (dengan berangsur- angsur) kamu sampailah kepada kedewasaan, dan di antara kamu ada yang diwafatkan dan (adapula) di antara kamu yang dipanjangkan umurnya sampai pikun, supaya dia tidak mengetahui lagi sesuatupun yang dahulunya telah diketahuinya. Dan kamu lihat bumi ini kering, kemudian apabila telah Kami turunkan air di atasnya, hiduplah bumi itu dan suburlah dan menumbuhkan berbagai macam tumbuh-tumbuhan yang indah.
Senin, 28 Maret 2011
[WASIAT] Jadilah Para Pelaku Amal BUKAN Sekedar Pandai Berdebat !!!
Wahai ikhwah!
Kalian bukanlah perkumpulan sosial, bukan partai politik, dan bukan pula sebuah organisasi temporer yang berorientasi untuk meraih tujuan-tujuan pragmatis tertentu.
Namun, kalian adalah ruh baru yang mengalir di hati umat ini, maka ia pun akan menghidupkannya dengan Al-Qur'an.
Kalian adalah cahaya baru yang tengah merekah. Cahaya itulah yang menyingkap tabir kegelapan materialisme dan menggantikannya dengan ma'rifatullah.
Kalian adalah suara yang melengking tinggi dan senantiasa menyenandungkan dakwah Rasulullah saw. Tidaklah berlebihan jika kalian merasa bahwa kalian telah mengemban amanat dakwah ini di saat semua orang tidak sudi melakukannya.
Jika dikatakan kepada kalian, "Ke mana kalian mengajak?"
Katakanlah, "Kami mengajak kepada Islam yang diturunkan kepada Muhammad saw. Pemerintahan adalah bagian darinya dan kemerdekaan adalah salah satu (kewajiban) di antara sekian banyak kewajibannya."
Jika dikatakan bahwa pernyataan ini berbau politik,
maka katakanlah,
"Itulah Islam, dan kami tidak mengenal pemilahan-pemilahan yang parsial seperti itu."
Jika dikatakan kepada kalian, "Kalian adalah para da'i (penyeru) yang revolusioner",
maka katakanlah,
"Kami adalah para da'i (penyeru) kebenaran dan kedamaian. Kami yakin dengan kebenaran itu dan bangga dengan segala atributnya.Jika kamu menyatakan perlawanan kepada kami dan menghalangi jalan kami, maka sungguh Allah telah mengizinkan kami untuk membela diri. Dan kamulah sesungguhnya para pemberontak yang lalai."
Jika dikatakan, "Kalian minta perlindungan para tokoh dan lembaga,"
maka katakanlah,
"Kami beriman kepada Allah saja dan mengkafiri apa saja yang telah engkau persekutukan."
Dan jika mereka kembali dengan permusuhannya,
maka katakanlah,
"Kesejahteraan atas dirimu, kami tidak ingin bergaul dengan orang-orang jahil,"
(AI-Qashash: 55)
Wahai Ikhwah!
Berimanlah kepada Allah, milikilah 'izzah (kewibawaan) dengan ma'rifah kepada-Nya, dan bersandarlah kalian hanya kepada-Nya. Jangan takut kepada selain Dia, laksanakan apa-apa yang diperintahkan-Nya, dan jauhilah larangan-larangan-Nya. Berakhlaklah dengan segala keutamaan dan berpegang teguhlah dengan kebenaran. Jadilah kalian orang-orang yang kuat dengan akhlak, orang-orang yang punya 'izzah dengan apa yang telah dianugerahkan Allah kepada kalian berupa keimanan orang-orang mukmin, dan kemuliaan orang-orang yang taqwa lagi shalih.
Terimalah Al-Qur'an dengan ketekunan mempelajarinya, dan sambutlah sirah Rasulullah yang suci dengan selalu mengingatnya. Jadilah kalian para pelaku amal dan bukan orang-orang yang hanya pintar berdebat. Sungguh, jika Allah memberi hidayah kepada suatu kaum, tentu Dia akan mengilhamkan kepada mereka untuk beramal (merealisasikannya). Tidaklah tersesat suatu kaum setelah datangnya petunjuk, kecuali mereka yang suka berdebat.
Hendaklah kalian saling mencintai satu sama lain. Jagalah selalu persatuan dan kesatuan, karena ia merupakan rahasia kekuatan dan penentu keberhasilan kalian. Teguhlah dalam prinsip, sampai Allah membukakan al-haq di antara kalian dan di tengah kalian. Dia-lah sebaik-baik pembuka.
Dengar dan taatilah qiyadah (pemimpin) dalam kondisi sulit maupun mudah, dalam keadaan giat ataupun malas. Itulah syi'ar dari fikrah kalian dan mata rantai hubungan di antara kalian.
Setelah itu, tunggulah pertolongan dan dukungan Allah. Tidak diragukan lagi, peluang itu pasti datang.
"Dan di hari itu bergembiralah orang-orang yang beriman, karena pertolongan Allah. Dia menolong siapa saja yang dikehendaki-Nya dan Dia-lah Yang Maha Perkasa lagi Maha Penyayang," (Ar-Ruum: 4- 5)
Semoga Allah berkenan memberikan taufiq kepada kita atas apa yang dicintai dan diridhai-Nya, membimbing kita untuk meniti jalan mereka yang terpilih dan mendapatkan petunjuk, menghidupkan kita dengan kehidupan orang-orang yang punya 'izzah dan sejahtera, serta mematikan kita dengan kematian para mujahid dan syuhada. Sesungguhnya, Dia adalah sebaik-baik pelindung dan sebaik-baik penolong.
_Hasan Al-Banna_MR_Antara Kemarin dan Hari Ini_
Rabu, 09 Maret 2011
Indahnya Menanti
"Semuanya akan indah pada waktunya, jika belum indah berarti itu belum waktunya."
-Kutipan_Anda-
Dari Abi yahya Shuhaib bin Sinan RA. Rasulullah bersabda, “Sesungguhnya menakjubkan keadaan orang mu’min, karena segala urusannya sangat baik baginya, dan itu tidak akan terjadi kecuali bagi orang mu’min. Bila ia memperoleh kesenangan, ia bersyukur, yang demikian itu baik baginya. Dan bila ia tertimpa kesusahan ia juga bersabar, yang demikian itupun baik baginya.”
Teruntuk mereka yang dalam penantian akan datangnya masa yang tepat untuk menikmati keindahan, masa penantian itu pun indah rasanya jika selalu diwarnai kesabaran dan kesyukuran. Dalam penantian ada begitu banyak nikmat yang Allah berikan, ada begitu banyak amal yang mampu kita persembahkan, ada begitu banyak ilmu yang bisa kita peroleh, ada doa-doa yang lembut melantun di malam-malam yang pekat, ada harapan yang selalu tersemat, ada saudara-saudara yang senantiasa menemani dan membersamai, dan banyak orang yang selalu mendoakan... Ya, bahkan masa penantianpun indah, karena di masa penantianlah harapan itu ada, selalu ada... Seorang siswa kelas XII yang menanti kelulusan, dipenuhi akan harapan-harapan untuk menggapai perguruan tinggi harapan demi tercapainya cita di masa depan... Seorang mahasiswa tingkat akhir atau fresh graduate yang menanti panggilan kerja, menjemput mimpi-mimpinya akan masa depan yang cerah... Seorang pemuda yang tengah merintis usahanya, jatuh bangun, menemui banyak kegagalan, pasti selalu menanti datangnya sukses, optimisme selalu tersemat... Seorang ibu yang tengah hamil dan menanti kelahiran sang buah cinta yang amat dirindui hadirnya... Di masa penantian itu menghadirkan harapan, harapan itu menghadirkan semangat perjuangan dan doa yang tak pernah putus. Kesabaran di masa penantian adalah keindahan, terwujudnya impian adalah buah manis dari kesabaran atas sebuah penantian, Kesyukuran atas datangnya waktu yang dinantikan adalah keindahan... Ternyata semuanya indah, bukan? menikmati proses itu indah, menuai hasil pun indah...
Tiba-tiba teringat perbincangan saya dengan seorang teteh yang hobi berpetualang, life is an adventure,,, Lalu, saya bertanya padanya, apakah gerangan yang membuatnya begitu terobsesi untuk berkeliling dunia... jawabannya cukup simple, karena saya suka menikmati perjalanannya... bukan tentang tempat tujuannya, bukan, tapi ia menikmati perjalanan menuju tampat tujuannya... Mungkin hal ini bisa menggambarkan sebuah filosofi hidup, menunjukkan bahwa tujuan bukanlah segala-galanya, justru kenikmatan diperoleh pada prosesnya, proses mencapai tujuan.
Banyak orang yang kadang lupa untuk menikmati proses, karena hidupnya selalu terfokus pada tujuan akhir. Akibatnya, saat tujuannya tak tercapai sesuai target, maka kekecewaanlah yang dirasa. Padahal ada banyak nikmat yang bisa kita peroleh dari proses itu sendiri, ada banyak ilmu yang bisa kita timba, ada begitu banyak kebaikan di dalamnya jika kita menyadarinya. Dalam proseslah Allah menyisipkan banyak pembelajaran, banyak ladang-ladang amal, banyak pintu-pintu kebaikan, banyak corong-corong ilmu, banyak hikmah yang mampu dipetik...
Dari pembincangan singkat dengan seorang teteh itu saya mengambil banyak pelajaran, saya benar-benar menyukai filosofi hidupnya, tentang menikmati proses, menikmati perjalanan hidup. Tapi tentu saja perjalanan hidup kita harus tetap dibingkai dengan visi yang jelas, tujuan hidup yang pasti, agar langkah-langkah kita terarah. Agar kehidupan kita benar-benar indah dalam proses maupun hasil akhir... Keindahan abadilah yang layak dikejar, keindahan yang tak hanya dinikmati di dunia, keindahan yang tak hanya diteguk seumur hidup, tapi seumur kehidupan setelah kematian... Tapi keindahan abadi, keindahan yang nilainya melebihi seisi langit dan bumi...
Kita semua tengah berproses, kita semua tengah bergerak, bergerak menuju satu titik, titik kematian.... Maka proses seperti apakah yang akan kita jalani? Akankah kita sibuk membekali diri untuk kehidupan yang abadi atau justru sibuk mengejar kefanaan dunia dan lupa akhirat?
Sibuk membekali diri untuk kehidupan yang abadi, merelakan diri untuk menjadi jundi-jundi Allah, menegakkan Diennullah, maka inilah saatnya bagi kita untuk memantaskan diri untuk menjadi prajurit terbaik bagi agama ALLAH... maka pantaskanlah diri agar layak menempati tempat terindah yang telah disediakan-NYA... Pantaskanlah diri untuk mampu menjalani proses menuju keindahan abadi dengan berbekal sabar dan syukur, karena perjuangan ini tak kan pernah mudah, penuh aral dan jalannya terjal, sedikit yang mau melaluinya... Tapi bagi mereka yang sabar, proses ini selalu indah... Karena selalu tersemat nikmat-nikmat tiada ternilai di dalamnya, yang tak kan pernah terkecap oleh mereka yang menolak jalan ini... apa sajakah nikmatnya? Setiap diri yang berkubang di dalamnya pasti merasai kenikmatan-kenikmatan tiada tara dalam alam perjuangan ini....
"Melangkah ke alam perjuangan berarti rela dalam kepahitan. Biarlah diri menangis terluka, kecewa asal tetap berada di jalan Allah, daripada mati tanpa mujahadah. Mungkin kita tak sanggup selamanya terluka, tapi ingatlah setiap tetesan darah, luka, dan air mata, itulah mahar kita ke surga-NYA."
