Translate

Jumat, 29 Oktober 2010

Menolak Karena CInta

Bismillahirrohmanirrohiim....

Assalamu'alaikum warahmatullahi wabarakatuh....

Permisi..., numpang meramaikan ah,, setelah neng lia buat tulisan itu, hehe...

Inspirasi awal muncul dari artikel di sini

Di artikel itu ada kisah mengenai Salman Al Farisi, ingatkah tentang penolakan yang diterimanya???

Salman Al Farisi, lelaki Persia yang baru bebas dari perbudakan fisik dan perbudakan konsepsi hidup itu ternyata mencintai salah seorang muslimah shalihah dari Madinah. Ditemuinya saudara seimannya dari Madinah, Abud Darda’, untuk melamarkan sang perempuan untuknya.

“Saya,” katanya dengan aksen Madinah memperkenalkan diri pada pihak perempuan, “Adalah Abud Darda’.”

“Dan ini,” ujarnya seraya memperkenalkan si pelamar, “Adalah saudara saya, Salman Al Farisi.” Yang diperkenalkan tetap membisu. Jantungnya berdebar.

“Allah telah memuliakannya dengan Islam dan dia juga telah memuliakan Islam dengan amal dan jihadnya. Dia memiliki kedudukan yang utama di sisi Rasulullah, sampai-sampai beliau menyebutnya sebagai ahli bait-nya. Saya datang untuk mewakili saudara saya ini melamar putri Anda untuk dipersuntingnya,” tutur Abud Darda’ dengan fasih dan terang.

“Adalah kehormatan bagi kami,” jawab tuan rumah atas pinangan Salman, ”Menerima Anda berdua, sahabat Rasulullah yang mulia. Dan adalah kehormatan bagi keluarga ini bermenantukan seorang sahabat Rasulullah yang utama. Akan tetapi hak jawab ini sepenuhnya saya serahkan pada putri kami.” Yang dipinang pun ternyata berada di sebalik tabir ruang itu. Sang putri shalihah menanti dengan debaran hati yang tak pasti.

”Maafkan kami atas keterusterangan ini”, kata suara lembut itu. Ternyata sang ibu yang bicara mewakili putrinya. ”Tapi, karena Anda berdua yang datang, maka dengan mengharap ridha Allah, saya menjawab bahwa putri kami menolak pinangan Salman.”

Ah, romansa cinta Salman memang jadi indah di titik ini. Sebuah penolakan pinangan oleh orang yang dicintainya, tapi tidak mencintainya. Salman harus membenturkan dirinya dengan sebuah hukum cinta yang lain, keserasaan. Inilah yang tidak dimiliki antara Salman dan perempuan itu. Rasa itu hanya satu arah saja, bukan sepasang.

Salman ditolak. Padahal dia adalah lelaki shalih. Lelaki yang menurut Ali bin Abi Thalib adalah sosok perbendaharaan ilmu lama dan baru, serta lautan yang tak pernah kering. Ia memang dari Persia, tapi Rasulullah berkata tentangnya, “Salman Al Farisi dari keluarga kami, ahlul bait.” Lelaki yang bertekad kuat untuk membebaskan dirinya dari perbudakan dengan menebus diri seharga 300 tunas pohon kurma dan 40 uqiyah emas. Lelaki yang dengan kecerdasan pikirnya mengusulkan strategi perang parit dalam Perang Ahzab dan berhasil dimenangkan Islam dengan gemilang. Lelaki yang di kemudian hari dengan penuh amanah melaksanakan tugas dinasnya di Mada’in dengan mengendarai seekor keledai, sendirian. Lelaki yang pernah menolak pembangunan rumah dinas baginya, kecuali sekadar saja. Lelaki yang saking sederhana dalam jabatannya pernah dikira kuli panggul di wilayahnya sendiri. Lelaki yang di ujung sekaratnya merasa terlalu kaya, padahal di rumahnya tidak ada seberapa pun perkakas yang berharga. Lelaki shalih ini, Salman Al Farisi, ditolak pinangannya oleh perempuan yang dicintanya.

Salman ditolak. Alasannya ternyata sederhana saja. Dengarlah. “Namun, jika Abud Darda’ kemudian juga memiliki urusan yang sama, maka putri kami telah menyiapkan jawaban mengiyakan,” kata si ibu perempuan itu melanjutkan perkataannya. Anda mengerti? Si perempuan shalihah itu menolak lelaki shalih peminangnya karena ia mencintai lelaki yang lain. Ia mencintai si pengantar, Abud Darda’. Cinta adalah argumentasi yang shahih untuk menolak.


