Translate

Sabtu, 22 Mei 2010

Timbanglah Semuanya Pada Neraca Allah

"Maka hadapkanlah wajahmu dengan lurus kepada agama (Allah) ; (tetaplah atas) fitrah Allah yang telah menciptakan manusia menurut fitrah itu. Tidak ada perubahan pada fitrah Allah. (Itulah) agama yang lurus ; tetapi kebanyakan manusia tidak mengetahui." (QS. Ar-Ruum : 30)

 

Manusia bergerak, tumbuh dan berkembang dalam lingkaran, seperti bergerak dan berputarnya alam semesta. Bintang, bulan dan seluruh isi alam semesta pun bergerak, tumbuh dan berputar dalam lingkaran yang tetap dan mampu menampung seluruh gerak, putaran dan pertumbuhannya. Lingkaran itu adalah fitrah yang telah Allah tetapkan untuk makhluk-Nya. Bayangkanlah apa yang terjadi bila ada satu makhluk Allah, sebut saja bumi, yang mencoba keluar dari lingkaran fitrah tersebut. Bumi yang keluar dari jalur rotasinya pada gilirannya akan berbenturan dengan benda-benda planet lain dan mengakibatkan kehancuran. Apa hikmah yang dapat kita petik dari ilustrasi tersebut? Harus ada suatu wadah yang tetap dan tidak berubah sebagai tempat kembali semua makhluk Allah agar tidak terjadi sesuatu bahaya dan kehancuran. Dan kita, manusia, termasuk di dalamnya.

 

Kita memang memerlukan sebuah wadah yang tetap untuk membimbing ruang gerak agar tidak melahirkan benturan dan kekacauan dalam hidup. Kita perlu sebuah ruangan atau wadah yang selamanya menjadi neraca untuk menjadi rujukan dan tempat kembali dalam hidup. Kita tentu tidak sependapat dengan orang-orang yang mengatakan segala sesuatu di atas bumi tumbuh dan berkembang sehingga peraturan hidup pun akan terus mengalami perkembangan dan perubahan. Pendapat seperti ini hanya akan mengakibatkan goncang dan rusaknya sendi-sendi kehidupan manusia.

Ambil contoh masalah zina. Dalam syariat Islam sudah ditetapkan bahwa zina hukumnya haram. Ajaran-ajaran samawi lainpun mengatakan hal ini. Tak ada yang beda pendapat soal haramnya perbuatan zina. Maka, jika tolok ukur yang kita gunakan tetap dengan mengatakan bahwa zina itu terlarang maka selamanya sebab-sebab yang mengarah pada perbuatan mesum itu akan selalu kita anggap hina. Kapan saja, di mana saja dan siapa saja yang melakukan perzinahan tetap tidak bisa ditolerir. Perzinahan tidak boleh dilokalisir sehingga orang boleh dan dimaklumi untuk melampiaskan nafsu setannya di sana. Perzinahan juga tetap tercela meski dilakukan oleh orang yang mengaku suka sama suka. Perzinahan tetap perzinahan.

 

Namun jika hukum yang kita gunakan tidak tetap dan dapat berubah-rubah, maka perbuatan zina yang dahulu dianggap terlarang dan hina lama kelamaan bisa berubah menjadi mubah (boleh) dan tidak tercela lagi. Kondisi saat ini mungkin menjadi bukti kongkrit di mana tidak sedikit masyarakat yang bisa mentolerir perzinahan. Tidak sedikit masyarakat yang tidak resah mendengar dan melihat berbagai keadaan yang mendorong seseorang untuk melakukan perzinahan. Orang pun sekarang merasa bebas menjual bagian tubuhnya di berbagai media. Padahal siapapun tahu itulah kunci pertama yang mendorong orang melakukan perzinahan.