"Maka itu jika ditanya, kenapa perjuangan itu pahit? jawabnya, karena surga itu manis."
Selamat berjuang, selamat menikmati proses, selamat menikmati pahit manisnya perjuangan,
Maka jadilah pejuang sejati dan raihlah kemenangan hakiki
"Dan orang-orang yang berjihad untuk (mencari keridaan) Kami, benar-benar akan Kami tunjukkan Kepada mereka jalan-jalan Kami. Dan sesungguhnya Allah benar-benar beserta orang-orang yang berbuat baik." (QS. Al-Ankabut: 69)
Selamat Menikmati Indahnya Perjuangan, saudaraku.....
_Bunga Karang_
10 Maret 2011
Senin, 24 Januari 2011
Manajemen Afwan dengan Alasan "Ter-oke"
Senjata paling ampuh yang paling banyak kita gunakan untuk melegalisasi berbagai jenis kegagalan adalah “EXCUSE” atau “ALASAN” atau “DALIH PEMBENARAN”
“EXCUSE” membuat kita kalah dengan mudah, membuat kita merasa sah untuk menyerah, membuat kita merasa terhormat ketika terhina, membuat kita merasa wajar untuk gagal.
(Isa Alamsyah, 2010)
Dalam lingkup dakwah dan tarbiyah, seni mencari alasan sering kita sebut dengan "manajemen afwan", dan ijin-pun akan mudah diberikan atas nama ukhuwah dan sikap husnudzon. Tentu banyak agenda-agenda dakwah yang sering kita lewatkan dengan berbagai alasan
"Afwan, ana tidak bisa hadir dalam syuro, ada acara keluarga."
"Afwan, ana tidak bisa ikut halaqoh hari ini, besok ana uas."
"Afwan, ana tidak bisa mengisi mentoring, ana lagi ga mood."
"Afwan, ana terlambat hadir, tadi ana nganter istri dulu."
"Afwan, ana ga bisa menyelesaikan amanah-amanah ana, ana lagi banyak tugas kuliah."
dan segudang alasan lainnya... apakah sering mendengar yang seperti ini?
Tapi kan kita selalu diminta untuk selalu berhusnudzon pada saudara seiman, bukan? Tentu mendapati berbagai permintaan ijin seperti itu kita hanya bisa tersenyum dan menerima alasan-alasan tersebut.
Qiyadah, murobbi, mas'ul, dan saudara-saudara seperjuangan kita tentu akan memaklumkan dan memberikan ijin atas berbagai alasan "terbaik" yang kita sampaikan agar bisa "kabur" dari pertemuan pengikat hati & penguat ruhiyah dan amanah-amanah dakwah kita.
Kita memang menikmati ‘izin’ yg diberikan. Tetapi, apakah dihadapan Allah masalahnya juga ‘selesai’? dalam masalah2 dakwah, tarbiyah, dan akhirat orang-orang beriman tidak semestinya banyak meminta izin.
"Orang-orang yang beriman kepada Allah dan hari kemudian, tidak akan
meminta izin kepadamu untuk tidak ikut berjihad dengan harta dan diri
mereka. Dan Allah mengetahui orang-orang yang bertakwa." (QS.9:4)
Sedikit mengingat siroh, sekelumit kisah tentang perang tabuk:
Satu kali, datanglah sekumpulan orang Islam minta izin kepada Rasulullah untuk tidak ikut dalam perang tabuk, dan Rasulullah mengizinkannya maka turunlah firman Allah:
"Semoga Allah mema’afkanmu. Mengapa kamu memberi izin kepada mereka (untuk tidak pergi berperang), sebelum jelas bagimu orang-orang yang benar (dalam keuzurannya) dan sebelum kamu ketahui orang-orang yang berdusta?" (QS 9:43)
Itulah maksudnya, andaikan pun kita diizinkan dengan alasan kita, belum tentu selesai urusan dengan Allah karena IA Maha Tahu apa yg dalam hati kita.
Sepertinya kita harus mulai berhati-hati dengan sikap mencari-cari alasan dan "manajemen afwan". Ada kalanya karena dari awal azzam kita kurang kuat dan niat kita kurang bulat maka Allah tidak ridho dengan itu dan dijadikanlah kita golongan yg tertinggal.
"Dan jika mereka mau berangkat, tentulah mereka menyiapkan persiapan
untuk keberangkatan itu, tetapi Allah tidak menyukai keberangkatan
mereka, maka Allah melemahkan keinginan mereka. dan dikatakan kepada
mereka: “Tinggallah kamu bersama orang-orang yang tinggal itu.”"
(QS. 9:46)
Maka jika dari awal kita berniat untuk tidak hadir, biasanya, akan selalu muncul alasan untuk itu. Sebabnya bisa jadi, karena Allah tidak menghendaki mereka yg niatnya tidak bulat, azzamnya kurang kuat untuk ikut, bisa-bisa malah menambah masalah.
"Jika mereka berangkat bersama-sama kamu, niscaya mereka tidak menambah kamu selain dari kerusakan belaka, dan tentu mereka akan bergegas maju ke muka di celah-celah barisanmu, untuk mengadakan kekacauan di antara kamu; sedang di antara kamu ada orang-orang yang amat suka mendengarkan perkataan mereka. Dan Allah mengetahui orang-orang yang zalim." (QS. 9:47)
Yaa, perjalanan dakwah ini memang tak selalu mulus. Pasti kita akan dihadapkan dengan berbagai kondisi yang menguji keistiqomahan kita dalam menapaki jalan para anbiya ini. Mulai dari kelemahan azzam, rasa malas, rasa jenuh, ketidaknyamanan, banyaknya pilihan aktivitas lain yang lebih menggiurkan, masalah keuangan, keterbatasan dana, kondisi lingkungan yang kurang kondusif, obsesi terhadap dunia yang lebih besar, intimidasi dari pihak-pihak yang tidak suka dengan kebangkitan Islam, dan lain sebagainya. Ini adalah Sunnatullah.
Jalan dakwah adalah jalan yang mulia dan mahal. Sesungguhnya itulah jalan surga dan diridhai Allah, itulah jalan Allah. "Hai Tuhan kami, tetapkanlah tapak-tapak kaki kami di atas jalanMu".
Jalan dakwah adalah jalan yang dipenuhi dengan segala perkara yang dibenci oleh hawa nafsu dan bukan merupakan jalan yang ditaburi bunga-bunga yang mewangi. Banyak rintangan yang menghalangi dan banyak penyelewengan yang mungkin terjadi dalam beberapa aspek yang menjauhkan orang yang berjalan di atas jalannya.
"Alif Lam Mim. Adakah manusia menyangka bahwa mereka dibiarkan saja mengatakan: "Kami telah beriman", sedangkan mereka tidak diuji lagi. Dan sesungguhnya Kami telah menguji orang-orang yang benar dan sesungguhnya Dia mengetahui orang-orang yang berdusta".(Al-Ankabut: 1-3)
SUDAH SAATNYA KITA MENINGGALKAN "MANAJEMEN AFWAN", DAN MENJADI ORANG-ORANG DALAM BARISAN TERDEPAN DALAM MEMENUHI PANGGILAN JIHAD DAN MEMENUHI AMANAH-AMANAH KITA. BERHENTI BERLINDUNG DI BALIK ALASAN ATAS SETIAP KELALAIAN YANG KITA BUAT.
KESUKSESAN DAKWAH HANYA DICAPAI BILA PARA PENGUSUNGNYA, PARA AKTIVISNYA, PARA DAI-NYA MEMPUNYAI KOMITMEN DAN AZZAM YANG KUAT.
BUKAN DICAPAI OLEH ORANG-ORANG YANG HANYA PANDAI MENCARI-CARI ALASAN ATAS SETIAP KELALAIAN.
SEMUANYA BERPULANG PADA DIRI KITA SENDIRI, SETIAP HAMBATAN SELALU PUNYA SOLUSI. HAMBATAN DAN TANTANGAN UNTUK DITAKLUKKAN, UJIAN UNTUK DISELESAIKAN DENGAN CARA TERBAIK DAN HASIL TEROPTIMAL.
MARI KITA BERAZZAM UNTUK MENGHAPUS "ALASAN UNTUK LARI DARI DAKWAH"
DAN MENGGANTINYA DENGAN "ALASAN UNTUK HADIR TEPAT WAKTU, ALASAN UNTUK TERUS BERDAKWAH DALAM BERBAGAI KONDISI, ALASAN UNTUK TERUS HADIR DALAM LINGKARAN YANG SELALU MENYEBUT NAMA ALLAH, ALASAN UNTUK MENGIKUTI BERBAGAI KAJIAN ISLAM YANG MENINGKATKAN KAFAAH KITA, ALASAN UNTUK HADIR SYURO, ALASAN UNTUK HADIR TATSQIF, ALASAN UNTUK HADIR HALAQAH, ALASAN UNTUK IKUT MUKHOYYAM, ALASAN UNTUK IKUT RIHLAH, ALASAN UNTUK MENGISI PENGAJIAN, TPA, MENTORING, HALAQAH, ALASAN UNTUK TERLIBAT DALAM SETIAP AGENDA DAKWAH."
TERUSLAH MENCARI ALASAN UNTUK TERUS BERADA DALAM JALAN KEBAIKAN DAN UNTUK BERAMAL DENGAN AMAL-AMAL TERBAIK.
JANGAN MAU JADI ORANG YANG TERTINGGAL!
"Dan jika kamu berpaling, maka ALLAH akan gantikan dengan kaum yang lain dan mereka tidak akan jadi seperti kamu" (Qs. 47: 38).
SELAMAT BERJUANG DAN KEEP ISTIQOMAH!!!
_Bunga (setegar) Karang_
BOGOR, 25 JANUARI 2011
Kamis, 20 Januari 2011
GAIRAH CINTA DAN KELESUAN UKHUWAH
Rating: | ★★★★ |
Category: | Other |
Ditulis oleh Alm. Ust. Rahmat Abdullah
Jumat, 27 Juni 2008 23:36 -
Mungkin terjadi seseorang yang dahulunya saling mencintai akhirnya saling memusuhi dan sebaliknya yang sebelumnya saling bermusuhan akhirnya saling berkasih sayang. Sangat dalam pesan yang disampaikan Kanjeng Nabi SAW:
"Cintailah saudaramu secara proporsional, mungkin suatu masa ia akan menjadi orang yang kau benci. Bencilah orang yang kau benci secara proporsional, mungkin suatu masa ia akan menjadi kekasih yang kau cintai." (Hadist Sahih Riwayat Tirmidzi, Baihaqi, Thabrani, Daruquthni, Ibn Adi, Bukhari).
Ini dalam kaitan interpersonal.
Dalam hubungan kejamaahan, jangan ada reserve kecuali reserve syar'i yang menggariskan aqidah
"La tha'ata limakhluqin fi ma'shiati'l Khaliq" (Tidak boleh ada ketaatan kepada makhluq dalam bermaksiat kepada Alkhaliq).
(Hadist Sahih Riwayat Bukhari, Muslim, Ahmad dan Hakim).
Doktrin ukhuwah dengan bingkai yang jelas telah menjadikan dirinya pengikat dalam senang dan susah, dalam rela dan marah. Bingkai itu adalah :
"Level terendah ukhuwah (lower), jangan sampai merosot ke bawah garis rahabatus'shadr (lapang hati) dan batas tertinggi tidak (upper) tidak melampaui batas itsar (memprioritaskan saudara diatas kepentingan diri).”