Ada juga kisah Fatimah, putri Rasulullah...,, dalam kisahnya pun Rasulullah menolak pinangan dari kedua sahabat kesayangannya, Abu Bakar dan Umar bin Khattab... Alasannya jelas,, Rasulullah mengetahui bahwa Fatimah mencintai Ali bin Abi Tholib.... *kisah mereka sudah cukup sering dibahas jadi ga perlu diceritain panjang2 yaa


Another Story.....

Seorang laki-laki datang menemui Rasulullah. “Wahai Rasulullah,” kata lelaki itu, “Seorang anak yatim perempuan yang dalam tanggunganku telah dipinang dua orang lelaki, ada yang kaya dan yang miskin.”

“Kami lebih memilih lelaki kaya,” lanjutnya berkisah, “Tapi dia lebih memilih lelaki yang miskin.” Ia meminta pertimbangan kepada Rasulullah atas sikap yang sebaiknya dilakukannya. “Kami,” jawab Rasulullah, “Tidak melihat sesuatu yang lebih baik dari pernikahan bagi dua orang yang saling mencintai, lam nara lil mutahabbaini mitslan nikahi.”

Cinta adalah argumentasi yang shahih untuk menolak. Di telinga dan jiwa lelaki ini, perkataan Rasulullah itu laksana setitis embun di kegersangan hati. Menumbuhkan tunas yang hampir mati diterpa badai kemarau dan panasnya bara api. Seakan-akan Rasulullah mengatakannya khusus hanya untuk dirinya. Seakan-akan Rasulullah mengingatkannya akan ikhtiar dan agar tiada sesal di kemudian hari.

“Cinta itu,” kata Prof. Dr. Abdul Halim Abu Syuqqah dalam Tahrirul Ma’rah fi ‘Ashrir Risalah, “Adalah perasaan yang baik dengan kebaikan tujuan jika tujuannya adalah menikah.” Artinya yang satu menjadikan yang lainnya sebagai teman hidup dalam bingkai pernikahan.

Dengan maksud yang serupa, Imam Al Hakim mencatat bahwa Rasulullah bersabda tentang dua manusia yang saling mencintai. “Tidak ada yang bisa dilihat (lebih indah) oleh orang-orang yang saling mencintai,” kata Rasulullah, “Seperti halnya pernikahan.” Ya, tidak ada yang lebih indah. Ini adalah perkataan Rasulullah. Dan lelaki ini meyakini bahwa perkataan beliau adalah kebenaran. Karena bagi dua orang yang saling mencintai, memang tidak ada yang lebih indah selain pernikahan. Karena cintalah yang menghapus fitnah di muka bumi dan memperbaiki kerusakan yang meluas, insya Allah.

Cinta adalah argumentasi yang shahih untuk menolak, dan cinta adalah argumentasi yang shahih untuk mempermudah jalan bagi kedua pecinta berada dalam singgasana pernikahan.


Kurang lebih seperti itulah isi artikelnya, meski diawali dengan hadits:
“Bila seorang laki-laki yang kamu ridhai agama dan akhlaqnya meminang,” kata Rasulullah mengandaikan sebuah kejadian sebagaimana dinukil Imam At Tirmidzi, “Maka, nikahkanlah dia.” Rasulullah memaksudkan perkataannya tentang lelaki shalih yang datang meminang putri seseorang. “Apabila engkau tidak menikahkannya,” lanjut beliau tentang pinangan lelaki shalih itu, “Niscaya akan terjadi fitnah di muka bumi dan kerusakan yang meluas.”

Tapi ditutup dengan hadits,
Tidak ada yang bisa dilihat (lebih indah) oleh orang-orang yang saling mencintai,”
kata Rasulullah, “Seperti halnya pernikahan.”

Sangat jelas, bahwa Islam membuka ruang seluas-luasnya bagi seorang wanita untuk menentukan dengan siapa ia menikah, tak ada paksaan untuk menerima pinangan seorang pria yang tidak diinginkannya. Islam juga sangat menghargai fitrah manusia, rasa cinta adalah fitrah, tak bisa dihilangkan dan dibuang begitu saja. Selama rasa itu tidak berbuah dosa,, selama rasa itu mampu dikendalikan bukan malah merusak kendali diri kita, selama rasa itu disalurkan pada saluran yang tepat (pernikahan, red),,,

Seorang beriman memiliki pegangan dan pedoman dalam "mencinta". Agar cinta itu tumbuh subur menjadi indah dan bernilai ibadah, bukan tumbuh liar dan jalang melahirkan dosa.