 

Begitu pula halnya dengan menutup aurat. Khususnya bagi kaum wanita. Ini merupakan satu masalah yang telah ditetapkan oleh kode etik dan agama. Hal ini akan terus berlanjut sampai hari kiamat. Namun bila kita hanya merujuk pada timbangan tata krama yang selalu berubah, maka keharusan menutup aurat pun akan berubah pula menurut perubahan masa dan zaman.

 

Bila menurut tata krama dahulu menutup aurat merupakan kebanggaan namun pada abad modern jilbab sudah tidak menjadi kebanggaan lagi. Mereka yang menganut paham ini melancarkan propagandanya melalui mass media dan informasi. Mereka mengajak manusia membuka aurat dengan menyebarkan racun berbisa untuk membunuh eksistensi peradaban manusia yang dibangun di atas nilai-nilai agama. Karena serbuan informasi itu, bangunan sosial masyarakatpun menjadi rusak.

 

Mereka terombang-ambing oleh perkembangan zaman dan mejadi korban orang-orang yang memiliki paham yang menyesatkan. Masyarakat pun berdebat dan berpolemik, mana batas aurat yang boleh ditampilkan di muka umum dan mana yang tidak. Yang satu berpendapat, membuka aurat, mengenakan pakaian minim, adalah hak pribadi yang tak boleh diusik-usik. Yang satu lagi berpendapat memamerkan aurat, bahkan tanpa sehelai bajupun, adalah estetika, nilai seni yang tinggi. Musibah.

 

Apa akibatnya bila masyarakat tidak memiliki aturan hidup dan timbangan hukum yang tepat dalam menimbang berbagai masalah? Selamanya mereka akan terperangkap dalam kubangan nafsu dan keinginan yang tak pernah selesai. Ibarat lingkaran setan, nafsu manusia terus menerus menghancurkan semua sendi-sendi kehidupan yang harusnya terpelihara.

Kesimpulannya, kita sangat membutuhkan acuan petunjuk yang konstan, tetap dan tidak berubah-ubah.

 

Agama adalah neraca bagi manusia dalam mengukur semua gerak langkah dalam kehidupan di dunia. Timbangan yang kita gunakan dalam berbagai masalah harus satu. Contohnya, bila satu kilogram kita hitung dengan 1000 gram, maka jika kita ingin menimbang suatu benda, benda itu harus kita tempatlkan pada piring yang ada di sisi lain dengan hitungan timbangan yang sama. Dengan cara itu hukum dan ketetapan terhadap sesatu akan selalu akurat dan tepat karena alat penimbang yang digunakan adalah satu. Namun jika ada orang lain yang merubah ukuran timbangan tadi menjadi satu kilogram sama dengan 100.000 gram misalnya, maka hasilnya pun akan jauh berbeda. Artinya, jika timbangan dan neraca digunakan orang untuk menilai suatu berbeda maka hasil penilaiannya pun berbeda.

 

Dalam timbangan Islam, boleh jadi seseorang dianggap besar dan mulia di kalangan manusia, tapi menurut Allah dia belum tentu bernilai. Seseorang bisa saja sukses secara materil di dunia dan berhasil meniti karirnya di dunia, dihargai dan dihormati oleh banyak orang, tapi di hadapan Allah timbangan yang digunakan tetap saja ukuran ketaqwaannya. Orang mungkin memiliki penampilan yang baik, cantik, indah, mempesona, menawan, tapi Allah tetap memandang dan menilai seseorang dengan kondisi hatinya. Itulah timbangan Islam.

 

Ketetapan dan kemantapan akidah Islam menjadikan Islam sebagai dan sumber rujukan hukum seluruh manusia, baik rakyat jelata maupun pemimpin. Dengan akidah inilah orang akan merasa lega dan senang. Dan dari sanalah akan tercipta kehidupan yang damai dan tentram. (ma)

2 komentar:

  1. Bagi teman2 yg ingin bertanya silakan utk melayangkan pertanyaannya.
    *kajian mode on.

    BalasHapus
  2. qiqiqi.... layangkan langsung pada ustadz-nya ajah yah

    BalasHapus