GAIRAH CINTA DAN KELESUAN UKHUWAH
Karena bersaudara di jalan ALLAH telah menjadi kepentingan dakwah-Nya, maka "kerugian apapun" yang diderita saudara-saudara dalam iman dan da'wah, yang ditimbulkan oleh kelesuan, permusuhan ataupun pengkhianatan oleh mereka yang tak tahan beramal jama'i, akan mendapatkan ganti yang lebih baik.
"Dan jika kamu berpaling, maka ALLAH akan gantikan dengan kaum yang lain dan mereka tidak akan jadi seperti kamu" (Qs. 47: 38).
Masing-masing kita punya pengalaman pribadi dalam da'wah ini. Ada yang sejak 20 tahun terakhir dalam kesibukan yang tinggi, tidak pernah terganggu oleh kunjungan yang berbenturan dengan jadwal da'wah atau oleh urusan yang merugikan da'wah. Mengapa ? Karena sejak awal yang bersangkutan telah tegar dalam mengutamakan kepentingan da'wah dan menepiskan kepentingan lainnya. Ini jauh dari pikiran nekad yang membuat seorang melarikan diri dari tanggungjawab keluarga.
Ada seorang ikhwah, Dia bercerita, ketika menikah langsung berpisah dari kedua orang tua masing-masing, untuk belajar hidup mandiri atau alasan lain, seperti mencari suasana yang kondusif bagi pemeliharaan iman menurut persepsi mereka waktu itu. Mereka mengontrak rumah petak sederhana. "Begitu harus berangkat (berdakwah-red) mendung menggantung di wajah pengantinku tercinta", tuturnya. Dia tidak keluar melepas sang suami tetapi menangis sedih dan bingung, seakan doktrin da'wah telah mengelupas. Kala itu jarang da'i dan murabbi yang pulang malam apalagi petang hari, karena mereka biasa pulang pagi hari. Perangpun mulai berkecamuk dihati, seperti Juraij sang abid yang kebingungan karena kekhususan ibadah (sunnah) nya terusik panggilan ibu. "Ummi au shalati : Ibuku atau shalatku?" Sekarang yang membingungkan justru "Zauji au da'wati" : Isteriku atau da'wahku ?".
Dia mulai gundah, kalau berangkat istri cemberut, padahal sudah tahu nikah dengannya risikonya tidak dapat pulang malam tapi biasanya pulang pagi, menurut bahasa Indonesia kontemporer untuk jam diatas 24.00. Dia katakan pada istrinya : "Kita ini dipertemukan oleh Allah dan kita menemukan cinta dalam da'wah. Apa pantas sesudah da'wah mempertemukan kita lalu kita meninggalkan da'wah. Saya cinta kamu dan kamu cinta saya tapi kita pun cinta Allah." Dia pergi menerobos segala hambatan dan pulang masih menemukan sang permaisuri dengan wajah masih mendung, namun membaik setelah beberapa hari.
Beberapa tahun kemudian setelah beranak tiga atau empat, saat kelesuan menerpanya, justru istri dan anak-anaknyalah yang mengingatkan, mengapa tidak berangkat dan tetap tinggal dirumah? Sekarang ini keluarga da'wah tersebut sudah menikmati berkah da'wah.
Lain lagi kisah sepasang suami istri yang juga dari masyarakat da'wah. Kisahnya mirip, penyikapannya yang berbeda. Pengantinnya tidak siap ditinggalkan untuk da'wah. Perang bathin terjadi dan malam itu ia absent dalam pertemuan rutin. Dilakukan muhasabah terhadapnya sampai menangis-menangis, ia sudah kalah oleh penyakit "syaghalatna amwaluna waahluna": "kami telah dilalaikan oleh harta dan keluarga" (QS. 48:11).
Ia berjanji pada dirinya : "Meskipun terjadi hujan, petir dan gempa saya harus hadir dalam tugas-tugas da'wah". Pada giliran berangkat keesokan harinya ada ketukan kecil dipintu, ternyata mertua datang. "Wah ia yang sudah memberikan putrinya kepadaku, bagaimana mungkin kutinggalkan?". Maka ia pun absen lagi dan di muhasabah lagi sampai menangis-nangis lagi. Saat tugas da'wah besok apapun yang terjadi, mau hujan, badai, mertua datang dll pokoknya saya harus datang. Dan begitu pula ketika harus berangkat ternyata ujian dan cobaan dating kembali dan iapun tak hadir lagi dalam tugas-tugas dakwah.
Sampai hari ini pun saya melihat jenis akh tersebut belum memiliki komitmen dan disiplin yang baik. Tidak pernah merasakan memiliki kelezatan duduk cukup lama dalam forum da'wah, yang penuh berkah. Sebenarnya adakah pertemuan-pertemuan yang lebih lezat selain pertemuan-pertemuan yang dihadiri oleh ikhwah berwajah jernih berhati ikhlas ? Saya tak tahu apakah mereka menemukan sesuatu yang lain, "in lam takun bihim falan takuna bighoirihim".
DI TITIK LEMAH UJIAN DATANG
Akhirnya dari beberapa kisah ini saya temukan jawabannya dalam satu simpul. Simpul ini ada dalam kajian tematik ayat QS Al-A'raf Ayat 163:
"Tanyakan pada mereka tentang negeri di tepi pantai, ketika mereka melampaui batas aturan Allah di (tentang) hari Sabtu, ketika ikan-ikan buruan mereka datang melimpah-limpah pada Sabtu dan di hari mereka tidak ber-sabtu ikan-ikan itu tiada datang. Demikianlah kami uji mereka karena kefasikan mereka".
Secara langsung tema ayat tentang sikap dan kewajiban amar ma'ruf nahyi munkar. Tetapi ada nuansa lain yang menambah kekayaan wawasan kita. Ini terkait dengan ujian. Waktu ujian itu tidak pernah lebih panjang daripada waktu hari belajar, tetapi banyak orang tak sabar menghadapi ujian, seakan sepanjang hari hanya ujian dan sedikit hari untuk belajar. Ujian kesabaran, keikhlasan, keteguhan dalam berda'wah lebih sedikit waktunya dibanding berbagai kenikmatan hidup yang kita rasakan.
Kalau ada sekolah yang waktu ujiannya lebih banyak dari hari belajarnya, maka sekolah tersebut dianggap sekolah gila. Selebih dari ujian-ujian kesulitan, kenikmatan itu sendiri adalah ujian. Bahkan, alhamdulillah rata-rata kader da'wah sekarang secara ekonomi semakin lebih baik. Ini tidak menafikan (sedikit) mereka yang roda ekonominya sedang dibawah.
Seorang Ustadz, ketika selesai menamatkan pendidikannya di Madinah, mengajak rekannya untuk mulai aktif berda'wah. Diajak menolak, dengan alasan ingin kaya dulu, karena orang kaya suaranya didengar orang dan kalau berda'wah, da'wahnya diterima. Beberapa tahun kemudian mereka bertemu. "Ternyata kayanya kaya begitu saja", ujar Ustadz tersebut.
Ternyata kita temukan kuncinya, "Demikianlah kami uji mereka karena sebab kefasikan mereka". Nampaknya Allah hanya menguji kita mulai pada titik yang paling lemah. Mereka malas karena pada hari Sabtu yang seharusnya dipakai ibadah justru ikan datang, pada hari Jum'at jam 11.50 datang pelanggan ke toko. Pada saat-saat jam da'wah datang orang menyibukkan mereka dengan berbagai cara.
Tapi kalau mereka bisa melewatinya dengan azam yang kuat, akan seperti kapal pemecah es. Bila diam salju itu tak akan menyingkir, tetapi ketika kapal itu maju, sang salju membiarkannya berlalu. Kita harus menerobos segala hal yang pahit seperti anak kecil yang belajar puasa, mau minum tahan dulu sampai maghrib. Kelezatan, kesenangan dan kepuasan yang tiada tara, karena sudah berhasil melewati ujian dan cobaan sepanjang hari.
Karena itu mari melihat dimana titik lemah kita. Yang lemah dalam berukhuwah, yang gerah dan segera ingin pergi meninggalkan kewajiban liqa', syuro atau jaulah. Bila mereka bersabar melawan rasa gerah itu, pertarungan mungkin hanya satu dua kali, sesudah itu tinggal hari-hari kenikmatan yang luar biasa yang tak tergantikan.
Bahkan orang-orang salih dimasa dahulu mengatakan: "Seandainya para raja dan anak-anak raja mengetahui kelezatan yang kita rasakan dalam dzikir dan majlis ilmu, niscaya mereka akan merampasnya dan memerangi kita dengan pedang". Sayang hal ini tidak bisa dirampas, melainkan diikuti, dihayati dan diperjuangkan. Berda'wah adalah nikmat, berukhuwah adalah nikmat, saling menopang dan memecahkan problematika da'wah bersama ikhwah adalah nikmat, andai saja bisa dikhayalkan oleh mereka menelantarkan modal usia yang ALLAH berikan dalam kemilau dunia yang menipu dan impian yang tak kunjung putus.
Ayat ini mengajarkan kita, ujian datang di titik lemah. Siapa yang lemah di bidang lawan jenis, seks dan segala yang sensual tidak diuji di bidang keuangan, kecuali ia juga lemah disitu. Yang lemah dibidang keuangan, jangan berani-berani memegang amanah keuangan kalau kamu lemah di uang hati-hati dengan uang. Yang lemah dalam gengsi, hobi popularitas, riya' mungkin -dimasa ujian- akan menemukan orang yang terkesan tidak menghormatinya. Yang lidahnya tajam dan berbisa mungkin diuji dengan jebakan-jebakan berkomentar sebelum tabayun (klarifikasi).Yang lemah dalam kejujuran mungkin selalu terjebak perkara yang membuat dia hanya 'selamat' dengan berdusta lagi. Dan itu arti pembesaran bencana.
Kalau saja Abdullah bin Ubay bin Salul, nominator pemimpin Madinah (dahulu Yatsrib) ikhlas menerima Islam sepenuh hati dan realistis bahwa dia tidak sekaliber Rasulullah SAW, niscaya tidak semalang itu nasibnya. Bukankah tokoh-tokoh Madinah makin tinggi dan terhormat, dunia dan akhirat dengan meletakkan diri mereka dibawah kepemimpinan Rasulullah SAW ? Ternyata banyak orang yang bukan hanya bakhil dengan harta yang ALLAH berikan, tetapi juga bakhil dengan ilmu, waktu, gagasan dan kesehatan yang seluruhnya akan menjadi beban tanggungjawab dan penyesalan.
SENI MEMBUAT ALASAN
Perlu kehati-hatian -sesudah syukur- karena kita hidup di masyarakat Da'wah dengan tingkat husnuzzhan yang sangat tinggi. Mereka yang cerdas tidak akan membodohi diri mereka sendiri dengan percaya kepada sangkaan baik orang kepada dirinya, sementara sang diri sangat fahambahwa ia tak berhak atas kemuliaan itu.
Gemetar tubuh Abu Bakar RA bila disanjung. "Ya ALLAH, jadikan daku lebih baik dari yang mereka sangka, jangan hukum daku lantaran ucapan mereka dan ampuni daku karena ketidaktahuan mereka", demikian ujarnya lirih. Dimana posisi kita dari kebajikan Abu Bakr Shiddiq RA ? "Alangkah bodoh kamu, percaya kepada sangka baik orang kepadamu, padahal engkau tahu betapa diri kamu jauh dari kebaikan itu", demikian kecaman Syaikh Harits Almuhasibi dan Ibnu Athai'Llah.