Menolak karena cinta, dalam pandangan yang lain, dalam perspektif lain, punya nilai yang berbeda...
Sebagian pencinta sejati ada yang justru memilih mencintai yang dinikahi, bukan menikahi yang dicintai. Artinya, mereka memilih menumbuhkan cinta itu setelah mitsaqon gholizho dilafadzkan, akad ditunaikan, dan cinta telah dihalalkan bagi keduanya. Mereka lebih memilih menjaga hatinya hingga saat itu tiba daripada menikmati rasa yang belum waktunya hadir...


Bahkan, terkadang seorang pecinta sejati memilih menolak pinangan pria yang dicintai/ pernah dicintainya... Atau ia memilih meminang wanita yang tidak pernah dicintainya sebelumnya ketimbang meminang wanita yang sempat ada di hatinya. Sebuah keputusan berat, bukan? Di saat kita memiliki pilihan untuk menikah dengan seseorang yang kita cintai, tapi justru menjatuhkan pilihan tuk melupakan cinta yang belum halal itu dan menjemput pasangan suci yang belum pernah dicintainya sebelumnya, dengan keyakinan cinta yang halal kan jauh lebih indah dan berkah....

Mereka adalah orang-orang yang "mengorbankan" cintanya.... Salahkah???
Tidak ada yang salah bagi orang yang mencintai, karena cinta itu selalu melahirkan kebaikan dan keindahan... Jika cinta melahirkan malapetaka, dosa, kemaksiatan, kelalaian, dan keburukan lainnya maka tak layak ia disebut cinta, itu hanyalah nafsu yang mengalahkan cinta... Jangan salahkan cinta, bukan cinta yang layak dikambinghitamkan... Tapi manusianya, dia gagal mengendalikan cinta, cinta dalam balutan nafsu, nafsunya justru menguasai dirinya dan membuatnya buta.

Kembali ke topik, mangapa harus menolak jika mencintainya? Mengapa tak memilihnya yang dicintai?

Itu adalah pilihan sadarnya, pilihan yang membuatnya merasa lebih tenang karenanya. Menikah adalah ibadah, penyempurnaan separuh dien,, sungguh merugi jika dikotori dengan niat yang kurang bersih. Meski kecil, tapi terkadang rasa cinta itu lebih mendominasi seseorang untuk menunaikan ibadah ini. Menikah karena jatuh cinta padanya, lalu dimana letak menikah karena Allah? Ini adalah pilihannya, ia lebih memilih membersihkan niatnya, meluruskan langkahnya, menjalani prosesnya dengan semurni-murninya Lillahi ta'ala, ia khawatir jika memilih/ menerima yang memang sudah dicintainya sebelumnya akan merusak niatnya... Tidak salah, kan?

Dengan alasan ini pula, sebagian orang mempercayakan jodohnya ke tangan "guru ngaji"-nya, atau bahkan menerima pernikahan atas putusan syuro', demi kepentingan jama'ah, atas nama dakwah, pernikahan dengan visi dakwah.... Konyol? Gak juga.... Toh, sebenarnya jodoh setiap jiwa telah tertulis di Lauh Mahfudz, tak kan tertukar, hanya saja caranya berikhtiar yang berbeda-beda.., cara inilah yang bisa kita pilih..., mau mencari sendiri, mau dicariin, mau diproses sendiri, mau melalui orang tua, melalui teman, melalui ustadz/ah, mau pake pacaran dulu, mau pake acara VMJ dulu, pake main hati dulu, mau via jalan bersih atau jalan kotor,.... Tinggal pilih aja mau lewat mana, mau masuk lewat pintu depan, pintu belakang, jendela, atap rumah, loncat pagar... Toh akhirnya masuk-masuk juga...., toh akhirnya nikah-nikah juga dengan jodoh kita..., menikah dengan orang yang sama tapi dengan cara yang sesuai pilihan.

