Translate

Sabtu, 22 Mei 2010

AKHLAK MULIA

“Tiadakah engkau perhatikan bagaimana Allah telah membuat suatu perumpamaan. Kalimat yang baik adalah umpama pohon yang baik. Akarnya teguh dan cabangnya sampai ke langit. Ia memberikan buahnya di tiap musim dengan izin Rabbnya …” (QS Ibrahim 24-25)

 

Bangunan iman seorang muslim seperti pohon itu. Ada aqidah yang menghujam, terpatri dalam benak. Ia tersembunyi, tetapi eksis. Keyakinan yang teguh pada Allah, mengakar ke sumber kehidupannya. Ada ibadah yang pengaruhnya dinikmati banyak orang. Shalat yang mencegah keji dan munkar. Puasa yang mengajarkan empati pada sesame. Zakat yang mengajak qta semua untuk berbagi. Dan haji, yang membuat qta semua sinergi, merasa kecil di hadapan Allah Yang Maha Besar. Dahan-dahan ibadah ini sampai ke langit, menjulang menyadarkan.

 

Dan buahnya, itulah akhlak. Seorang mukmin memberikan buahnya di setiap musim, pada segala kondisi dengan izin Allah. Akhlak seorang mukmin akan dinikmati dan memberi manfaat bagi orang-orang yang ada di sekitarnya. Ia, bermanfaat kapan saja, dalam kondisi apapun.

 

Diamnya bermanfaat, bicaranya apalagi. Cemberutnya bermanfaat, senyumnya bermanfaat. Tawanya bermanfaat, tangisnya bermanfaat. Gembiranya bermanfaat, sedihnya bermanfaat. Sabarnya bermanfaat, marahnya memberi pelajaran. Duduknya bermanfaat, berdirinyapun bermanfaat. Saat diberi nikmat, ia berbagi. Saat musibah menimpa, ada banyak pelajaran yang bisa dipetik dari dirinya.  Saat luang, ia memberi manfaat sebagaimana saat sibuknya. Semua sisinya memberi manfaat bagi sekelilingnya.

 

Itulah akhlak mukmin. Sudah berapa banyakkah yang sudah bisa kita capai? “Seorang mukmin itu adalah seseorang, dimana orang lain senantiasa merasa aman dari lisan dan tangannya.” Jikalaupun saat ini qta belum bisa menghasilkan buah itu, paling tidak qta tidak berduri ataupun beracun. Ya toh??

 

Untuk mencapai akhlak mulia, ayo qta sama-sama belajar dari manusia-manusia mulia, Rasulullah dan sahabat-sahabatnya. NABI Muhammad SAW adalah contoh dan teladan paling agung dalam sejarah kehidupan manusia. Baginda dihiasi dengan akhlak mulia lagi terpuji. Allah berfirman:

 

"Dan bahwa sesungguhnya engkau mempunyai akhlak yang sangat mulia." (Surah al-Qalam, ayat 4).

 

Di antara contoh bandingan yang tinggi terhadap kepribadian beliau, Rasulullah SAW mempunyai sifat rahmat, semangat yang tinggi dalam jihad, sabar, benar, ikhlas, menunaikan janji, amanah, melaksanakan kebaikan dan pemurah.

 

Bunda Aisyah menyatakan bahwa akhlak Rasulullah SAW adalah akhlak al-Quran. "Adalah akhlaknya (Rasulullah SAW) sebagai akhlak al-Quran." (Hadis Riwayat Muslim).

 

Para sahabat-sahabatnyapun memiliki akhlak yang amat menawan. Mereka adalah figur-figur yang penuh warna. kendatipun mereka pernah hidup di jaman jahiliyah dan mengikuti tradisi jahiliyah, tetapi setelah mereka beriman justru kepribadian itu nampak semakin memukau. Karena layaknya kain putih yang terkena noda, kain itupun dicuci dengan syahadat yang mereka ucapkan.

 

Ada orang besar dengan gelar besar. Tetapi kebesaran itu bermula dari satu prinsip yang dipegang teguh. Satu saja, kecil saja. Tetapi istiqamah.

 

Abu Bakar Ash Shiddiq. Benar, lagi membenarkan. Kenapa demikian? Karena keteguhannya untuk yakin pada apa yang di sisi Allah dan RasulNya. Maka keyakinan itu menjadi sesuatu yang sangat besar. “Andaikan iman seluruh manusia ditimbang pada suatu dacing dan iman Abu Bakar pada dacing lainnya, niscaya iman Abu Bakar lebih berat”

 

Umar al Faruq. Sosok yang tak pernah menyembunyikan perasaannya. Jujur pada dirinya, keras, tak kenal takut. Tetapi ada saat-saat dimana ia adalah manusia terlembut; yakni saat ia memimpin.

 

Utsman bin Affan, si pemalu berakhlak mulia. Malu tak hanya pada manusia, bahkan pada Allah. Ia malu jika nikmat Allah tak ia nafkahkan di jalanNya. Maka ribuan unta ia sedekahkan untuk kendaraan perang Tabuk. Ia malu, jika ia minum air sejuk, sementara penduduk Madinah meminum air bacin. Maka dibelinyalah sumur Raumah, lalu ia wakafkan. “Tidak akan membahayakan ‘Utsman,” sabda Nabi “Apapun yang ia lakukan setelah hari ini. Dan ‘Utsman semakin merasa malu…

 

Ali yang ceria. Ceria mengajarkannya keberanian untuk tidur di dipan menggantikan Rasulullah saat terror masyarakat Quraisy Mekkah sedang gencar-gencarnya ditujukan pada Rasulullah. Ceria mengajarkannya untuk tetap belajar, maka ia menjadi pintu kota ilmu.

 

Ada Abu ‘Ubaidah, kepercayaan ummat ini. Seperti apa orangnya? Rapi jali! Pandai mengadministrasi, cerdas dan adil. Ada Thalhah yang perwira, perisai hidup Rasulullah yang di tubuhnya ada tujuh puluh sayatan pedang, hujaman tombak, dan tusukan anak panah. Maka jadilah ia, kata Rasulullah, seorang syahid yang masih berjalan di muka bumi.

 

Ada lagi yang agung dalam gelar kematiannya. Hamzah penghulu syuhada’, Ja’far pemilik dua sayap yang terbang kian kemari di surga, Abdullah ibn Rawahah yang ranjangnya terbang menghadap Rabbnya, Sa’ad ibn Mu’adz yang kenaikan ruhnya membuat ‘Arasy Allah berguncang, dan Hanzhalah yang dimandikan malaikat.

 

Ada yang mulia dengan perbuatannya. Usaid ibn Hudhair yang tilawahnya didengarkan malaikat, Abdurrahman ibn ‘Auf yang diberkahi dalam simpanan dan shadaqahnya, keluarga Abu Thalhah yang membuat Allah takjub.

           

Mereka, manusia-manusia biasa yang istiqamah dengan potensi kebaikan yang dimilikinya. Kecenderungan-kecenderungan memang berbeda. Dan jadilah itu warna-warna.

 

Yuk, qta belajar dari mereka, agar diri ini menjadi lebih baik dari waktu ke waktu. Kuncinya, ISTIQOMAH!!

4 komentar:

  1. Memang, menyelami jejak2 Rasulullah dan para Sahabat adalah oase di saat perjalanan gurun.
    Kangeeeeen Rasulullah..
    Pengen ketemu dan curhat lgsung.
    Hiks!!!

    BalasHapus