Diantara nikmat ALLAH ialah sitr (penutup) yang ALLAH berikan para hamba-Nya, sehingga aibnya tak dilihat orang. Namun pelamun selalu mengkhayal tanpa mau merubah diri. Demikian mereka yang memanfaatkan lapang hati komunitas da'wah tumbuh dan menjadi tua sebagai seniman maaf, "Afwan ya Akhi".
Tetapi ALLAH-lah Yang Memberi Mereka Karunia Besar
Kelengkapan Amal Jama'i tempat kita 'menyumbangkan' karya kecil kita, memberikan arti bagi eksistensi ini. Kebersamaan ini telah melahirkan kebesaran bersama. Jangan kecilkan makna kesertaan amal jama'i kita, tanpa harus mengklaim telah berjasa kepada Islam dan da'wah.
"Mereka membangkit-bangkitkan (jasa) keislaman mereka kepadamu. Katakan : 'Janganlah bangkit-bangkitkan keislamanmu (sebagai sumbangan bagi kekuatan Islam, (sebaliknya hayatilah) bahwa ALLAH telah memberi kamu karunia besar dengan membimbing kamu ke arah Iman, jika kamu memang jujur" (Qs. 49;17).
ALLAH telah menggiring kita kepada keimanan dan da'wah. Ini adalah karunia besar. Sebaliknya, mereka yang merasa telah berjasa, lalu -karena ketidakpuasan yang lahir dari konsekuensi bergaul dengan manusia yang tidak maksum dan sempurna- menunggu musibah dan kegagalan, untuk kemudian mengatakan : "Nah, rasain !" Sepantasnya bayangkan, bagaimana rasanya bila saya tidak bersama kafilah kebahagiaan ini?.
Saling mendo'akan sesama ikhwah telah menjadi ciri kemuliaan pribadi mereka, terlebih doa dari jauh. Selain ikhlas dan cinta tak nampak, motivasi lain bagi saudara yang berdoa itu, ALLAH akan mengabulkannya dan malaikat akan mengamininya, seraya berkata : "Untukmu pun hak seperti itu", seperti pesan Rasulullah SAW. Cukuplah kemuliaan ukhuwah dan jamaah bahwa para nabi dan syuhada iri kepada mereka yang saling mencintai, bukan didasari hubungan kekerabatan, semata-mata iman dan cinta fi'Llah.
Ya ALLAH, kami memohon cinta-Mu, cinta orang-orang yang mencintai-Mu dan cinta kepada segala yang akan mendekatkan kami kepada cinta-Mu.
Jumat, 14 Januari 2011
Ruhiyah, Bekal Berdakwah
Rating: | ★★★ |
Category: | Other |
Oleh: Dr. Attabiq Luthfi, MA
dakwatuna.com
Ruhiyah adalah bekal yang terbaik bagi setiap muslim, terutama bagi seorang da’i. Ruhiyah inilah yang akan memotivasi, menggerakkan dan kemudian menilai setiap perbuatan yang dilakukannya.. Keberadaan ruhiyah yang baik dan stabil menentukan kualitas sukses hidup seseorang, demikian juga dengan dakwah. Sangat tepat ungkapan yang menyatakan,
“Ar-Ruhiyah qablad dakwah kama Annal Ilma qablal qauli wal amal”.
Ungkapan ini merupakan “iqtibas” dari salah satu judul bab dalam kitab shahih Al-Bukhari,
“Berilmu sebelum berbicara dan beramal, demikian juga memiliki ruhiyah yang baik sebelum berdakwah dan berjuang”.
Dalam konteks dakwah, menjaga dan mempertahankan ruhiyah harus senantiasa dilakukan sebelum beranjak ke medan dakwah, sehingga sangat ironis jika seseorang berdakwah tanpa mempersiapkan bekal ruhiyah yang maksimal, bisa jadi dakwahnya akan ”hambar” seperti juga ruhiyahnya yang sedang ”kering”.
Allah swt berfirman,
“Hai orang-orang yang beriman, ruku’lah kalian bersama-sama, sujudlah dan sembahlah Tuhanmu, kemudian lakukanlah amal kebaikan, dan berjihadlah di jalan Allah dengan sebenar-benar jihad”. (Al-Hajj: 77-78)
Menurut susunannya, ayat di atas memuat perintah Allah kepada orang-orang yang beriman berdasarkan skala prioritas;
diawali dengan perintah menjaga dan memperbaiki kualitas ruhiyah yang tercermin dalam tiga perintah Allah: ruku’, sujud dan ibadah,
kemudian diiringi dengan implementasi dari ruhiyah tersebut dalam bentuk amal dan jihad yang benar.
Yang diharapkan dari menjalankan perintah ayat ini sesuai dengan urutannya adalah agar kalian meraih kemenangan dan keberuntungan dalam seluruh aspek kehidupan, terlebih urusan yang kental dengan ruhiyah yaitu dakwah.
Tentunya susunan ayat Al-Qur’an yang demikian bijak dan tepat bukan semata-mata hanya memenuhi aspek keindahan bahasa atau ketepatan makna, namun lebih dari itu, terdapat hikmah yang layak untuk digali karena susunan ayat atau surah dalam Al-Qur’an memang bersifat “tauqifiy” (berdasarkan wahyu, bukan ijtihad).
Peri pentingnya ruhiyah dalam dakwah dapat dipahami juga dari sejarah turunnya surah Al-Muzzammil. Surah ini secara hukum dapat dibagikan menjadi dua kelompok;
kelompok yang pertama dari awal surah hingga ayat 19 yang berisi instruksi kewajiban shalat malam; dan
kelompok kedua yang berisi rukhshah dalam hukum qiyamul lail menjadi sunnah mu’akkadah, yaitu pada ayat yang terakhir, ayat 20.
Bisa dibayangkan satu tahun lamanya generasi terbaik dari umat ini melaksanakan kewajiban qiyamul lail layaknya sholat lima waktu semata-mata untuk mengisi dan memperkuat ruhiyah mereka sebelun segala sesuatunya. Baru di tahun berikutnya turun rukhshah dalam menjalankan sholat malam yang merupakan inti dari aktivitas memperkuat ruhiyah. Hal ini dilakukan, karena mereka memang dipersiapkan untuk mengemban amanah dakwah yang cukup berat dan berkesinambungan.
Pada tataran aplikasinya, stabilitas ruhiyah harus diuji dengan dua ujian sekaligus, yaitu ujian nikmat dan ujian cobaan atau musibah.
Karena bisa jadi seseorang mampu mempertahankan ruhiyahnya dalam keadaan susah dan banyak mengalami ujian dan cobaan, namun saat dalam keadaan lapang dan senang, bisa saja ia lengah dan lupa dengan tugas utamanya. Inilah yang dikhawatirkan oleh Rasulullah saw dalam sabdanya,
“Bukanlah kefaqiran yang sangat aku khawatirkan terjadi pada kalian, tetapi aku sangat khawatir jika (kemewahan, kesenangan) dunia dibentangkan luas atas kalian, kemudian karenanya kalian berlomba-lomba untuk meraihnya seperti yang pernah terjadi pada orang-orang sebelum kalian. Maka akhirnya kalian binasa sebagaimana mereka juga binasa karenanya”. (Bukhari dan Muslim).
Maka seorang mukmin yang kualitas ruhiyahnya baik adalah yang mampu mempertahankannya dalam dua keadaan sekaligus. Demikianlah yang pernah Rasulullah isyaratkan dalam sabdanya,
“Sungguh mempesona keadaan orang beriman itu; jika ia mendapat anugerah nikmat ia bersyukur dan itu baik baginya. Namun jika ia ditimpa musibah ia bersabar dan itu juga baik baginya. Sikap sedemikian ini tidak akan muncul kecuali dari seorang mukmin”. (Al-Bukhari)
Dalam konteks ini, contoh yang sempurna adalah Muhammad saw. Beliau mampu memelihara stabilitas ruhiyahnya dalam keadaan apapun; dalam keadaan suka dan duka, senang dan sukar, ringan dan berat. Justru, semakin besar nikmat yang diterima seseorang, mestinya semakin bertambah volume syukurnya. Semakin besar rasa syukurnya, maka akan semakin tinggi voltase dakwahnya. Begitu seterusnya sehingga wajar jika Rasulullah tampil sebagai abdan syakuran. Karena memang demikian jaminan Allah swt,
“Barangsiapa yang bersyukur, maka pada hakikatnya ia bersyukur untuk (kebaikan) dirinya” (Luqman: 12).
Orang yang bersyukur akan memperoleh hasil syukurnya, yaitu kenikmatan ruhiyah yang ditandai dengan hidup menjadi lebih bahagia, tenteram dan sejahtera. Karena bersyukur hakikatnya adalah untuk dirinya sendiri.
Dan ternyata kesuksesan dakwah Rasulullah saw yang diteruskan oleh para sahabatnya sangat ditentukan –selain dari pertolongan Allah- dengan kekuatan ruhiyahnya. Selain dari qiyamul lail yang menjadi amaliyah rutin sepanjang masa, cahaya Al-Qur’an juga senantiasa menyinari hatinya. Allah swt menegaskan dalam firman-Nya,
“Dan sesungguhnya Al-Qur’an ini benar-benar diturunkan oleh Tuhan semesta alam. Ia dibawa turun oleh Ar-ruhul Amin (Jibril), ke dalam hatimu (Muhammad) agar kamu menjadi salah seorang di antara orang-orang yang memberi peringatan”. (Asy-Syu’ara’: 192-194).
Demikian persiapan Muhammad sebelum menjadi Rasul yang akan memberi peringatan yang merupakan tugas yang berat dan mengandung resiko adalah dengan dibekali Al-Qur’an yang akan senantiasa mengarahkan hatinya.
Dalam hal ini, Dr. Yusuf Al-Qaradawi pernah menyatakan dengan tegas rahasia kekuatan Al-Qur’an, “
القرآن روح رباني تحيا به القلوب والعقول
“Al-Qur’an adalah kekuatan Rabbani yang akan menghidupkan hati dan pikiran”.
Al-Qur’an akan senantiasa memancarkan kekuatan Allah yang akan kembali menghidupkan hati dan pikiran yang sedang dirundung duka dan kemaksiatan. Kekuatan nabi Muhammad sendiri ada pada kekuatan hatinya yang senantiasa dicharge dengan cahaya Al-Qur’an. Dan demikian seharusnya, kekuatan dakwah seseorang ditentukan oleh kekuatan ruhiyahnya, bukan dengan aspek secondary dan formalitas lainnya.
Pada masa yang sama, agar ruhiyah tetap stabil terpelihara, maka harus dijaga dengan banyak beramal, meskipun hanya sedikit. Karena amal yang terbaik menurut Rasulullah saw adalah amal yang berkesinambungan,
“Sebaik-baik amal adalah yang berkesinambungan meskipun sedikit demi sedikit”. (Tirmidzi).
Dalam konteks ini, Inkonsistensi ruhiyah pernah ditegur oleh Rasulullah saw,
“Janganlah kamu seperti si fulan; dahulu ia rajin qiyamul lail, kemudian ia tinggalkan”.
Penguatan aspek ruhiyah sebelum yang lainnya pada hakikatnya merupakan bentuk kewaspadaan seorang mukmin di hadapan musuh besarnya yaitu setan yang seringkali bergandeng bahu dengan manusia untuk melancarkan serangannya dan merealisasikan misinya. Tepat ungkapan Prof. Muhammad Mutawlli Asy-Sya’rawi:.
يأتى الشيطان من نقطة الضعف للانسان
“Setan akan senantiasa mengintai dan mencari titik lemah manusia”.