Pada akhirnya kita yang menjalani, kita yang memilih, kita yang mengetahui apa yang terbaik untuk kita.... menikahi yang dicintai atau mencintai yang dinikahi? Apapun itu,, tentu keberkahannya lah yang utama,,

Berkah adalah saat Allah meridhoi, saat diawali dengan niat yang baik, niat yang lurus, Lillahi ta'ala, dijalani prosesnya dengan bersih, dengan hati yang tetap terjaga, dengan aktivitas yang sesuai syariat. Insya Allah awal yang berkah akan berujung pada pernikahan yang berkah pula, sakinah mawaddah warahmah,, keberkahannya akan terus dirasakan sepanjang pernikahannya....

Namun, jika diawali dengan sesuatu yang tidak baik, niat yang kurang lurus, hati yang tak terjaga, proses yang tidak bersih, aktivitas yang melanggar syariat, apapun yang dapat mengurangi keberkahannya,, maka berhati-hatilah dengan perjalanan pernikahanmu kelak, keberkahannya tak lagi sempurna,, jangan sampai menyesalinya di kemudian hari... Kesalahan mengambil langkah di awal bisa mencelakakan kita dalam perjalanan hidup ini..., tak hanya di dunia, tapi juga di akhirat kelak,,, penyesalan selalu datang di akhir...

Sesungguhnya kebenaran itu hanyalah milik Allah,,, segala khilaf datangnya dari insan lemah ini, saya memohon maaf atas segala keterbatasan dan kesalahan dalam tulisan ini. Mudah-mudahan kita semua bisa mengambil pelajaran dan hikmahnya.... Afwan jiddan...

Astaghfirullahal'adziim
Astaghfirullahal"adziim
Astaghfirullahal'adziim

Alhamdulillahirobbil'aalamiin.....

29 Oktober 2010
-Bunga Karang-

20 komentar:

  1. makasih,
    saya emang manis ko, rasa gula, hueks hueks :p
    *narsisdotcom

    maaf ya :D

    BalasHapus
  2. jiaaahhhh.... piye toh?
    kecewa sayah :p

    tapi yang penting:

    tulis apa yang akan engkau lakukan, lakukan apa yang sudah engkau tulis ;)

    BalasHapus
  3. lagi capek bahas cinta2an.. lagi ga mud, bukanya gak ngerti.. :p

    but awesome... ;p

    BalasHapus
  4. ini bukan tentang cintaaaa, tp tentang nikah :p

    *udah ga jaman bahas cinta2an, abg bgt dah, huehehehehe... :p

    BalasHapus
  5. nyangkut2nya pan kesono2 juga :p

    *untung udah tua.. wkwkwk

    BalasHapus
  6. Aiiih...
    Kulaporkan kau!!
    Hahahaha, udah mateng nih...Swiiiit...swwwiiittt...

    BalasHapus
  7. Lapor2 apa sih li? Gaje ah :p

    Btw, pas bgt kan, li?? Kok bisa ya? Msh amaze ma kejadian td, kebetulan yg aneh -_-"

    BalasHapus
  8. @lia: laporin bunga lii k tthnya,udh siap tuuh,hehe
    @bungiaw: laporin lia jg buung,,hahaha

    memilih mencintai yg dinikahi,,bukan menikahi yg dicintai.. Keren2 b^^d

    BalasHapus
  9. teteh yang mana rin? :p :p :p

    *laporin rinaaa aja aahhhh,, kalo yg ini aku tau harus laporinnya kemana, wkwkwkwk :p

    BalasHapus
  10. Bung, coba tulisannya diedit deh. Rapihin maksudnya...daku rada-rada lier bacanya. Udah warnanya nabrak...kasian yang pengen baca jadi pegel. Skckckckckck, ternyata ga cuma baju yang sering ga matching. hehehehe ^^v

    BalasHapus
  11. tau tuh,, aneh, warnanya berubah sendiri, hehehe... padahal pas nulis ga ngotak ngatik warna tulisan,, pas jadi kok jadi gitu yaks? sesuai karakter penulis kali, hahahaha.... yang baca harap bersabar, seperti halnya bersabar menghadapi penulisnya :p

    BalasHapus
  12. gyahahaha...
    laporin Lia, Rina, ma Bunga aaah.... (laporin siapa coba? =9)..
    Btw,, tulisan ini bagus.. cocok banget buat sayah... (ahahahaha... ngaco.com)..
    Bener kata lia, bang... bacanya Lier Euy... warnanya itu loh

    BalasHapus
  13. maap yaaa.... saya tidak mengerti apa yg terjadi dg multiply saya, hiks.... kenapa jd warna warni, pdhl pas nulis cuman sewarna -_-"

    BalasHapus