Dengan licik dan komit, setan senantiasa mengincar kelemahan manusia tanpa henti, karena ia tahu bahwa setiap manusia memiliki kelemahan dan oleh karenanya manusia diperintahkan untuk berlindung hanya kepada Allah dengan memperkuat aspek ruhiyahnya.
Demikianlah, aspek ruhiyah selalu menjadi potensi andalan para pemimpin dakwah yang telah menoreh tinta emas dalam sejarah dakwah ini. Mereka adalah orang-orang yang terbaik dalam kualitas ruhiyah dan amalnya.
“Ruhbanun bil Lail wa Fursanun bin Nahar”.
Bisa jadi kelemahan dan kelesuan dakwah memang berpangkal dari kelemahan dan kelesuan ruhiyah. Saatnya para da’i menyadari urgensi ruhiyah sebelum amal dakwah dengan memberi perhatian yang besar tentang aspek ini dalam pembinaan. Karena demikianlah memang dakwah mengajari kita melalui generasi terbaiknya.
Wallahu ‘alam bis shawab
Rabu, 01 Desember 2010
Suara Dari Dalam Hati: Renungan tentang Ukhuwah, Tajarrud dan Tsiqah
Rating: | ★★★★ |
Category: | Other |
Penerjemah: Abu ANaS
TSIQOH terhadap janji ALLAH dan dukungannya…
apakah sudah bergeser rukun ini?!
Marilah kita bangkit untuk memeliharanya dan memperbaiki apa yang telah terjadi..
Tsiqah terhadap perlindungan Allah pada jamaah yang penuh berkah ini yang mana kita hidup di dalamnya dengan penuh keberkahan dan keikhlasan, sehingga tumbuh benih di dalamnya diiringi doa bagi siapa yang mencintainya, dan kita bahagia berada di bawah naungannya, dan kita telah menyaksikan dan mendengar akan pengorbanan para penerusnya baik laki-laki maupun wanita, yang belia maupun yang dewasa; mereka mengorbankan harta dan jiwa mereka di jalan Allah dan sama sekali mereka tidak merasa lemah dan tidak pernah menyerah
فَالَّذِينَ هَاجَرُوا وَأُخْرِجُوا مِنْ دِيَارِهِمْ وَأُوذُوا فِي سَبِيلِي وَقَاتَلُوا وَقُتِلُوا لأكَفِّرَنَّ عَنْهُمْ سَيِّئَاتِهِمْ وَلأدْخِلَنَّهُمْ جَنَّاتٍ تَجْرِي مِنْ تَحْتِهَا الأنْهَارُ
“Maka orang-orang yang berhijrah, yang diusir dari kampung halamannya, yang disakiti pada jalan-Ku, yang berperang dan yang dibunuh, pastilah akan Ku-hapuskan kesalahan-kesalahan mereka dan pastilah aku masukkan mereka ke dalam surga yang mengalir sungai-sungai di bawahnya”.
(Ali Imran:195).
Bukankah ada sebagian dari jamaah ikhwanul Muslimin yang hijrah dan diusir dari rumah dan tempat tinggal mereka?
Bukankah ada diantara mereka yang disiksa dan dihukum mati?
Bukankah diantara mereka ada yang berjihad melawan penjajahan, pendudukan zionis dan pasukan salib, lalu ada yang berhasil membunuh dan terbunuh?
Bukankah ada diantara mereka yang mati syahid di bawah pecutan penyiksaan? Ada yang digantung diatas tiang gantungan? Sama sekali tidak ada kesalahan yang mereka lakukan kecuali hanya mengatakan Tuhan kami adalah Allah?!
Bukankah ada diantara mereka yang menjadi orang yang lemah, menjanda, dan yatim, dan ada diantara mereka yang tetap bersabar baik laki-laki maupun wanita berada di dalam penjara dan penangkapan sepanjang pertikaian antara yang hak dan bathil di semua tempat?!
Inilah jamaah kita…
dan begitulah kemuliaannya…
Demikianlah sejarah kita…
APAKAH MASIH ADA KERAGUAN AKAN TSIQOHMU TERHADAP JAMAAH INI???
APAKAH MASIH ADA KERAGUAN AKAN TSIQOHMU TERHADAP MANHAJ DAN USLUB JAMAAH INI???
Bahwa kami senantiasa mengikuti manhaj yang bersih sebagai undang-undang yang paten untuk merubah politik dan mengembalikan hak dan kemerdekaan.
Apakah masih ada keraguan terhadap tsiqah pada inti perubahan –dan juga terhadap sarana-sarana eksternal- ketahuilah bahwa ini merupakan sarana perubahan internal yang ada dalam jiwa; untuk memperbaiki apa yang ada padanya dengan Allah SWT, terhadap dirinya dengan ikhwannya, terhadap dirinya dengan umat manusia seluruhnya bahkan terhadap dirinya dengan alam semesta sehingga menjadikannya sebagai kebenaran sebagaimana yang dimiliki oleh Rasululullah saw sebagai pembawa rahmat bagi semesta alam?!
Marilah kita bangkit memelihara rukun ini dan memperbaiki apa yang telah terjadi.
Kemudian tsiqah terhadap qiyadahmu.. marilah kita berikan nasihat untuk mereka karena ia merupakan agama; karena AGAMA ADALAH NASIHAT, dan dapat dimulai pada para pemimpin umat Islam dan masyarakat secara umum. Karena itu TSIQOH BUKAN BERARTI PENGKULTUSAN dan BUKAN BERARTI TIDAK ADA NASIHAT, BUKAN BERARTI ADA TUDUHAN YANG TIDAK BERDASAR, bukan berarti tidak berfikir pada sesuatu yang lebih baik, karena kita akan diberikan ganjaran terhadap pemikiran yang lebih baik, bahkan sekalipun dihadapan Rasulullah saw seperti yang terjadi pada perang Badr.
Adapun tajarrud adalah timbangan internal yang sangat sensitive sekali, membersihkan jiwa dari hawa nafsu dan tidak cenderung pada sisi kanan atau sisi kiri…
يَا دَاوُدُ إِنَّا جَعَلْنَاكَ خَلِيفَةً فِي الأرْضِ فَاحْكُمْ بَيْنَ النَّاسِ بِالْحَقِّ وَلا تَتَّبِعِ الْهَوَى فَيُضِلَّكَ عَنْ سَبِيلِ اللَّهِ إِنَّ الَّذِينَ يَضِلُّونَ عَنْ سَبِيلِ اللَّهِ
“Hai Daud, Sesungguhnya Kami menjadikan kamu khalifah (penguasa) di muka bumi, Maka berilah keputusan (perkara) di antara manusia dengan adil dan janganlah kamu mengikuti hawa nafsu, karena ia akan menyesatkan kamu dari jalan Allah”. (Shad:26)
Tajarrud dalam mengeluarkan hukum (kebijakan)..
Apakah anda telah mencobanya saat menghadapi berbagai permasalahan pada dirimu? Bagaimanakah pertimbanganmu? Apakah anda mendengar dua sisi permasalahan dengan logika seorang jaksa yang memegang tegas prinsip keadilan?
Apakah anda menyadari bahwa jika terjadi kesalahan dalam suatu kebijakan maka kembali pada pertimbangan untuk memperbaikinya adalah solusi yang tepat?
مرني بحسن الأداء، ومُرْه بحسن الطلب
“Perintahkan saya untuk selalu baik menunaikannya, dan perintahkan pada dirinya untuk selalu baik dalam menuntut”
Itulah wasiat Rasulullah saw, tahukah engkau untuk siapakah wasiat tersebut? Itu adalah untuk Umar bin Al-Khattab, khalifah yang adil. Maka bagaimanakah dengan kita?!
Ya Allah anugrahkanlah kepada kami kejujuran dalam berkata-kata, keikhlasan dalam beramal, kebenaran pada saat marah dan ridha, berjihad di jalan Allah, tidak takut karena Allah terhadap celaan orang yang mecela sampai kami dapat berjumpa dengan Tuhan kami dalam berukhuwah yang saling mencintai, bukan dalam kesesatan dan menyesatkan, tidak dalam kehinaan dan penyesalan, tidak berubah, tidak memfitnah dan membawa fitnah. Amin, amin ya rabbal alamin.
sumber:
http://www.al-ikhwan.net/suara-dari-dalam-hati-14-renungan-tentang-ukhuwah-tajarrud-dan-tsiqah-2-4100/
Minggu, 21 November 2010
Positiveness dan Akibat Melubangi Kapal
Rating: | ★★★★★ |
Category: | Other |
Positiveness perseorangan merupakan sesuatu yang terpuji jika dituangkan dalam positiveness jamaah. Kharisma perseorangan merupakan tuntutan jika memberi sumbangan dalam membangun kharisma organisasi. Dalam rangka mempersofikasi nilai-nilai ini, Rasulullah SAW menyuguhkan perumpamaan indah kepada kita yang menggambarkan adanya TANAZU' (tarik menarik, kontradiksi) antara positiveness perseorangan dan positiveness jamaah. Beliau juga menyuguhkan ‘ilaj nabawi yang mujarab yang meleburkan egoisme perseorangan ke dalam kemanfaatan organisasional, yang bertolak dari munthalaq tarbawi yang memberikan hak pribadi secara sempurna dan tanpa dikurangi, namun sekaligus menggebuk tangan pribadi itu dengan kuat jika thumuhat (obsesi)-nya menjadi besar yang berakibat melampaui legalitas jamaah dan hak jamaah dalam merealisasikan hasil-hasil umumnya.
Empat Peringatan:
Tidak ada seorang pun hidup di alam ini sendirian, walaupun ia dipenjara seorang diri di dalam sebuah sel gelap. Setiap individu hendaklah memahami bahwa Allah SWT menciptakan manusia agar saling ta’aruf (mengenal), ta’awun (bantu membantu), tadhamun (solider) dan sebagian mereka memberikan khidmah (pelayanan) kepada yang lain.
Sebagian manusia terhadap yang lainnya, baik Arab maupun non Arab, saling memberikan khidmah. Walaupun tidak mereka rasa
(Sebagaimana pernyataan seorang penyair)
Hanya saja, sebagian individu mempunyai ego berlebih, mereka selalu merasa –menurut diri mereka sendiri- yang terbaik, paling afdhal, paling pintar, dan paling berhak –dibanding yang ada- untuk menjadi qiyadah, pelopor, memberi kesaksian, dan memimpin, termasuk kalau saja kapasitas mereka belum sampai pada level berbagai tanggung jawab ini, bahasa hal-nya selalu mengatakan –di mana pun- pernyataan yang pernah dilontarkan oleh professor filsafat egoisme, yaitu Iblis saat mengira bahwa unsur api lebih baik daripada unsur tanah, maka ia berkata, “aku lebih baik dari padanya (Adam AS), Engkau ciptakan aku dari api, sementara Engkau ciptakan dia (Adam AS) dari tanah”. [Al-A'raf: 12], [Shad: 76].
Termasuk walaupun ia tidak memaksudkan khairiyah (sisi unggul kebaikan)-nya dalam arti unsur, sebab ia meyakini dalam dirinya al-khairiyah al-hadhariyyah (sisi kebaikan peradaban) yang memberinya kelayakan untuk memunculkan berbagai cara kreatif dalam menyelesaikan berbagai problem dan melewati berbagai aqabat (rintangan) sebagaimana yang “diusulkan” oleh salah seorang penumpang kapal yang digambarkan dalam hadits Nabi SAW, yaitu dari An-Nu’man bin Basyir RA dari Rasulullah SAW, beliau bersabda,
“Perumpamaan seseorang yang komitmen berada dalam batas-batas Allah dan yang terperosok ke dalamnya adalah semisal satu kaum yang mengundi pada sebuah kapal, maka sebagian mereka mendapatkan tempat di bagian atas kapal dan sebagiannya mendapatkan bagian di bagian bawah kapal. Orang-orang yang berada pada bagian bawah kapal, jika mengambil air mesti melewati orang-orang yang berada di bagian atas, lalu mereka berkata: ‘kalau saja kita membuat lubang pada jatah kita, sehingga kita tidak mengganggu yang di atas kita’, maka, jika mereka membiarkan maksud membuat lubang itu, niscaya seluruh penumpang kapal akan celaka, dan jika mereka memegang tangan yang bermaksud membuat lubang itu, niscaya mereka yang membuat lubang selamat dan selamat pula seluruh penumpang kapal”. (HR. Bukhari dan Muslim)
Jika berbagai riwayat hadits ini kita himpun –dengan perbedaan redaksinya, namun tetap menegaskan satu makna- kita akan melihat satu “kanvas kenabian” yang indah yang memuat puluhan pelajaran tarbawi yang hari ini sangat kita perlukan, namun, saya hanya akan memberikan isyarat kepada empat pelajaran saja yang secara langsung mempunyai hubungan dengan tema ijabiyah, sementara pelajaran-pelajaran lain kita tinggalkan terlebih dahulu sampai datang momentumnya yang tepat pada kesempatan yang lain.
Pelajaran I: Anda Menjadi Penumpang Bersama Kami
Ya, semua kita adalah musafir, dan semua kita adalah penumpang sebuah kapal. Sangat tidak logis kalau kapal itu tidak memiliki nakhoda. Dan menjadi suatu bentuk kegilaan dan kepandiran jika nakhoda kapal itu lebih dari satu,
“Jika di langit dan di bumi ada banyak Tuhan selain Allah, hancur binasalah langit dan bumi itu”.
Dan sudah menjadi sunnatullah, musafir itu berbeda-beda kelasnya, kelas I, II, III dan kelas terakhir. Posisinya pun juga berbeda, ada yang di depan, belakang, sisi kanan, sisi kiri, tengah, di atas dan di bawah. Service dan fungsinya juga berbeda, ada nakhoda, pembantu nakhoda, penanggung jawab kenyamanan penumpang, distributor koran, makanan dan minuman, security, pengatur lalu lintas perjalanan di dalam kapal, … dst.
Ada juga penumpang yang memanfaatkan waktu luang perjalanan untuk “menjual” berbagai hadiah. Ada juga yang memanfaatkan keberadaan “beberapa tokoh terkenal” untuk berkenalan dengan mereka, tukar menukar kartu nama, nomor telepon, dan alamat tinggal. Ada juga yang sedang bernasib mujur, maka ia dapatkan seorang “tetangga” yang merupakan peluang seumur hidup, lalu ia tidak menyia-nyiakan kesempatan tersebut. Dan seterusnya.
Yang penting, semua itu tadi adalah logis dan dapat diterima, dan semua itu merupakan tabiat sebuah perjalanan dan konsekuensi dari ta’aruf dan manfaat lain dari sebuah perjalanan.
Hanya saja ada sebagian penumpang yang memiliki ego berlebih yang melampaui semua hal yang wajar dan maqbul tadi, di mana ia melakukan berbagai percobaan untuk memaksakan “keinginannya” kepada semua penumpang, termasuk kepada kru kapal. Upaya-upaya kekanak-kanakan ini seringkali tampil dalam berbagai bentuk, namun, intinya sama, yaitu: mengganggu kenyamanan kehidupan orang-orang yang sedang bepergian. Di antara bentuk-bentuk ini ialah:
• Percobaan menyusup ke dalam kabin kendali untuk mengganggu nakhoda dan berusaha ikut terlibat dalam mengendalikan kapal, pertama dengan cara ngledek sang nakhoda sebagai pimpinan yang gagal …
• Berusaha menempati kursi yang bukan haknya, misalnya ingin menduduki kelas I. tujuannya adalah untuk menciptakan kekacauan dalam organisasi kapal. Juga untuk menanamkan kesan negatif terhadap kemampuan pengelola kapal dalam menunaikan hak kepada yang empunya .. dan juga dalam menempatkan penumpang sesuai dengan kelasnya ..
• Berusaha melubangi kapal untuk mengambil air dengan mudah dari bawah kakinya, agar ia tidak capek-capek naik turun untuk keperluan air ini …
• Mondar mandir secara mencolok di antara para penumpang, berjalan ke sana kemari, menimbulkan berbagai suara gaduh, mengarang berbagai cerita dan mengobral berbagai isu untuk menciptakan kekacauan di tengah-tengah penumpang, dan terkadang sampai ke tingkat menciptakan tasykik (keraguan) tentang keselamatan kapal, atau tasykik tentang kemampuan dan kecakapan sang nakhoda dan kru-nya, atau tasykik terhadap peta perjalanan, arah yang dituju, posisi dan tujuan .. yang intinya adalah mengesankan kepada para penumpang bahwa perjalanan yang ditempuh telah mengalami inhiraf (penyimpangan) dari jalur yang seharusnya ditempuh … dst.
Banyak upaya dilakukan, yang terpenting bagi kita adalah nash (teks) yang ada dalam hadits nabi yang menjadi kajian kita, yang intinya adalah bahwa pemilik gagasan “membuat lubang” lupa bahwa ada ribuan penumpang bersama dengannya dalam point yang disebutnya jatah-nya itu. Padahal, kursi yang Anda duduki bukanlah milik Anda secara utuh. Dan Anda tidak memiliki kebebasan mutlak yang bisa seenaknya menyelonjorkan kaki, sehingga mengganggu yang di belakang Anda, depan Anda, dan samping Anda, yang mana mereka juga memiliki “hak” atas lokasi yang telah disediakan untuk setiap penumpang.
Hadits nabi menyatakan, “Lalu mereka berkata: ‘kalau saja kita membuat lubang pada jatah kita…’. Pertanyaannya: adakah seorang penumpang bersama jamaah mempunyai jatah? Khusus dalam sebuah kendaraan perjalanan? Dan apakah seseorang yang tanggung jawabnya adalah menakhodai kapal, mencukupkan diri dengan sekedar memegang kendali kemudi, menginjak pedal gas dan ream? Adakah orang yang bertanggung jawab atas makanan dan minuman penumpang cukup membagikannya kepada kelas I saja? Adakah termasuk hikmah jika para penumpang mendiamkan saja sikap orang-orang yang ingin melubangi kapal, lubang pada titik yang diyakininya sebagai jatah-nya itu dengan alasan supaya tidak mengganggu penumpang yang di atasnya atau yang berada di sampingnya?
Jawaban atas berbagai pertanyaan ini datang dalam sebuah kalimat yang sangat mendalam dari sang murabbi pertama, yaitu Rasulullah SAW, saat beliau bersabda, “ maka, jika mereka memegang tangan yang bermaksud membuat lubang itu, niscaya mereka yang membuat lubang selamat dan selamat pula seluruh penumpang kapal”
Subhanallah!!
• Mereka telah menyelamatkannya, dengan cara memegang tangan yang bermaksud membuat lubang dan mencegahnya melakukan pelubangan. Dan dengan cara ini, mereka telah menyelamatkan diri mereka, dengan sebuah kerja ta’awun
• Namun, jika mereka diam (membiarkan), mungkin karena takut, atau tamak, maka pembiaran ini akan mencelakakan sang pelaku pelubangan dan berdampak pula bagi kecelakaan yang lainnya, sebab mereka menumpang di kapal yang sama
Tidakkah sudah saya katakan: Kita ini menumpang satu kapal? Tidakkah telah aku katakan: Pukul tangan setiap orang yang bermaksud membuat lubang dalam kapal, maka, dengan memukul ini akan terwujudlah kemaslahatannya dan kemaslahatan semua penumpang?! Kemudian yang terakhir, tidakkah telah aku katakan kepada pemilik gagasan melubangi kapal: Bahwa kami menjadi penumpang bersamaku wahai saudaraku, dan engkau pun menjadi penumpang bersama kami wahai saudaraku!
Pelajaran II: Mas-ul Perjalanan Tidak Sama Dengan Penumpang
Ada perbedaan mencolok antara mas-ul perjalanan dengan penumpang.
Bagi penumpang, yang terpenting baginya adalah tiga hal asasi, sebab ia inilah haknya, sedangkan selebihnya bersifat tambahan
1. Yang terpenting baginya adalah mendapatkan kenyamanan dalam perjalanan, baik dari sisi rehat maupun service.
2. Yang terpenting baginya adalah semua haknya terpenuhi, dimulai dari hak atas tempat duduknya yang sah
3. Yang terpenting baginya adalah sampai ke tujuan dengan selamat dan membawa keberuntungan
Jika pengelola perjalanan berbaik hati memberikan tambahan service, lalu mereka memberikan berbagai hadiah, peta negara tujuan, bantuan money changer, alamat berbagai hotel dan tempat-tempat wisata dan budaya … dst, maka semua ini lebih baik dan menarik simpati pelanggan baru, dan bisa jadi hal ini menjadi model iklan yang membuat sang pengelola semakin populer dan menjadi pilihan penumpang untuk perjalanan selanjutnya, jika mereka terus menjaga kualitas pelayanan yang bagus ini.
Jika semua hal di atas adalah hak setiap penumpang, maka perlu diketahui bahwa penumpang juga memiliki kewajiban. Di antaranya: menghormati tata tertib dan aturan biro perjalanan dan cara kerjanya. Terlebih lagi adalah menghormati orang-orang yang mengorganisir perjalanan mereka dan juga kepada mereka yang memberikan pelayanan kepada seluruh penumpang.
Juga kepada mereka yang bertanggung jawab atas kenyamanan dan keamanan perjalanan mereka … agar aspek keamanan dan kenyamanan dapat direalisasikan
Jika muncul dari para penumpang –walaupun dari kelas I- orang yang bermaksud merubah dirinya dari sekadar penumpang dan ingin menjadi pemilik kapal, atau ingin menjadi penanggung jawab perjalanan, sementara para pengelola kapal dan para penanggung jawab kapal dan penumpangnya diam … mendiamkan perilaku para penumpang yang bermaksud demikian tadi, niscaya akan terjadi kekacauan pada kapal, urusan menjadi bercampur baur tidak jelas, dan jadilah nasib setiap penumpang terancam tenggelam. “Dan jika mereka membiarkan orang yang bermaksud melubangi kapal itu, niscaya para penumpang kapal akan binasa, dan binasa pula mereka yang membuat lubang itu”.
Adapun kewajiban para penanggung jawab perjalanan, yaitu 3 hal tersebut di atas yang menjadi hak para penumpang, ditambah dengan dua kewajiban lainnya, sehingga totalnya menjadi lima kewajiban, yaitu:
1. Menciptakan suasana yang menyenangkan selama perjalanan, baik dari sisi rehat (kenyamanan) maupun service
2. Memberikan hak setiap penumpang, baik dari sisi tempat duduk, makanan, minuman dan istirahat.
3. Mengantarkan seluruh penumpang ke tempat tujuan.
4. Menegakkan kedisiplinan yang semestinya dan menciptakan iklim saling menghormati di antara sesama penumpang dan kru kapal
5. Berusaha semaksimal mungkin untuk mengamankan perjalanan, baik dalam cara mengemudikan kapal serta interaksi yang baik terhadap semuanya.
Namun, lima kewajiban ini harus diimbangi dengan berbagai hak, yang dengan hak-hak ini akan terciptalah suasana perjalanan yang baik, serta memberikan jaminan keamanan dan keselamatan. Di antara hak terpenting dan paling mendesak bagi pihak kru kapal adalah hendaklah setiap penumpang komitmen dengan etika perjalanan, sebab, hampir semua serikat perjalanan di seluruh dunia melarang para penumpang untuk merokok sepanjang perjalanan, sebab hal ini mengganggu para penumpang. Dan beda jauh antara gangguan yang ditimbulkan oleh asap rokok dengan gangguan yang disebabkan oleh asap fitnah!
Pelajaran III: Masyarakat Islam itu Salimus-Shadr
Kita semua berada dalam satu kapal. Bagi kita, kapal itu “milik” bersama. Karenanya, kewajiban kita yang pertama adalah menjaga kapal ini dari khuruq (infiltrasi), syuquq (perpecahan), tsuqub (lubang-lubang) dan segala upaya irbak (kekacauan), za’za’ah (mengguncang ketsiqahan) dan tasykik (upaya untuk menanamkan keraguan). Hal ini diperlukan dalam rangka menjamin terwujudnya dua sasaran besar:
1. Mengamankan perjalanan dari segala ancaman, internal dan eksternal.
2. Menjaga kapal itu sendiri dari segala bentuk khuruq atau tsuqub
Biasanya, dalam Suatu Perjalanan, Ada 3 Tipe Manusia:
1. Orang-orang yang berdiri tegak pada batas-batas Allah SWT. Bagi mereka yang terpenting adalah mashlahat umum. Semangat mereka adalah keselamatan seluruh penumpang dan keamanan mereka. Juga keselamatan dan keamanan kapal dan kru-nya. Karena inilah kita dapati mereka:
a. Tetap berjaga saat semua orang tidur. Menegakkan amar ma’ruf dan nahi munkar.
b. Bersemangat untuk menempatkan penumpang sesuai dengan kedudukannya.
c. Mengedepankan dan menyuguhkan berbagai pelayanan semestinya demi kenyamanan dan keselamatannya..
Tidak ada yang diinginkan dari balik semua ini, baik balasan maupun ucapan terima kasih.
2. Orang-orang yang memaksakan kehendaknya kepada seluruh penumpang, seakan-akan kapal itu adalah “milik babenya”, sementara yang lainnya mereka pandang sebagai perompak atau pencari uang. Penilaian paling mendingan dari kelompok ini terhadap para penumpang adalah “‘abiru sabil” (orang-orang yang numpang lewat). Karena inilah sepanjang perjalanan, mereka ini berjalan hilir mudik ke sana ke mari, menciptakan suasana tidak nyaman dalam kehidupan para penumpang dengan berbagai tindak tanduk yang tidak ada hubungannya dengan adab-adab perjalanan
3. Orang-orang yang diam mencari selamat. Mencoba bersikap baik dengan para kru kapal dan bersikap baik pula kepada kelompok kedua. Mereka berdiam “sabar” terhadap pihak kru di satu sisi dan terhadap perilaku kelompok kedua di sisi yang lain, sambil menunggu datangnya solusi dalam waktu dekat.
Sebenarnya, ijabiyah tidak menerima sikap “damai” dan “berbaik-baik” kecuali dalam tempo yang singkat saja, sehingga menjadi jelas, mana benang putih dan mana benang hitam. Dan sehingga diketahui hakikat dan niat kru kapal maupun kelompok kedua yang mengacau itu. Bahkan, keselamatan semua penumpang berawal dari disiplin setiap penumpang untuk duduk sesuai dengan tempat yang masih tersedia, atau sesuai dengan nomor tiket yang dibawanya, atau sesuai dengan hasil “kocok atau undi”, sebagaimana yang disebut dalam hadits, “Sesungguhnya ada satu kaum yang mengundi naik kapal”, dengan demikian, setiap tempat duduk itu menjadi definitif berdasar ketentuan “kocok atau undian”, maka, hendaklah setiap penumpang menghormati legalitas “kocok atau undian” dan ridha terhadap cara Allah SWT membagi kepadanya, sehingga kapal akan sampai daratan dengan aman.
Pelajaran IV: Titanic dan Gunung Es
Titanic adalah sebuah kapal besar. Namun, gunung es yang ada di bawahnya lebih besar. Gunung es ini telah menghancurkan kapal besar tersebut. Ini maknanya:
1. Kekuatan kapal, betapa pun ia, tidak boleh menjadikan pemiliknya terkena ghurur, lalu melajukan kapal di lautan secara membuta tanpa memprediksikan berbagai kemungkinan mendadak, di mana kekuatan itu tidak akan mampu bertahan di hadapannya. Sebab ghurur itu musuh kekuatan. Bersandar pada sarana secara menyeluruh tanpa memberi perhatian yang semestinya kepada aqidah tawakal kepada Allah, ujung-ujungnya sangatlah menyedihkan.
2. Ghaflah dari Allah SWT, bersantai-santai di atas kursi yang empuk dalam perjalanan kehidupan yang berjalan dalam hembusan angin yang baik, tidak akan berlangsung lama. Sebab, setelah angin baik tersebut akan datang badai yang membangunkan semua yang tidur, mengingatkan yang lalai, serta mencekokkan banyak pelajaran keras bagi mereka yang kegirangan dengan perhiasan dunia dan kelezatan kehidupan yang mereka miliki. Dan hal ini adalah sunnatullah pada hamba-hamba-Nya, “Dialah Tuhan yang menjadikan kamu dapat berjalan di daratan, (berlayar) di lautan, sehingga apabila kamu berada di dalam bahtera, dan meluncurlah bahtera itu membawa orang-orang yang ada di dalamnya dengan tiupan angin yang baik, dan mereka bergembira karenanya, datanglah angin badai, dan (apabila) gelombang dari segenap penjuru menimpanya, dan mereka yakin bahwa mereka telah terkepung (bahaya), maka mereka berdoa kepada Allah dengan mengikhlaskan ketaatan kepada-Nya semata-mata, (mereka berkata), “Sesungguhnya jika engkau menyelamatkan kami dari bahaya ini, pastilah kami akan termasuk orang-orang yang bersyukur”. Maka tatkala Allah menyelamatkan mereka, tiba-tiba mereka membuat kelaliman di muka bumi tanpa (alasan) yang benar. (Q.S. Yunus: 22 – 23)
Subhanallah ..
Inilah tabiat manusia, tidak berubah, tidak berganti dan tidak berpaling dari gaya intihazi (opportunis)-nya:
- Jika angin berhembus baik, mereka bergembira dengannya.
- Jika datang angin badai, mereka panik terhadap apa yang terjadi
- Jika terkepung oleh gelombang dari berbagai penjuru, mereka ingat Allah (mereka berdoa kepada Allah dengan mengikhlaskan ketaatan kepada-Nya semata-mata, (mereka berkata),
“Sesungguhnya jika engkau menyelamatkan kami dari bahaya ini, pastilah kami akan termasuk orang-orang yang bersyukur”). (Yunus: 22).
- Jika Allah SWT berikan keselamatan, keamanan dan lolos dari mara bahaya, mereka lupa “baiat”-nya kepada Allah SWT,
“Sesungguhnya orang-orang yang berbaiat kepadamu (wahai Muhammad) pada hakikatnya mereka berbaiat kepada Allah” (Al-Fath: 10),
mereka melepaskan perjanjian mereka, berlepas dari komitmen mereka untuk bersyukur dan mengakui nikmat Allah, dan mereka bergerak di muka bumi dengan berbagai “proyek” pelanggaran hak, “ Maka tatkala Allah menyelamatkan mereka, tiba-tiba mereka membuat kelaliman di muka bumi tanpa (alasan) yang benar. (Yunus: 23)
Hasilnya sudah dapat ditebak, sebagian orang mengetahuinya dan sebagiannya lagi tidak mengetahuinya. Atas mereka tertimpa berbagai bencana di dunia, dan pada hari kiamat, hisab mereka di sisi Allah SWT sangatlah sulit, “Hai manusia, sesungguhnya (bencana) kelalimanmu akan menimpa dirimu sendiri; (hasil kelalimanmu) itu hanyalah kenikmatan hidup duniawi, kemudian kepada Kami-lah kembalimu, lalu Kami kabarkan kepadamu apa yang telah kamu kerjakan”. (Yunus: 23)
Simpulan:
Dari kisah agung ini dapat ditarik kesimpulan, bahwa:
1. Setiap tempat duduk penumpang, telah ditentukan oleh hasil qur’ah (undian)
2. Setiap penumpang dalam organisasi kapal, hendaklah menerima apa pun hasil undian itu.
3. Setiap penumpang hendaklah menempati tempat duduknya sesuai dengan yang telah ditetapkan Allah SWT untuknya dan sesuai dengan angka undian yang didapatkannya dalam sebuah proses undian yang bebas.
4. Setiap penumpang hendaklah komitmen dengan adab bepergian, demi terjaminnya kenyamanan bersama
5. Sesama penumpang hendaknya saling menghormati, menghargai yang berada di atas dan juga yang berada di bawah.
6. Setiap penumpang bekerja sama dalam menggebuk tangan seseorang yang bermaksud membuat lubang kapal – sebuah perbuatan yang didasarkan pada ijtihad yang salah, namun ia menduga bahwa dengan ijtihad-nya ini ia telah berbuat baik kepada yang berada di atas dan yang berada di bawah—sebab, tidak semua ijtihad bisa diterapkan. Jika prinsip ini tidak dipahami, maka kita akan terperosok kepada ijtihad seekor beruang yang ingin mengusir lalat yang menempel di wajah anaknya, namun ia mengusirnya dengan melemparkan batu besar ke arah wajah anaknya itu (dalam sebuah kisah yang populer).
Ijabiyah yang jelas terdapat dalam kisah tarbawi yang indah ini terdapat dalam sabda Rasulullah SAW, “’kalau saja kita membuat lubang pada jatah kita, sehingga kita tidak mengganggu yang di atas kita’”. Jadi, niatnya baik, yaitu ingin menghindari gangguan, hanya saja, akibatnya sangat-sangat fatal jika semua penumpang lainnya tidak memukul dengan kuat tangan-tangan yang berusaha membuat lubang di dalam kapal, sebab yang akan binasa bukan hanya nakhoda dan kru-nya, akan tetapi, seluruh kapal akan tenggelam dengan seluruh isinya, termasuk seluruh penumpangnya.
Siapa saja yang mendengar hadits ini dan menyaksikan film Titanic, ia tidak memerlukan lagi seorang pemberi mauizhah yang berkata kepadanya, “Sesungguhnya lubang satu jarum akan mampu menenggelamkan kapal segede Titanic”.
Dan bahwasanya diamnya para penumpang yang membiarkan sang pembuat lubang di dalam kapal, yang bisa jadi “dengan niat baik” itu, adalah sikap salbi (pasif) yang akibatnya juga fatal, yaitu binasanya seluruh penumpang, baik yang melubangi, maupun yang dibuatkan lubang.
La haula wala quwwata illah billah
Sumber: http://www.ikhwan.net/vb/showthread.php?t=71078
Selasa, 09 November 2010
Bidadari Surga pun Cemburu Padamu, duhai ukhti sholihah....
Assalamu'alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh....
Di tengah hiruk pikuk kedatangan mr.obama ke kampusku dan kesempatan liburan mendadak karenanya, ingin rasa hati merangkai kata demi kata, menyusun baris demi baris kalimat, meski tak sempurna namun inilah persembahan hati teruntuk muslimah nan selalu mempesona....
Duhai ukhti,
Senyummu mampu tenangkan hati yang gelisah dideru ombak di lautan,,
tutur katamu lembut menyentuh kalbu,
namun tetap tegas manjaga izzah di hadapan ikhwan,
perangaimu mempesona, kesederhanaan membuatmu tampak semakin istimewa...
Bukan emas permata yang menghiasimu, tapi air wudhu yang memancarkan cahaya di wajahmu, begitu menyilaukan...
Bukan bermahkotakan berlian yang meninggikan kehormatanmu, tapi jilbab lebar dan pakaian yang menutupp rapi seluruh auratmu... sangat mempersona....
Hijab diri, hijab hati, amat rapi membalutmu duhai ukhti, tak kau biarkan lelaki bebas memandangmu, tak kau biarkan pria menyentuhmu, tak kau biarkan ikhwan mengotori hatimu yang suci...
Pandanganmu lekat penuh kehangatan kepada saudarimu namun tertunduk pada lawan jenis yang bukan mahrammu....
Lincah gerakmu, cepat pergerakanmu, medan dakwah kau terjang meski harus berhadapan dengan onak duri dan kejamnya fitnah.... semua kau lalui dengan ikhlas tanpa banyak mengeluh... hanya senyum terindah yang kau hadiahkan kepada mereka yang ada di sekitarmu...
Amanah yang kau pikul membuatmu semakin terlihat kurus, ukhti... meski aktivitasmu begitu padat namun shaum sunnah tak pernah kau tinggalkan...
Di 2/3 malam yang dingin, di saat sebagian besar manusia terlelap dalam mimpi indah, dirimu yang sudah teramat lelah malah terbangun, menunaikan shalat qiyamullail, bermunajat kepada Rabb-mu, memohon kekuatan atas setiap beban yang tengah kau pikul... Memohon energi untuk menjalani hari-hari yang semakin berat... Menangis mengadu, hanya kepada Allah-lah seorang ukhti mengadu, memohon pertolongan, memohon kekuatan, bersandar.. karena Dia-lah satu-satunya tempat bersandar...
Ukhti,, bibirmu tak pernah kering dari dzikrullah, selalu mengingat Rabb-nya dimanapun dirimu berada,, lantunan ayat-ayat suci Al-Qur'an mengalir lancar dari mulutmu, tilawahmu tak pernah kurang dari 1 juz/ harinya...
Ukhti, harimu begitu padat, ada yang sibuk menimba ilmu di bangku sekolah, ada yang sibuk menimba ilmu di bangku kuliah, ada yang sibuk mengais rezeki di kantor-kantor, ada yang sibuk mendulang rezeki dari usaha dagangnya.. Kalian sungguh sibuk, namun nafas dakwah tak pernah terpisah dari kehidupan kalian,, amanah dakwah yang kalian emban amatlah berat, kalian para ADS, ADK, ADM, mentor, murobbiyah, ustadzhah, dan berbagai peran yang kalian jalani...
Semua kalian jalani dengan tawadzun, tanpa melupakan dakwah di keluarga sendiri,, kalian ummahat pencetak generasi Robbani, kalian kakak yang mampu membina adik-adiknya mengenal indahnya Islam dengan kasih sayang, kalian adik manis yang mampu mengajak kakak-kakaknya menjalankan syariat Islam, kalian anak yang mampu membujuk orangtuanya mengaji bersama dan membuat program-program keluarga yang Islami, kalian juga istri yang mampu menyokong aktivitas dan produktivitas dakwah suaminya, kalian benar-benar membuat para bidadari surga cemburu...
Hadirmu selalu dinanti, saat kau pergi semua merindukan kembalimu..., sungguh berarti keberadaamu duhai ukhti sholihah...
Ukhti,, lembut perangaimu, jujur kata-katamu, terjaga lisanmu, hangat senyummu, lincah gerakmu, lurus akidahmu, indah akhlakmu, terjaga ibadahmu, sungguh istimewa dirimu.... Engkau bahkan lebih baik dari bidadari surga, ukhti.....
Imam Ath-Thabrany mengisahkan dalam sebuah hadist, dari Ummu Salamah radhiyallahu ‘anha, dia berkata,
“Saya berkata, ‘Wahai Rasulullah, jelaskanlah kepadaku firman Allah tentang bidadari-bidadari yang bermata jeli’.”
Beliau menjawab, “Bidadari yang kulitnya putih, matanya jeli dan lebar, rambutnya berkilai seperti sayap burung nasar.”
Saya berkata lagi, “Jelaskan kepadaku tentang firman Allah, ‘Laksana mutiara yang tersimpan baik’.” (Al-waqi’ah : 23)
Beliau menjawab, “Kebeningannya seperti kebeningan mutiara di kedalaman lautan, tidak pernah tersentuh tangan manusia.”
Saya berkata lagi, “Wahai Rasulullah, jelaskan kepadaku firman Allah, ‘Di dalam surga-surga itu ada bidadari-bidadari yang baik-baik lagi cantik-cantik’.” (Ar-Rahman : 70)
Beliau menjawab, “Akhlaknya baik dan wajahnya cantik jelita”
Saya berkata lagi, "Jelaskan kepadaku firman Allah, ‘Seakan-akan mereka adalah telur (burung onta) yang tersimpan dengan baik’.” (Ash-Shaffat : 49)
Beliau menjawab, “Kelembutannya seperti kelembutan kulit yang ada di bagian dalam telur dan terlindung kulit telur bagian luar, atau yang biasa disebut putih telur.”
Saya berkata lagi, “Wahai Rasulullah, jelaskan kepadaku firman Allah, ‘Penuh cinta lagi sebaya umurnya’.” (Al-Waqi’ah : 37)
Beliau menjawab, “Mereka adalah wanita-wanita yang meninggal di dunia pada usia lanjut, dalam keadaan rabun dan beruban. Itulah yang dijadikan Allah tatkala mereka sudah tahu, lalu Dia menjadikan mereka sebagai wanita-wanita gadis, penuh cinta, bergairah, mengasihi dan umurnya sebaya.”
Saya bertanya, “Wahai Rasulullah, manakah yang lebih utama, wanita dunia ataukah bidadari yang bermata jeli?”
Beliau menjawab, “Wanita-wanita dunia lebih utama daripada bidadari-bidadari yang bermata jeli, seperti kelebihan apa yang tampak daripada apa yang tidak tampak.”
Saya bertanya, “Karena apa wanita dunia lebih utama daripada mereka?”
Beliau menjawab, “Karena shalat mereka, puasa dan ibadah mereka kepada Allah. Allah meletakkan cahaya di wajah mereka, tubuh mereka adalah kain sutera, kulitnya putih bersih, pakaiannya berwarna hijau, perhiasannya kekuning-kuningan, sanggulnya mutiara dan sisirnya terbuat dari emas. Mereka berkata, ‘Kami hidup abadi dan tidak mati, kami lemah lembut dan tidak jahat sama sekali, kami selalu mendampingi dan tidak beranjak sama sekali, kami ridha dan tidak pernah bersungut-sungut sama sekali. Berbahagialah orang yang memiliki kami dan kami memilikinya.’.”
Saya berkata, “Wahai Rasulullah, salah seorang wanita di antara kami pernah menikah dengan dua, tiga, atau empat laki-laki lalu meninggal dunia. Dia masuk surga dan mereka pun masuk surga pula. Siapakah di antara laki-laki itu yang akan menjadi suaminya di surga?”
Beliau menjawab, “Wahai Ummu Salamah, wanita itu disuruh memilih, lalu dia pun memilih siapa di antara mereka yang akhlaknya paling bagus, lalu dia berkata, ‘Wahai Rabb-ku, sesungguhnya lelaki inilah yang paling baik akhlaknya tatkala hidup bersamaku di dunia. Maka nikahkanlah aku dengannya’. Wahai Ummu Salamah, akhlak yang baik itu akan pergi membawa dua kebaikan, dunia dan akhirat.”
Diriwayatkan dalam hadits marfu,oleh Ibnu Mubarak dari Rusydin dari Ibnu An’am dari Hibban bin Abi Jablah,dia berkata: ‘sesungguhnya wanita dunia yang masuk surga akan lebih baik dari bidadari karena amalnya di dunia”.
3. bersabar atas kemaksiatan.
adapun bidadari adalah makhluk di surga. Mereka tidak pernah ditimpa musibah, digoda maksiat yang melalaikan dari ketaatan kepada Allah, atau bersabar menghadapi suami yang tidak baik melarangnya memakai jilbab dan memerintahkan untuk berdandan”.
Sedangkan keutamaan (pahala) itu tergantung dari kadar kesulitan (masyaqqah).
Bagaimana mungkin bidadari lebih utama dari mereka yang diperintahkan untuk beribadah dan bersosialisasi (mu’amalah),yang selalu di katakan kepada mereka,”lakukan”atau,”jangan lakukan” ! Dan Allah berfirman, yang artinya : “sebagai balasan bagi apa yang telah mereka kerjakan”. (QS.Al-Waaqi’ah:24).
Tidaklah heran jika seorang akhwat rela "menjual" dirinya kepada Allah, terjun ke medan dakwah mengorbankan tenaga, waktu, harta, jiwa dan raganya demi kemuliaan ini.. Ini adalah soal pilihan, pilihan paling sadar untuk menjadi penonton, atau menjadi komentator, atau menjadi objek dakwah, atau menjadi pelaku/ aktornya, atau justru menjadi musuh dalam dakwah ini??? Saudariku, dimanakah posisimu saat ini?
“Sesungguhnya Allah telah membeli dari orang-orang mu’min diri dan harta mereka dengan memberikan surga untuk mereka. Mereka berperang pada jalan Allah; lalu mereka membunuh atau terbunuh. janji yang benar dari Allah di dalam Taurat, Injil dan Al Qur’an. Dan siapakah yang lebih menepati janjinya daripada Allah? Maka bergembiralah dengan jual beli yang telah kamu lakukan itu, dan itulah kemenangan yang besar. (QS. At Taubah : 111)
Berbahagialah muslimah yang telah membuat para bidadari di surga cemburu, mereka yang istiqomah hingga kakinya menapaki surga, mereka yang tetap produktif dalam aktivitas dakwahnya dalam segala kondisi, berat maupun ringan, saat lajang maupun telah menikah,, saat sibuk maupun luang, mereka yang memanfaatkan setiap detik daam hidupnya, mereka yang tak pernah menyia-nyiakan setiap anugerah detak jantung dan hembusan nafas dengan kelalaian.. Ukhti,,, tetaplah istiqomah.....
"Berangkatlah kamu baik dalam keadaan merasa ringan maupun berat, dan berjihadlah kamu dengan harta dan dirimu di jalan Allah. Yang demikian itu adalah lebih baik bagimu, jika kamu mengetahui." (QS.At taubah:41)
Afwan jika terselip kata yang kurang berkenan, sesungguhnya kebenaran itu hanyalah milik Allah dan segala khilaf adalah milik saya si insan dhoif ini, semoga para muslimah, saudari-saudariku tercinta adalah wanita-wanita yang dirindukan surga, wanita-wanita yang dicemburui oleh para bidadari surga karena ketaatannya...
Bunga Karang, di hari pahlawan, karena ibuku adalah pahlawanku, karena wanita adalah pemulia kehidupan, karena wanita adalah pahlawan bagi hidup kita... karena kita semua terlahir dari rahim seorang wanita, karena pengorbanan jiwa raga mereka maka gelar pahlawan sangat tepat disandingkan kepada mereka para wanita yang mulia...
10 November 2010